Perkuat Ekosistem Pariwisata, Ketum PHRI Minta Keseriusan Pemerintah Tangani OTA Asing

OTA asing
Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani membuka rapat kerja nasional PHRI IV di Hotel Swissbel Hotel, Harbour Bay, Batam, Kamis 22 Februari 2024. Foto: istimewa

Batam (gokepri) – Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menegaskan bahwa industri pariwisata nasional masih belum pulih sepenuhnya meskipun status pandemi Covid-19 telah dicabut menjadi endemi. Diperlukan keseriusan dari seluruh pelaku industri pariwisata untuk menggairahkan ekonomi nasional.

Hal ini disampaikan Hariyadi dalam sambutannya pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV Tahun 2024 di Swissbel Hotel, Harbour Bay, Batam, Kamis (22/2/2024).

“Kita perlu memperkuat ekosistem pariwisata untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pariwisata tidak bisa berdiri sendiri, tapi harus saling melengkapi,” jelas Hariyadi.

Baca Juga: RAKERNAS PHRI 2024: Pengusaha Hotel Bahas Dampak Agen Perjalanan Online Asing

Berdasarkan data, kontribusi industri pariwisata terhadap PDB nasional mengalami penurunan signifikan dari Rp786,3 triliun pada 2019 menjadi Rp346 triliun pada 2020. Total kerugian yang dialami sektor pariwisata ditaksir mencapai Rp85,7 triliun.

Untuk meningkatkan kontribusi pariwisata terhadap perekonomian nasional, PHRI mendorong peningkatan peran digitalisasi melalui online travel agent (OTA). Namun, potensi tersebut terhambat oleh praktik usaha OTA asing yang diduga tidak mempertimbangkan pertumbuhan industri pariwisata lokal.

“Kita kurang serius menangani pariwisata. Masih belum satu irama antara pelaku usaha, dukungan pemerintah yang kurang, dan parlemen untuk pariwisata,” tegas Hariyadi.

Salah satu sorotan utama PHRI adalah praktik OTA asing yang tidak patuh pada standar peraturan yang sama seperti perusahaan yang berbasis di Indonesia. Dikhawatirkan, OTA asing ini akan mengeksploitasi pasar Indonesia tanpa memenuhi persyaratan kepatuhan yang sama dengan OTA lokal.

“Mereka tidak melakukan pembayaran pajak penghasilan (PPh) sesuai regulasi seperti OTA lokal, jadi pajak ini ditanggung oleh hotel. Pasalnya OTA asing ini tidak mendaftar sebagai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PSE) serta tidak memiliki badan usaha tetap sehingga tidak dikenakan pajak,” papar Hariyadi.

Oleh karena itu, PHRI meminta pemerintah serius dalam menangani hilangnya potensi pajak di Indonesia dan menciptakan asas keadilan antara travel agent Asing atau OTA Asing dan OTA lokal.

“Kami dengan travel lokal tidak ada masalah, tapi dengan travel Asing ini sangat merugikan karena mereka tidak bayar pajak dan dibebankan ke kita,” tuturnya.

Melalui Rakernas ini, PHRI berharap dapat menghasilkan solusi untuk meningkatkan kontribusi industri pariwisata terhadap perekonomian nasional. Salah satu fokus utama adalah mencari solusi dan menjawab kekhawatiran kehadiran OTA asing yang melakukan ‘bakar uang’, namun justru memberikan dampak minim untuk sektor pariwisata dalam negeri.

“Kami mengundang Kominfo, BKPM dan DJP untuk berdiskusi, khususnya memberikan regulasi yg adil, terkait dengan pemain asing baik itu online travel agent (OTA) ataupun channel manager,” kata Hariyadi.

Beberapa OTA asing yang disorot PHRI antara lain Agoda, Booking.com, Airbnb, Trip.com, Expedia, Globaltix dan Klook.

“Kita harus menalangi pajak dari OTA asing, itu jadi bom waktu yang harusnya mereka bayar pajak tapi akhirnya tidak bayar, itu karena mereka tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia,” terangnya.

Rakernas PHRI ini diharapkan dapat menghasilkan solusi konkret untuk memajukan industri pariwisata nasional dan menciptakan iklim usaha yang adil bagi semua pelaku usaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Penulis: Candra Gunawan

Pos terkait