BATAM (gokepri) – Pemerintah mengumumkan skema baru pembiayaan proyek Jembatan Batam-Bintan dengan land value capture (LVC) atau land consession scheme (LCS). Diyakini bisa menarik bagi swasta sekaligus meringankan beban APBN untuk proyek infrastruktur.
Kementerian PUPR menyampaikan bahwa pihaknya menetapkan empat proyek sebagai obyek pengkajian sekaligus uji coba (piloting) skema pembiayaan kreatif Pengelolaan Perolehan Peningkatan Nilai Kawasan (P3NK) atau Land Value Capture (LVC).
Empat di antaranya yakni proyek ruas jalan tol Lematang-Pelabuhan Panjang di Lampung, ruas jalan tol Rengat-Pekanbaru di Riau, jembatan Batam Bintan di Kepulauan Riau, serta jalan tol Pelabuhan Semarang.
“Keempat studi tersebut memang saat ini masih dalam tahap penyiapan, penyusunan dari kriteria dan untuk skema LVC ini diharapkan memang akan memperkaya di dalam studi kelayakannya sehingga dapat menambah kelayakan dari keempat proyek jalan tol yang dimaksud,” kata Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Kementerian PUPR Reni Ahiantini saat konferensi pers Peluncuran Regulasi Pembiayaan Kreatif untuk Pembangunan Infrastruktur di Jakarta, Rabu 28 Agustus 2024.
Adapun hari ini, Pemerintah meluncurkan dua skema pembiayaan kreatif baru untuk pembangunan infrastruktur, yakni melalui Hak Pengelolaan Terbatas (HPT) atau Limited Concession Scheme (LCS) dan Pengelolaan Perolehan Peningkatan Nilai Kawasan (P3NK) atau Land Value Capture (LVC).
Skema P3NK yang dimaksud telah diatur dalam Perpres Nomor 79 Tahun 2024 tentang Pendanaan Penyediaan Infrastruktur melalui Pengelolaan Pengelolaan Perolehan Peningkatan Nilai Kawasan.
Skema ini merupakan skema alternatif pendanaan berbasis kewilayahan yang memungkinkan penyedia infrastruktur untuk didanai dari proporsi peningkatan nilai. Nilai yang dimaksud dihasilkan dari inisiatif penciptaan nilai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah atau Badan Usaha.
P3NK bertujuan menciptakan siklus nilai manfaat dari adanya penyediaan infrastruktur untuk kawasan sekitar.
“Ini mungkin salah satu contoh di mana skema KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha) nanti akan berkolaborasi dengan LVC. Jadi tiga skema itu tidak semata berjalan masing-masing dengan (proyek) jalan tol ini,” jelasnya.
Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur (PDPPI) Kementerian Keuangan Bramantio Isdijoso mengatakan bahwa dengan adanya skema baru, maka akan semakin banyak pilihan alternatif pembiayaan bagi Pemerintah dalam membangun infrastruktur.
Baca: Penyelidikan Tanah Jembatan Batam-Bintan Dimulai, Konstruksi 2025
Selain itu, kolaborasi ini akan turut serta meringankan beban APBN dalam pembiayaan infrastruktur. Ia memberikan contoh beban biaya operasional dalam pengelolaan aset negara yang dapat terbantu dengan adanya skema P3NK atau LVC.
“Kita melihat di sini semakin banyaknya pilihan untuk bagaimana membangun infrastruktur dan tentunya sinergi di antara ketiga skema itu menjadi sesuatu yang harus kita selalu upayakan. Artinya kalau ada aset yang sudah selesai dibangun, terutama yang dari dana APBN, itu kedepannya harus bisa ‘berkeringat’, artinya menghasilkan lebih likuiditas,” terangnya.
Dua Skema Baru
Pemerintah merilis dua skema pembiayaan baru untuk pengelolaan dan pembangunan infrastruktur oleh pihak swasta, yaitu hak pengelolaan terbatas (HPT) atau land concession scheme (LCS) dan pengelolaan peningkatan perolehan nilai kawasan (P3NK) atau land value capture (LVC).
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan, dua skema pembiayaan baru oleh swasta tersebut diluncurkan untuk meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke infrastruktur sekaligus percepatan proyek strategis nasional (PSN).
Apalagi, dia menjelaskan kebutuhan pembiayaan infrastruktur dari tahun ke tahun terus meningkat terutama dari porsi swasta. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015—2019, kebutuhan total dana infrastruktur mencapai Rp4.796,2 triliun dengan porsi pembiayaan dari swasta sebesar Rp1.751,4 triliun.
Sedangkan dalam RPJMN 2020—2024 menyatakan total kebutuhan pendanaan infrastruktur sebesar Rp6.445 triliun dengan porsi pembiayaan swasta sebesar Rp2.707 triliun. Menurutnya, RPJMN 2025—2029 juga mengindikasikan pendanaan infrastruktur akan meningkat.
“Intinya pembiayaan infrastruktur yang sedemikian besar, yang Rp6.445 triliun tadi [RPJMN 2020—2024], tidak mungkin dibiayai sepenuhnya dengan APBN atau APBD,” jelas Susi dalam konferensi pers Peluncuran Perpres LCS dan LVC di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2024).
Anak buah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto itu menerangkan, payung hukum skema pembiayaan HPT diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 66/2024. Sementara skema P3NK diatur dalam Perpres No. 79/2024.
HPT sendiri, jelas Susi, merupakan skema hak pengelolaan atas aset infrastruktur dalam rangka meningkatkan fungsi operasional penyertaan modal negara (PMN) maupun aset-aset BUMN.
“Ini biasanya kita mendapatkan pendanaan melalui pembayaran di muka atau upfront payment, yang pembayarannya nanti digunakan untuk penyediaan infrastruktur yang baru,” jelasnya.
Sedangkan P3NK merupakan alternatif pembiayaan yang berbasis kewilayahan dengan memanfaatkan peningkatan perolehan nilai kawasan.
Baca: Apa Kabar Proyek Jembatan Batam-Bintan
“Misalkan suatu daerah yang tadinya tanahnya nilainya tidak tinggi, kemudian kita bikin jadi suatu kawasan sehingga akan tinggi sekali. Kemudian nanti dari situ akan kita gunakan untuk dasar nilai skema pembiayaan,” sambung Susi.
Lebih lanjut, dia menyatakan untuk pedoman implementasi HPT dan P3NK masih akan diterbitkan aturan turunan melalui Permenko. Bahkan, menurutnya, sudah ada beberapa pilot project yang sedang menerapkan skema baru tersebut seperti pembangunan jembatan Batam-Bintan dan Semarang Harbour Toll Road. ANTARA, BISNIS.COM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News