BATAM (gokepri) — Proyek pabrik kaca Xinyi Group di Rempang Eco City tetap berjalan dan akan mulai dibangun tahun ini. Pemerintah berupaya mempercepat pelaksanaan proyek sekaligus mencari solusi atas penolakan warga.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Indonesia, Todotua Pasaribu, menyatakan investor asal Cina tersebut masih berminat menanamkan modal di Rempang. “Kemarin pembahasan yang mereka masih punya interes, kita lihat saja kapan,” kata Todotua di sela-sela groundbreaking pabrik hilirasi timah PT Batam Timah Sinergi, Jumat 24 Februari 2025.
Terkait groundbreaking pabrik Xinyi, Todotua menjelaskan masih dalam tahap penyiapan lahan, termasuk pembebasan kawasan hutan di sekitar proyek. “Permasalahan dengan warga tempatan juga harus kita pikirkan,” ujarnya.

Proyek produsen kaca asal China, Xinyi Group di Rempang Eco City, Batam, ditargetkan groundbreaking pada 2025. Nilai investasinya mencapai Rp174 triliun. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2024 menyebut jadwal groundbreaking atau peletakan batu pertama pembangunan pabrik kaca Xinyi pada kuartal pertama 2025.
Rencana groundbreaking masih berada dalam tahap penyiapan lahan, termasuk proses pembebasan kawasan hutan di sekitar proyek. Selain itu, beberapa lahan kebun milik masyarakat juga masih harus dibebaskan secara bertahap dan melalui pendekatan persuasif.
Realisasi penuh investasi dari Xinyi Group ini tidak terwujud di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, mengingat proses yang masih membutuhkan waktu.
Investasi Xinyi Group akan mencakup 10 proyek besar yang dilaksanakan secara bertahap. Proyek tersebut meliputi pembangunan kawasan industri terintegrasi, pabrik pemrosesan pasir silika, industri soda abu, hingga industri kaca panel surya.
Proyek lainnya adalah industri kaca float, industri silikon industrial grade, polisilikon, pemrosesan kristal, serta industri sel dan modul surya, termasuk infrastruktur pendukungnya. Total lahan yang akan dikembangkan dalam proyek ini mencapai 8.142 hektare dari total area Pulau Rempang yang seluas 17.600 hektare.
Win-Win Solution
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menekankan pentingnya pemahaman bersama antara masyarakat, investor, dan pemerintah terkait pengembangan industri di Rempang. Menurutnya, setiap pihak perlu saling menghormati hak agar tercipta solusi yang adil dan menguntungkan.
Ia mengatakan pembangunan industri harus dikelola dengan sistem yang memperhatikan hak-hak masyarakat setempat. Jika industri dibangun di lahan warga, maka tidak hanya keuntungan finansial yang harus diberikan, tetapi juga bentuk partisipasi dalam bentuk saham.
“Ini akan menciptakan situasi win-win solution yang menguntungkan semua pihak,” kata Sugeng.

Sugeng menyoroti pentingnya melibatkan warga dalam proses pembangunan, melalui pemberdayaan tenaga kerja lokal dan kepemilikan industri. Ia menyebut industri, khususnya yang memerlukan lahan luas, harus mempertimbangkan posisi warga serta hak ulayat.
Menurutnya, pembangunan ekonomi berbasis ekowisata seharusnya tidak mengorbankan warga yang sudah lama tinggal di kawasan tersebut. Ia mencontohkan pengembangan desa di Jawa yang berhasil menarik wisatawan tanpa memindahkan penduduk.
“Kultur di Rempang harus berkembang, dengan menghormati nilai-nilai leluhur dan kearifan lokal, sambil tetap beradaptasi dengan perkembangan zaman. Hal ini akan menghindari kesenjangan sosial dan memastikan semua pihak tetap diuntungkan,” tambah Sugeng.
Terkait ketegangan dan bentrokan yang terjadi, Sugeng mengajak penyelesaian masalah melalui dialog konstruktif. Ia menegaskan tujuan akhir kebijakan adalah kemakmuran rakyat, dengan tetap menjaga keberlanjutan alam dan menghindari kerusakan lingkungan.
“Bumi dan air yang ada di dalamnya adalah milik negara, namun tujuannya harus sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Jika ada warga yang meminta untuk tidak digusur, maka itu adalah hak mereka yang harus dihormati,” tegas Sugeng.
Menurut Sugeng, pembangunan industri di Rempang perlu dilaksanakan dengan komitmen melindungi lingkungan dan memberi jaminan bagi warga terdampak. Contohnya, setiap aktivitas industri harus dilengkapi jaminan agar tidak ada kerusakan alam. Dengan pendekatan bijak dan inklusif, Sugeng yakin konflik bisa dihindari dan solusi adil tercapai.
Baca Juga:
Siapa Xinyi, Calon Investor Pertama yang Masuk Rempang Eco City
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News