Kotak Kosong Bentuk Etalase Politik yang Kosong

calon tunggal pilkada batam
Ilustrasi.

Tren melawan kotak kosong menjadi isu menarik pada momen Pemilihan Kepala Daerah. Fenomena ini mengalami peningkatan pada setiap musimnya.

Pilkada serentak tahun 2015 merupakan titik awal munculnya istilah “Calon Tunggal” melawan “Kotak Kosong”. Keputusan MK No.100/PUU-XII/2015 mengurai jalan buntu di sejumlah daerah. Belum adanya dasar hukum yang kuat untuk legalitas calon tunggal membuat beberapa daerah hampir gagal mengikuti Pilkada pada saat itu.

Putusan MK tersebut pada akhirnya memberi kepastian jalannya demokrasi meski Pilkada hanya diikuti satu calon. Skemanya dengan memberikan pilihan kolom kosong pada kertas suara sebagai bentuk tidak setuju terhadap calon tunggal yang ada.

Tercatat ada tiga daerah yang menyelenggarakan Pilkada dengan calon tunggal pada tahun 2015. Hasilnya dimenangkan oleh calon tunggal dengan selisih suara yang besar. Pada Pilkada serentak berikutnya tahun 2017, jumlah calon tunggal justru bertambah menjadi 9 pasang. Suara calon tunggal masih unggul dari suara kotak kosong.

Selanjutnya, Pilkada 2018 jumlahnya bertambah menjadi 16 calon tunggal. Namun kini hasilnya semakin variatif. Di beberapa daerah, sejumlah kandidat terlihat mendominasi hasil Pilkada, bahkan di Kabupaten Jayawijaya calon tunggal berhasil memenangkan Pilkada dengan presentase 99 persen.

Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Puncak, calon tunggal berhasil memperoleh suara di atas 90 persen. Berbeda dengan Pilkada yang terjadi di Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, Kotak Kosong justru berhasil mengalahkan calon tunggal.

Kemenangan kotak kosong ini merupakan yang pertama dalam sejarah Pilkada serentak di Indonesia. Pada Pilkada tahun 2020 kontestan calon tunggal terus mengalami kenaikan, jumlahnya menjadi 25 calon tunggal dengan perolehan hasil seluruhnya menang. Fenomena ini semakin meningkat drastis dari Pilkada ke Pilkada berikutnya.

Atmosfer Pilkada 2024 di Kepulauan Riau juga turut menghangat setelah muncul isu akan melawan kotak kosong di beberapa daerah. Kota Batam, Kabupaten Bintan, dan Kabupaten Lingga menjadi daerah yang perlu mendapat atensi besar terkait isu ini. Ditambah lagi adanya isu “setting” politik agar terciptanya Calon Tunggal melawan Kotak Kosong pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Riau tahun 2024. Hal ini tentu harus dihindari, karena tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang ideal.

Menjadi calon tunggal seolah dianggap sebagai tiket yang mudah dalam meraih kemenangan dengan menghindari kompetisi antar pasangan calon. Namun, catatan sejarah pada Pilkada Makassar 2018 justru membalikkan logika seperti itu. Kejutan kemenangan kotak kosong mengindikasikan bahwa pemilih mampu melakukan konsolidasi untuk melawan oligarki elite partai politik yang memaksakan pengusungan calon tunggal.

Dalam proses konsolidasi demokrasi, semakin banyaknya calon kandidat yang muncul akan membuat demokrasi elektoral semakin berkualitas. Para kandidat akan mempersiapkan program-program alternatif dan gagasan yang menarik perhatian masyarakat.

Keunggulan masing-masing kandidat inilah yang akan mewarnai riuhnya pilkada. Dengan demikian, masyarakat menjadi banyak pilihan, proses pemilihan kepala daerah benar-benar menjadi pesta rakyat dalam menyambut kehadiran pemimpin baru. Calon tunggal melawan kotak kosong menihilkan dinamika politik seperti itu.

Meskipun belum masuk timeline pendaftaran calon kepala daerah, Surat Rekomendasi maupun Surat Keputusan Partai Politik yang telah terbit untuk Pilkada di daerah Provinsi Kepulauan Riau, hampir sebagian besar mengerucut pada satu pasangan calon.

Demokrasi multipartai dengan jumlah pemilih yang besar seharusnya mampu menjadi ruang untuk melahirkan pemimpin-pemimpin alternatif. Di sisi lain, dimensi ideologi partai nyatanya juga tidak mampu menjamin partai politik tersebut akan menyatu atau malah menjadi rival. Seharusnya corak ideologi partai juga mampu melahirkan kompetisi yang kuat.

Contoh misal antara sesama partai yang berideologi nasionalis seperti PDIP dan Gerindra. Nasdem dan Golkar yang cenderung sama-sama progresif justru malah menjadi rival. Sedangkan PKS yang kental dengan ideologi islam biasanya berdiri sendiri dalam beberapa pandangan politik, meskipun akhirnya ikut mencair dan mendukung pasangan Amsakar Achmad-Li Claudia Chandra yang akan didukung 11 Partai Politik di Pilwako kota Batam.

Aksi borong gerobak tentu mengancam kandidat lawan, yang otomatis akan tereliminasi karena tidak mendapatkan porsi kursi yang cukup untuk mendaftar sebagai calon. Partai politik secara jamak menciptakan koalisi gemuk dengan mengusung calon tunggal di beberapa daerah.

Anomali politik yang demikian menyisakan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Meskipun sah secara norma, realitas baru calon tunggal melawan kotak kosong adalah bentuk kemunduran dalam proses demokrasi elektoral.

Pilkada tanpa adanya kompetisi antar kandidat hanya menyodorkan etalase politik kosong minim gagasan alternatif. Tidak ada ide yang dapat diuji, tidak ada gagasan yang bisa di adu. Masyarakat tidak punya pilihan lain selain menyaksikan drama monolog rekayasa elit-elit politik.

Pilkada bagi partai politik harusnya menjadi momentum kompetisi figur dan ideologi partai. Alih-alih berkompetisi, partai-partai politik kontemporer terkesan mengalami oksidasi.

Tentu banyak hal yang menjadi penyebab, kaderisasi partai politik yang gagal menjadi salah satu lanskap buram dari fenomena ini. Sistem kaderisasi yang baik tentu menghasilkan calon-calon pemimpin yang kompetitif.

Cost politik yang mahal rasanya juga turut mendasari partai-partai politik saat ini tidak berani bertarung dan lebih memilih bergabung dengan koalisi yang memiliki kans kemenangan besar. Ini menjadi karpet merah bagi elite-elite yang mempunyai basis kapital dan jaringan yang kuat. Kandidat yang berada dalam episentrum politik elite dapat dengan mudah membuka ruang kotak kosong dengan mengkooptasi partai-partai yang ada.

Tahapan Pilkada akan segera tiba pada posisi start, proses pendaftaran Calon Kepala Daerah sesuai Tahapan dan Jadwal Pemilihan Umum Tahun 2024 akan dimulai pada tanggal 27 Agustus sampai dengan 21 September 2024.

Pilkada serentak tahun 2024 khususnya di Provinsi Kepulauan Riau harus menjadi momentum yang baik bagi partai politik untuk menghadirkan suasana demokrasi yang baik. Harapannya agar lahir pemimpin-pemimpin dari hasil seleksi dan kompetisi yang sehat.

Partai politik sebagai pilar demokrasi menjadi satu-satunya kendaraan politik yang legitimit untuk menghantarkan calon-calon pemimpin. Pada saat seperti inilah peran Partai Politik menjadi sangat vital, berfungsinya lembaga politik yang ideal tentu akan berefek positif terhadap kualitas kehidupan berdemokrasi.

Mari, kita kembalikan demokrasi elektoral kita menjadi prosedur politik yang benar untuk menghasilkan pemimpin-pemimpin yang demokratis. ***

Baca: 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait