JAKARTA (gokepri) – Kejagung sepanjang 2024 membongkar serangkaian kasus korupsi besar. Dari megakorupsi timah yang merugikan negara ratusan triliun, suap hakim dalam perkara Ronald Tannur, hingga korupsi impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.
Pada 2020–2023, Kejaksaan Agung (Kejagung) di bawah kepemimpinan Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengungkap sejumlah kasus besar. Di antaranya korupsi Jiwasraya, korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Duta Palma, serta korupsi minyak goreng.
Pada 2024, Kejagung kembali membongkar kasus-kasus dugaan korupsi yang menggemparkan. Berikut beberapa di antaranya.
Megakorupsi Timah
Pada akhir 2023, Kejagung menggeledah sejumlah lokasi dan memeriksa saksi terkait dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015–2022. Salah satu lokasi yang digeledah adalah kantor PT Refined Bangka Tin (RBT).
Pengembangan kasus ini berujung pada penetapan tersangka pertama pada Januari 2024, yaitu Toni Tamsil. Ia diduga menghalang-halangi penyidikan.
Penyidik kemudian menetapkan sejumlah tersangka lain, termasuk beberapa tokoh penting. Pada Maret 2024, suami selebritas Sandra Dewi, Harvey Moeis, yang diduga sebagai perpanjangan tangan PT RBT, ditetapkan sebagai tersangka.
Tersangka lain yang menarik perhatian publik adalah Hendry Lie, beneficiary owner (pemilik manfaat) PT Tinido Inter Nusa (TIN), yang juga dikenal sebagai pemilik Sriwijaya Air.
Kasus ini tak hanya menjerat pihak swasta. Mantan pejabat negara, yaitu Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2015–2020, Bambang Gatot Ariyono, juga ditetapkan sebagai tersangka.
Total tersangka dalam kasus ini berjumlah 23 orang. Beberapa di antaranya telah divonis di pengadilan.
Baca Juga:
Korupsi Emas Antam, Crazy Rich Surabaya Budi Said Divonis 15 Tahun Penjara
Kerugian negara dalam kasus korupsi tata niaga pertambangan timah ini mencapai lebih dari Rp 300 triliun, berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Rincian kerugian tersebut terdiri atas kerugian kerja sama PT Timah Tbk dengan smelter swasta sebesar Rp 2,285 triliun, kerugian pembayaran bijih timah kepada PT Timah Tbk sebesar Rp 26,649 triliun, dan kerugian lingkungan sebesar Rp 271,1 triliun.
Suap dalam Putusan Ronald Tannur
Publik masih ingat vonis bebas yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya kepada Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Padahal, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ronald dengan hukuman 12 tahun penjara.
Putusan ini menimbulkan pertanyaan dari keluarga korban dan publik karena pertimbangan hakim dinilai tidak berpihak pada korban.
Kejagung mencurigai kejanggalan dalam putusan tersebut. Lembaga ini memeriksa tiga hakim yang menjatuhkan putusan, yaitu Erintuah Damanik (hakim ketua), Heru Hanindyo, dan Mangapul (hakim anggota).
Penggeledahan juga dilakukan di beberapa properti milik para hakim. Petugas menemukan uang tunai miliaran rupiah dalam berbagai mata uang, bukti transaksi keuangan, dan catatan pemberian uang kepada pihak terkait.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menduga uang tersebut berasal dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat.
Pada Oktober 2024, ketiga hakim tersebut ditetapkan sebagai tersangka suap. Lisa Rahmat juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Penangkapan keempat tersangka ini mengungkap dugaan praktik suap untuk membebaskan Ronald Tannur.
Penyidikan Kejagung berlanjut dan mengungkap kasus baru, yaitu dugaan pemufakatan jahat berupa suap atau gratifikasi dalam penanganan perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi.
Mahkamah Agung (MA) saat itu mengabulkan kasasi penuntut umum dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald.
Mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung, Zarof Ricar, dan Lisa Rahmat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemufakatan jahat ini.
Dalam kasus ini, Lisa Rahmat diduga meminta Zarof Ricar untuk mengupayakan hakim agung di MA membebaskan Ronald Tannur dalam putusan kasasi.
Lisa menyiapkan dana Rp 5 miliar untuk hakim agung berinisial S, A, dan S, serta fee Rp 1 miliar untuk Zarof.
Dalam penyidikan, Zarof mengaku belum memberikan uang tersebut kepada ketiga hakim agung. Penyidikan juga mengungkap Zarof telah menjadi makelar kasus selama 10 tahun. Petugas menemukan uang tunai hampir Rp 1 triliun dan 51 kilogram emas di rumahnya.
Setelah dugaan pemufakatan jahat terungkap, Kejagung bergerak cepat memeriksa keluarga Ronald Tannur untuk menelusuri asal-usul uang yang digunakan Lisa Rahmat untuk suap.
Beberapa hari kemudian, ibu kandung Ronald Tannur, Meirizka Widjaja (MW), ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus suap.
Meirizka mengenal Lisa Rahmat karena anak mereka bersekolah di tempat yang sama. Saat Ronald tersandung kasus pembunuhan, Meirizka meminta Lisa menjadi penasihat hukum putranya.
Lisa kemudian memberitahukan kepada Meirizka bahwa ada biaya yang diperlukan dalam penanganan kasus Ronald. Meirizka akhirnya memberikan uang Rp 3,5 miliar secara tunai dan ada pula yang ditalangi Lisa.
Lisa juga meminta Zarof Ricar memperkenalkan dirinya kepada seorang pejabat di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk memilih majelis hakim yang akan menyidangkan perkara Ronald Tannur.
Saat ini, kasus suap ini masih terus berkembang. Penyidik masih mendalami asal-usul uang hampir Rp 1 triliun yang ditemukan di rumah Zarof Ricar.
Kejagung bekerja sama dengan Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk menangani pelanggaran kode etik hakim yang terlibat.
Penangkapan Tom Lembong
Kejagung menyelidiki dugaan korupsi impor gula periode 2015–2023 di Kementerian Perdagangan (Kemendag) sejak 2023.
Kemendag diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) yang seharusnya diolah menjadi gula kristal putih (GKP) kepada pihak yang diduga tidak berwenang.
Setahun kemudian, pada 29 Oktober 2024, mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, ditetapkan sebagai tersangka.
Penyidik Kejagung juga menetapkan CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), sebagai tersangka.
Kejagung menjelaskan bahwa pada 28 Desember 2015, dalam rapat koordinasi bidang perekonomian yang dihadiri kementerian di bawah Kemenko Perekonomian, dibahas bahwa Indonesia kekurangan 200 ribu ton gula kristal putih pada 2016 untuk stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional.
Pada November–Desember 2015, tersangka CS memerintahkan bawahannya bertemu dengan delapan perusahaan gula swasta: PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI. Pertemuan itu membahas kerja sama impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih.
Pada Januari 2016, Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT PPI untuk memenuhi stok gula nasional dan menstabilkan harga gula melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk mengolah 300 ribu ton gula kristal mentah menjadi gula kristal putih.
PT PPI kemudian membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan tersebut. Kejagung menyatakan seharusnya yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan impor hanya boleh dilakukan oleh BUMN, yaitu PT PPI.
Namun, dengan sepengetahuan dan persetujuan Tom Lembong, persetujuan impor gula kristal mentah tetap ditandatangani. Delapan perusahaan yang ditugaskan mengolah gula kristal mentah itu sebenarnya hanya memiliki izin produksi gula rafinasi.
Gula kristal putih yang diproduksi delapan perusahaan itu kemudian seolah-olah dibeli oleh PT PPI. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp 16 ribu per kilogram, di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 13 ribu per kilogram, dan tidak melalui operasi pasar.
Dari praktik tersebut, PT PPI mendapat upah Rp 105 per kilogram dari delapan perusahaan yang terlibat.
Kerugian negara akibat perbuatan tersebut diperkirakan mencapai Rp 400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta, yang seharusnya menjadi milik BUMN atau PT PPI.
Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka memicu perdebatan. Jaksa Agung ST Burhanuddin, saat rapat dengan Komisi III DPR RI, menegaskan tidak ada maksud politik dalam penetapan Tom Lembong sebagai tersangka.
Baca Juga:
Tenaga Honorer Desa di Bintan Jadi Tersangka Korupsi
Jaksa Agung menyatakan penindakan Kejagung semata-mata berlandaskan aspek yuridis. Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka, menurutnya, dilakukan secara hati-hati.
Tim kuasa hukum Tom Lembong juga mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan kliennya sebagai tersangka.
Setelah beberapa kali persidangan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan tersebut. Alasannya, surat perintah penahanan telah diberitahukan kepada tersangka dan keluarganya, sehingga secara administrasi telah dipenuhi oleh Kejagung.
Dengan demikian, Tom Lembong akan kembali menjalani penyidikan. Kejagung juga akan terus mengembangkan penyelidikan kasus ini. ANTARA