Laju pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah menjadi salah satu indikator utama dalam mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Ekonomi dikatakan bertumbuh jika produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya dan menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat dalam periode waktu tertentu.
Di beberapa negara berkembang tak kecuali di Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi sasaran utama pembangunan. Namun persoalannya sasaran pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum cukup menjadi jaminan bahwa kesejahteraan masyarakat akan meningkat secara merata.
Laju pertumbuhan ekonomi seharusnya diiringi dengan pemerataan distribusi pendapatan agar hasil-hasil pertumbuhan tersebut dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan kata lain, sasaran pembangunan tidak hanya berhenti sampai dengan menyanjung angka-angka persentase laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja seperti yang selama ini dilakukan, namun lebih dari itu, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas juga harus memperhitungkan pemerataan pendapatan serta pengentasan kemiskinan dan pengangguran (Prasetyo, 2008).
Pertumbuhan ekonomi semakin berkualitas ketika semakin besar masyarakat yang terlibat dan menikmati hasil ekonomi produktif di dalam sistem perekonomian (Firmanzah, 2014). Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat membuka kesempatan kerja yang luas apabila didukung oleh tumbuh dan berkembangnya sektor riil. Dimana sektor riil akan jauh menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan pertumbuhan sektor finansial. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang rendah akan kurang menyerap tenaga kerja yang selanjutnya menambah jumlah angka kemiskinan (Hamden, 2013).
Upaya pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam mencapai kemajuan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan Masyarakat di wilayah ini dapat dilihat dari perumusan visi Kepulauan Riau yang memerhatikan potensi unggulan kewilayahan daerah baik secara geografis maupun demografisnya. Potensi unggulan kewilayahan yang belum termanfaatkan dengan baik adalah potensi maritim.
Dalam dokumen rencana Pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD), Pemerintah Provinsi Kepri telah mencanangkan visi Kepri Permata Biru 2045 yang bermakna bahwa dengan wilayah yang didominasi oleh perairan (berwarna biru) dalam jangka panjang Kepri akan diarahkan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dan sumber pertumbuhan yang kuat di regional Sumatera, sebagai bagian tidak terpisahkan dari konstelasi transformasi ekonomi Indonesia menuju negara maju.
Ada lima sasaran visi yang akan dicapai dalam kurun waktu 20 tahun mendatang yaitu pertama, peningkatan pendapatan perkapita; kedua, pengentasan kemiskinan dan ketimpangan; ketiga, peningkatan perekonomian dan daya saing daerah; keempat, peningkatan daya saing sumber daya manusia; kelima, penurunan emisi gas rumah kaca menuju net zero emission.
Dokumen perencanaan jangka panjang tersebut nantinya akan menjadi acuan bagi Gubernur terpilih yang kelak akan memimpin Provinsi Kepulauan Riau dalam menyusun program dan sasaran Pembangunan lima tahun mendatang.
Data Indikatif Makro
Sampai dengan triwulan 2-2024 lalu, kinerja ekonomi Kepri tercatat sebesar 4,90% (yoy) namun masih sedikit lebih rendah dibandingkan nasional sebesar 5,05%. Di regional Sumatera, Provinsi Kepulauan Riau menjadi provinsi dengan angka pertumbuhan ekonomi tertinggi ke-3 setelah Provinsi Sumsel sebesar 4,96% dan Sumatera Utara sebesar 4,95%.
Grafik 1. Pertumbuhan Ekonomi Kepri 2019-2024
Dari sisi pengeluaran, PDRB Kepri didominasi oleh komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi sebesar 44,62% dari total PDRB dan tumbuh 8,36% (yoy). Kemudian pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) berkontribusi 42,36% dan tumbuh 4,83% (yoy), net ekspor berkontribusi sebesar 10,82% dan pengeluaran konsumsi pemerintah (PKP) sebesar 8,09%.
Sementara itu dari sisi lapangan usaha, industri pengolahan masih menjadi penyumbang pertumbuhan terbesar dalam PDRB Provinsi Kepri pada triwulan 1-2024 sebesar 41,47% dan tumbuh 3,87%. Diikuti sektor konstruksi sebesar 13,89%, pertambangan dan penggalian sebesar 9,78%, dan perdagangan besar dan eceran sebesar 8,91%.
Pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan peningkatan PDRB adalah proses peningkatan output per kapita dari satu periode ke periode berikutnya. Ini mencerminkan perkembangan aktivitas ekonomi meningkatkan produksi barang dan jasa dalam Masyarakat. Oleh karena itu, di setiap negara selalu ada intervensi pemerintah untuk memastikan pembangunan ekonomi berjalan secara optimal dan pertumbuhan tetap stabil.
Menurut konsep Keynesian, pertumbuhan pendapatan nasional dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi, dan net ekspor. Dengan demikian diperlukan peningkatan permintaan konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta ekspor impor untuk meningkatkan pendapatan nasional. Peran pemerintah yang tercermin dalam APBN dan APBD, yang berfungsi sebagai instrumen fiskal untuk mendukung pembentukan PDRB.
Kontribusi fiskal terhadap perekonomian berperan sebgai stimulus pertumbuhan ekonomi yang secara riil bergerak dalam mengembangkan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta aktivitas ekonomi lainnya yang berakhir pada peningkatan PDRB itu sendiri.
Berdasarkan hasil pemetaan proksi konsolidasi belanja APBN dan APBD regional Kepri periode triwulan 1-2024 terhadap perekonomian diperoleh hasil relasi kontribusi fiskal terhadap pembentukan PDRB pada sektor riil diantaranya 1) belanja pegawai serta belanja lain seperti belanja barang, bansos, dan lain-lain berpotensi memberikan konntribusi terhadap pengeluaran pemerintah dalam PDRB sebesar Rp3,9 triliun atau 92,89%; 2) belanja barang sebesar Rp27 miliar atau 0,64%; dan 3) belanja modal sebesar Rp273,73 miliar atau 6,47%.
Provinsi Kepulauan Riau mengalami inflasi sebesar 3,37% (yoy) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,94. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Batam sebesar 3,56% dengan IHK sebesar 106,12 dan terendah terjadi di Kabupaten Karimun sebesar 2,57% dengan IHK sebesar 105,61. Sedangkan Kota Tanjungpinang inflasi sebesar 2,68% dengan IHK sebesar 104,98.
Inflasi di Kepri pada bulan Maret 2024 berada pada peringkat kelima di regional Sumatera. Tiga kelompok terbesar yang menjadi penyumbang terbesar inflasi pada bulan Maret 2024 adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau naik sebesar 6,38 persen; kelompok transportasi naik sebesar 4,33 persen; serta kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya naik sebesar 4,34 persen.
Neraca perdagangan luar negeri provinsi Kepulauan Riau pada bulan Maret 2024 menghasilkan Surplus Perdagangan sebesar US$882,63 juta. Jika dihitung secara kumulatif, neraca perdagangan Kepri pada periode triwulan I 2024 juga mencapai Surplus Perdagangan sebesar US$883,21 Juta. Angka tersebut diperoleh dari total nilai ekspor Kepri di bulan Maret yang tinggi, khususnya dari golongan barang Bahan Bakar Mineral (Non Migas) yang tumbuh sebear 17.286,05 persen (mtm).
Indikator Kesejahteraan
Ada tiga aspek utama dalam mengukur pertumbuhan ekonomi berkualitas di suatu wilayah yaitu tingkat kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan ekonomi. Semakin besar pertumbuhan ekonomi suatu wilayah seharusnya angka rasio atau persentase tiga aspek tersebut semakin menurun.
Rasio penduduk miskin di sebuah daerah merupakan salah satu indikator dalam mengukur kesejahteraan Masyarakat. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Penurunan kemiskinan adalah salah satu ukuran keberhasilan Pembangunan dan kesejahteraan Masyarakat.
Grafik 2. Tingkat Kemiskinan di Kepri 2019-2024
Berdasarkan ketersediaan data angka kemiskinan Provinsi Kepri per Maret 2024, angka kemiskinan di Kepri sebesar 138,300 jiwa atau 5,37% dari total penduduk. Angka tersebut mengalami penurunan baik dari jumlah penduduk miskin mapupun dari persentasenya. Dibandingkan Maret 2023, kemiskinan di Kepri turun 5,62% atau 4.200 jiwa.
Sementara itu, Tingkat pengangguran Terbuka (TPT) di Kepri hingga Februari 2024 tercatat sebesar 6,94% dengan Tingkat partisipasi Angkatan kerja (TPAK) mencapai 67,14%. Angka TPT tersebut turun 0,67% poin dibandingkan tahun sebelumnya (yoy). Kondisi tersebut mencerminkan adanya pemulihan yang berkelanjutan dalam sektor ketenagakerjaan di Kepri.
Secara persentase, TPT Kepri menempati posisi tertinggi di Sumatera dan tertinggi kedua secara nasional setelah Banten sebesar 7,02%. Namun penurunan TPT Kepri juga menjadi yang tertinggi kedua nasional sebesar 1,58%. Ini menjadi sinyal positif bahwa Masyarakat Kepri telah memiliki akses dan kesempatan yang lebih baik terhadap lapangan pekerjaan dan kesempatan untuk berkontribusi dalam perekonomian.
Pada Februari 2024, jumlah orang bekerja di Kepri mencapai 1,003 juta orang atau 93,06% dari total Angkatan kerja. Komposisi tenaga kerja di Kepri terserap dari tiga sektor lapangan usaha yaitu industri pengolahan (21,73%), perdagangan (15,94%), dan penyediaan akomodasi makanan minuman (11,16%).
Grafik 3. Tingkat Pengangguran Terbuka di Kepri
Lalu, bagaimana dengan ketimpangan pendapatan atau Gini Rasio?
Gini Rasio Kepri per Maret 2024 sebesar 0,349, meningkat 0,009% poin dibandingkan Maret 2023 sebesar 0,340. Ini dapat diartikan ketimpangan pengeluaran meningkat pada periode Maret 2024. Angka Gini Rasio Kepri berada di peringkat kedua tertinggi di Sumatera.
Pertumbuhan ekonomi yang terus melaju nyatanya tidak serta merta mengurangi ketimpangan sosial. Ini menunjukkan bahwa kemanfaatan dari pertumbuhan ekonomi di suatu daerah khususnya di Kepulauan Riau pada periode Maret 2024 belum dirasakan secara merata. Artinya golongan Masyarakat berpendapatan rendah mempunyai kecepatan yang lebih rendah dalam menikmati kue pertumbuhan ekonomi.
Grafik 4. Gini Rasio Kepri periode Maret 2020 – Maret 2024
Namun dari sisi Pembangunan manusia, Kepri mencatatkan pertumbuhan sebesar 0,76% menjadi 79,08 dan teracatat sebagai provinsi dengan IPM tertinggi di Sumatera selama lima tahun berturut-turut dan tertinggi ketiga nasional.
IPM merupakan indikator yang digunakan untuk melihat keberhasilan capaian hasil Pembangunan suatu wilayah dalam aspek Pembangunan manusia. Tidak hanya mengukur capaian ekonomi semata, IPM juga memiliki esensi dasar sebagai indikator atas kebahagiaan manusia dalam aspek kehidupan.
Angka IPM terdiri dari tiga dimensi yaitu umur panjang dan hidup sehat (long and healthy life), pendidikan (education), dan standar hidup layak (decent standard of living) diukur dari pendapatan perkapita riil yang telah disesuaikan dengan daya beli (purchasing power parity/PPP) di wilayah studi.
Grafik 5. Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Kepri, 2020-2023
Provinsi Kepulauan Riau masih menghadapi tantangan dalam Pembangunan wilayahnya terutama dalam mengoptimalkan potensi ekonomi yang selama ini belum tergarap seperti kelautan dan kemaritiman yang luasnya mencapai 96% dari total wilayah Kepri.
Tentu saja, Kepri membutuhkan pemimpin yang visioner yang mampu menggerakkan seluruh potensi yang ada dalam membawa pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan seluruh Masyarakat pada masa mendatang. Semoga, pilkada pada 20 November mendatang bisa menghasilkan pemimpin yang mampu membawa perubahan menuju Kepri yang lebih baik. ***
Cermati artikel opini lain:
- Mengukur Tingkat Kemandirian Fiskal Daerah di Provinsi Kepulauan Riau
- Kotak Kosong Bentuk Etalase Politik yang Kosong
- Hilirisasi, Kedaulatan Industri dan Rempang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News