JAKARTA (gokepri) – Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai modus penipuan yang mengatasnamakan toko daring (online shop) fiktif dan oknum yang mengaku sebagai petugas Bea Cukai. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menegaskan seluruh pembayaran resmi terkait kepabeanan tidak pernah dilakukan melalui transfer ke rekening pribadi.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo, menjelaskan para pelaku umumnya menawarkan barang dengan harga jauh di bawah pasar melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram. Setelah korban melakukan transaksi, pelaku lain akan menghubungi korban dengan mengaku sebagai petugas Bea Cukai dan menyatakan bahwa barang yang dibeli adalah ilegal. Selanjutnya, pelaku akan meminta korban mentransfer sejumlah uang ke rekening pribadinya dengan alasan pembayaran pajak. Modus ini seringkali disertai ancaman penangkapan, penjara, atau denda besar jika korban menolak permintaan tersebut.
Budi Prasetiyo menegaskan Bea Cukai tidak pernah menghubungi pengguna jasa secara langsung, apalagi meminta pembayaran melalui transfer pribadi. “Kami pastikan bahwa petugas Bea Cukai tidak menghubungi pengguna jasa secara langsung, dan seluruh pembayaran resmi terkait kepabeanan menggunakan kode billing yang langsung masuk ke kas negara, tidak pernah melalui rekening pribadi,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Salah satu contoh kasus penipuan modus online shop fiktif terjadi pada Maret 2025, menimpa seorang pengguna X dengan akun @el leyas. Korban ditengarai kehilangan Rp500.000 setelah membeli gamis dari akun Instagram @myeshafashion_. Pelaku kemudian mengaku sebagai petugas Bea Cukai bernama “Anita Iskandar” dan menginformasikan paket korban ditahan karena pengiriman tidak resmi. Pelaku meminta korban membayar biaya pengurusan cek kuitansi sebesar Rp275.000 agar paket dapat dikeluarkan, bahkan menggunakan foto profil berseragam Bea Cukai untuk meyakinkan korban. Setelah uang ditransfer, pelaku menghilang dan menghapus percakapan sebelumnya.
“Pola ini memperbesar risiko penipuan karena transaksi dilakukan di luar platform yang memiliki sistem perlindungan konsumen, sehingga menyulitkan pelacakan dan pengembalian dana jika terjadi kerugian atau penipuan,” jelas Budi. Data Bea Cukai hingga Februari 2025 menunjukkan peningkatan tren pengaduan kasus penipuan, dengan 654 pengaduan diterima atau naik 9 persen dibandingkan Januari 2025 yang mencatat 598 pengaduan. Modus penipuan terbanyak selama Februari adalah online shop fiktif dengan 342 kasus.
Untuk menghindari menjadi korban penipuan, Budi mengimbau masyarakat untuk tidak panik dan tidak terburu-buru mengirimkan uang. Ia menyarankan untuk selalu melakukan verifikasi informasi melalui kanal resmi Bea Cukai, seperti Contact Center Bravo Bea Cukai 1500225 atau media sosial @beacukaiRI. Selain itu, masyarakat juga diminta untuk melaporkan kejadian penipuan kepada pihak kepolisian dengan membawa bukti-bukti yang ada.
“Kami berharap, dengan semakin meningkatnya kewaspadaan masyarakat akan modus dan ciri-ciri penipuan mengatasnamakan Bea Cukai, jumlah korban dan kerugian dapat diminimalisasi. Tetap waspada, verifikasi setiap informasi, dan jangan ragu untuk melaporkan indikasi penipuan,” pungkas Budi.
Baca Juga: 400 WNI Korban Penipuan di Myanmar Pulang ke Tanah Air
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News