Terdakwa Korupsi PNBP Pelabuhan Batam Lunasi Uang Pengganti Rp2,8 Miliar

Korupsi PNBP pelabuhan batam
Kepala Kejaksaan Negeri Batam I Ketut Kasna Dedi menerima penyerahan uang pengganti kerugian negara dari terdakwa kasus korupsi PNBP pelabuhan Batam, Allan Roy Gema (kanan), di Kejaksaan Negeri Batam, Selasa (20/5). Allan melunasi kerugian negara senilai total Rp2,8 miliar dan 14.276,68 dollar AS. GOKEPRI/Engesti Fedro

BATAM (gokepri) – Terdakwa kasus korupsi pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) jasa pemanduan dan penundaan kapal di pelabuhan Batam tahun 2015–2021, Allan Roy Gema, telah menyerahkan seluruh uang pengganti kerugian negara senilai Rp2,8 miliar dan 14.276,68 dollar AS.

Dana tersebut diserahkan oleh Allan, yang merupakan Direktur PT Gemalindo Shipping Batam, kepada Kejaksaan Negeri Batam pada Selasa (20/5). Pelunasan ini sesuai dengan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kepulauan Riau.

Kepala Kejaksaan Negeri Batam, I Ketut Kasna Dedi, menyatakan pembayaran uang pengganti oleh terdakwa Allan telah tuntas. “Hingga hari ini, terdakwa Allan telah menyelesaikan pembayaran uang pengganti sesuai perhitungan BPKP Kepri,” ujar Kasna Dedi, Selasa (20/5/2025).

Penitipan uang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp1,5 miliar diserahkan pada 16 Mei 2025, sedangkan sisanya sebesar Rp1,3 miliar ditambah 14.276,68 dollar AS diserahkan pada 20 Mei 2025.

Uang tersebut merupakan bagian dari pengembalian kerugian negara yang ditimbulkan oleh terdakwa Allan melalui dua perusahaan miliknya yang beroperasi dari 2015 hingga 2021.  Allan merupakan terdakwa dalam dua perkara korupsi terpisah, yakni melalui PT Gemalindo Shipping Batam (periode 2015-2021) dan PT Gema Samudera Sarana (tahun 2021), yang keduanya bergerak di bidang pelayaran kapal.

Kasna menjelaskan, perkara ini masih dalam tahap persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini pada 4 November 2024. Mereka adalah AL, Direktur PT Gemalindo Shipping Batam dan Direktur Utama PT Gema Samudera Sarana; serta S, Direktur Utama PT Segera Catur Perkasa dan Direktur PT Pelayaran Kurnia Samudra. Kedua perusahaan yang mereka kelola bukan merupakan badan usaha pelabuhan (BUP) resmi dan tidak memiliki izin dari Kementerian Perhubungan.

Meski kemudian kedua perusahaan tersebut diubah nama dan memperoleh izin operasional, para tersangka diduga tidak menyetorkan bagi hasil PNBP kepada BP Batam maupun Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Berdasarkan laporan hasil audit BPKP Kepri, total kerugian keuangan negara dari kasus ini mencapai sekitar Rp9,63 miliar dan 46.252 dollar AS.

Empat Tersangka

Meski terdakwa Allan Roy Gema telah mengembalikan nilai kerugian negara, proses hukum kasus korupsi pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) jasa pemanduan dan penundaan kapal di pelabuhan se-Batam tahun 2015–2021 tetap berlanjut. Persidangan perkara ini saat ini masih berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungpinang.

“Penitipan uang tidak serta merta menghentikan proses pidana. Persidangan tetap dilanjutkan guna memastikan pertanggungjawaban hukum secara menyeluruh,” tegas Kepala Kejaksaan Negeri Batam, I Ketut Kasna Dedi, Selasa (20/5).

Dalam kasus ini, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Dua di antaranya, yakni Allan Roy Gema (Direktur PT Gemalindo) dan Syahrul (Direktur Utama PT Segara Catur Perkasa dan PT Pelayaran Kurnia Samudra), kini berstatus terdakwa dan tengah menjalani proses persidangan. Sementara itu, dua tersangka lainnya telah memasuki tahap penyerahan ke jaksa penuntut umum.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Batam, Priandi, mengungkapkan dua tersangka lain berasal dari Badan Pengusahaan (BP) Batam, yakni Hari Setiobudi, mantan Kepala Kantor Pelabuhan BP Batam, dan Heri Kafianto, eks Kepala Bidang Komersial BP Batam tahun 2015. “Berkas Hari sudah dilimpahkan ke JPU,” jelas Priandi. Sedangkan Heri masih menunggu pelimpahan karena tengah menjalani perawatan medis di Rumah Tahanan Batam.

Kasus ini bermula dari dugaan praktik kolusi antara pejabat BP Batam dan pelaku usaha pelayaran dalam pengelolaan jasa penundaan kapal, yang seharusnya menghasilkan PNBP untuk negara. Namun, sebagian dana hasil pungutan tersebut diduga tidak disetorkan ke kas negara dan malah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Audit dari BPKP Kepri mengungkapkan bahwa total kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp14 miliar, terdiri dari Rp9,63 miliar dan 46.252 dollar AS.

“Peran para tersangka, terutama dari unsur BP Batam, sangat strategis. Kami akan terus mendalami lebih lanjut keterlibatan mereka,” pungkas Priandi.

Baca Juga: Dua Pengusaha Pelayaran Jadi Tersangka Korupsi PNBP Pelabuhan Batam

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Penulis: Engesti Fedro
Editor: Candra Gunawan

Pos terkait