Teman Banyak, Kantong Tipis? Saatnya Bijak Kelola Keuangan di Usia Muda

Gaya hidup konsumtif generasi muda
Ilustrasi.

BATAM (gokepri) – Banyak teman tak selamanya menjadi berkah. Terutama jika berujung pada kebiasaan boros yang menipiskan kantong.

Sebuah survei terbaru dari OCBC Financial Fitness Index (FFI) 2024 menunjukkan bahwa 80 persen generasi muda di Indonesia terjebak dalam pusaran gaya hidup konsumtif, yang secara perlahan menggiring mereka pada krisis finansial.

Bacaan Lainnya

Riset ini dilakukan di lima wilayah di Indonesia dengan jumlah responden 1.241 berusia 25-35 tahun. Keseluruhan responden tersebut sudah memiliki pekerjaan dengan penghasilan di rentang 5-15 juta rupiah. Lima wilayah tersebut tersebut meliputi wilayah Jabodetabek dan empat kota besar yaitu Medan, Bandung, Surabaya dan Makasar. Riset ini dilakukan selama Juni-Juli 2024.

Tak bisa dipungkiri, tekanan sosial dan keinginan untuk memenuhi ekspektasi lingkungan sekitar mendorong generasi muda untuk mengikuti pola hidup teman-temannya, meski harus menguras isi dompet. Pengeluaran impulsif yang terus meningkat ini pada akhirnya memperburuk kondisi keuangan pribadi, yang kian rentan terjerembab dalam jerat utang.

Survei tahunan yang diadakan OCBC bersama NielsenIQ ini menyisir sikap dan perilaku generasi muda Indonesia dalam mengelola keuangan. Hasilnya, skor kesehatan finansial masyarakat Indonesia pada tahun 2024 mencapai 41,25—hanya sedikit lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang berada di angka 41,16.

“Studi OCBC Financial Index Indonesia tahun ini menunjukkan adanya peningkatan skor tetapi memang tidak signifikan,” kata Executive Director Marketing and Lifestyle Business Division Head Amir Widjaya di Pondok Indah Mall III, Jakarta Selatan, pertengahan Agustus lalu.

Amir mengatakan riset ini juga menunjukkan bahwa generasi muda tetap bisa sehat secara finansial bersamaan dengan gaya hidup (lifestyle) yang menyenangkan. Hal tersebut bisa terwujud dengan cara melakukan perencanaan dan pengelolaan finansial sembari melakukan hal-hal menyenangkan.

“Financial planning seperti membeli aset, menyicil rumah dan mempunyai investasi dibarengi dengan melakukan hal-hal menyenangkan secara terkontrol itu penting agar memiliki kesehatan finansial,” ujar Amir.

Meski ada peningkatan kesadaran pentingnya dana darurat—terbukti dari kenaikan sebesar 17 persen jumlah generasi muda yang menyiapkan tabungan untuk masa depan—kebiasaan buruk dalam pengelolaan keuangan masih menjadi momok.

Sebanyak 80 persen anak muda mengaku sering mengeluarkan uang demi memenuhi tuntutan gaya hidup. Lebih parahnya lagi, dana darurat kerap menjadi tumpuan untuk pengeluaran impulsif. Tidak mengherankan jika 12 persen dari mereka mengatakan pengeluaran mereka lebih besar daripada pemasukan.

Fenomena ini diperkuat oleh temuan bahwa 41 persen generasi muda sering meminjam uang dari teman atau keluarga demi memenuhi kebutuhan gaya hidup. Selain itu, sekitar 40 persen responden kerap hanya membayar tagihan minimum kartu kredit, yang pada akhirnya menambah beban bunga utang.

Dalam hal investasi, kecenderungan untuk berspekulasi demi keuntungan cepat juga menjadi jebakan baru. Sebanyak 57 persen dari mereka yang berinvestasi malah merugi, akibat dari minimnya pemahaman tentang cara menumbuhkan aset secara berkelanjutan.

OCBC menyarankan generasi muda untuk melakukan revolusi cara pandang dalam mengelola keuangan. Alih-alih mengejar keuntungan instan, mereka diimbau untuk mulai memikirkan strategi jangka panjang dalam menabung dan berinvestasi, agar aset yang dimiliki dapat bekerja dengan optimal untuk masa depan mereka. Gerakan menuju masyarakat yang lebih #FinanciallyFit ini menjadi kunci dalam menghadapi tantangan finansial di masa depan.

Director Consumer Insights NielsenIQ Inggit Primadevi menambahkan bahwa 39 persen responden menabung hanya untuk tujuan lifestyle semata yang bersifat materialistik. Tujuan materialistik ini di antaranya adalah membeli gagdet mahal, membeli kendaraan mewah, traveling, menonton konser dan membeli alat olah raga mahal.

Sedangkan mereka yang menabung tidak sekadar untuk lifestyle semata, tetapi juga digunakan untuk non-lifestyle (modal, aset, dana proteksi dan investasi) memiliki skor kesehatan finansial yang lebih baik.

Baca: Pentingnya Ajarkan Pelajar Mengelola Finansial, Ini Upaya OJK Kepri Tingkatkan Inklusi Keuangan

Selain itu, terjadi peningkatan jumlah anak muda, kata Inggit, yang sudah menunjukkan adanya perubahan positif mengenai perilaku yang berhubungan dengan keuangan. Hal ini ditandai dengan tingkat literasi keuangan yang tinggi, pencatatan keuangan dan memiliki dana darurat.

“Di antara mereka yang sudah mencatat keuangan, 41 persen sudah memiliki dana darurat sebesar enam bulan gaji, angka ini naik sebesar 12 persen dari tahun sebelumnya. Di sisi lain, anak muda yang belum melakukan pencatatan keuangan, baru 21 persen yang punya dana darurat,” kata Inggit. TEMPO, FEMINA

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait