Hilirisasi, Kedaulatan Industri dan Rempang

Hilirisasi industri kuarsa

Pembangunan hilirisasi pasir kuarsa atau silika di Rempang, Batam, menjadi upaya pemerintah melahirkan kedaulatan industri nasional yang berkaitan erat dengan eksistensi bangsa.

Hilirisasi industri kuarsa

Ada tiga sektor hilirisasi industri yang sedang digesa pemerintahan Joko Widodo. Pertama, hilirisasi berbasis agro. Kedua, berbasis tambang mineral, dan ketiga, berbasis migas dan batubara.

Yang selalu jadi perdebatan sampai sekarang adalah apa manfaatnya hilirisasi bagi Indonesia. Manfaat paling utama adalah kedaulatan industri nasional. Mengapa?
Selama beberapa dekade terakhir kita selalu dikenal sebagai pemasok bahan mentah terbesar, baik sawit, batubara, mineral, dan migas. Kita bangga? Dulu iya..sekarang harusnya tidak bangga lagi.

Ternyata kita bisa memperoleh manfaat yang jauh lebih besar ketika bahan baku tadi diolah menjadi barang jadi di Indonesia. Itulah yang disebut hilirisasi. Mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi, dari industri hulu menuju industri hilir.

Ketika ekspor bahan mentah dilarang, maka negara manapun yang berminat harus membangun industri pemurnian dan pengolahan bahan mentah tersebut menjadi bahan jadi atau setengah jadi. Di sini yang saya maksud dengan kedaulatan tadi.
Investasi masuk ke daerah sumber bahan baku tadi, pabrik pemurnian (smelter) berkembang, lapangan kerja terbuka, dan akhirnya ekonomi daerah tumbuh. Nilai tawar Indonesia semakin besar terhadap negara maju. Dengan hilirisasi ini, Indonesia tengah bersiap menuju negara maju.

Upaya ini sudah dimulai, hilirisasi bahan mineral seperti bauksit menjadi alumunium, crude palm oil (CPO) minyak kelapa sawit menjadi oleokimia, batubara menjadi Dimetil eter (DME), dan yang paling fenomenal mengolah nikel menjadi feronikel dan nickel pig iron (NPI).

Puluhan industri smelter tumbuh di sekitar lokasi tambang. Memberikan berbagai manfaat bagi daerah setempat. Presiden Jokowi berkeinginan hilirisasi nikel bisa lebih dalam lagi menghasilkan barang jadi seperti baterai listrik untuk menunjang ekosistem kendaraan listrik global.

Begitu juga dengan rencana PT Makmur Elok Graha (MEG) membangun hilirisasi pasir kuarsa atau silika menjadi kaca. Seperti nikel, Jokowi berencana melarang ekspor pasir kuarsa karena memiliki industri turunan yang besar.

MEG menggandeng Xinyi Glass Holding untuk membangun hilirisasi kuarsa di Pulau Rempang dengan investasi hingga USD11 miliar atau setara Rp172 triliun. Ini akan jadi yang pertama dan terbesar di Indonesia.

Produk turunan yang bakal dihasilkan antara lain bahan baku kaca hingga barang jadi kaca untuk otomotif dan panel surya untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Pasar global untuk kedua produk tersebut masih sangat besar pada masa datang.

Sumber pasir kuarsa juga masih sangat besar. Di Kepri ada di Lingga dan Natuna, termasuk juga pasir laut Kepri dengan kandungan silika hingga 94% terhampar di endapan hingga miliaran kubik menunggu untuk digarap.

Jika nanti berkembang, smelter kuarsa di Rempang tentu butuh tenaga kerja yang banyak. Selain tenaga kerja asal China, tenaga kerja lokal tentu harus juga diperhatikan.

Selain Rempang, Xinyi Glass Holding sebenarnya sudah menjalin kesepakatan dengan pengelola KEK JIIPE di Gresik, Jatim, dan pada September 2022 lalu, Xinyi juga menjajaki rencana membangun smelter di Bangka Belitung, daerah dengan cadangan kuarsa yang besar.

Yang mana yang duluan jalan, apakah Rempang, Bangka, atau Gresik? Kita tunggu saja informasi berikutnya.
Seperti halnya rencana proyek besar yang dua tahun terakhir menghiasi laman media, sampai hari ini belum ada yang terwujud.

Seingat saya, tahun lalu ada tujuh konsorsium yang berminat membangun proyek PLTS skala besar dengan investasi hingga US$20 miliar atau setara Rp300 triliun untuk kapasitas PLTS hingga 20 gigawatt. Sampai sekarang senyap.

Untuk investasi Rempang ini semoga saja segera terwujud walau ada riak-riak penolakan warga setempat. Seperti halnya smelter di daerah lain, dampak ekologi juga harus menjadi prioritas agar manfaat ekonomi yang ingin dicapai justru berdampak negatif terhadap lingkungan sekitar.

Terhadap masyarakat sekitar yang akan direlokasi, semoga ditemukan solusi saling menguntungkan agar kepentingan masyarakat terhadap tanah leluhurnya tidak hilang, dan kepentingan investasi bisa tetap berlanjut. MERDEKA!!

***

Pos terkait