Praktik Lancung Kebun Sawit Ilegal di Bintan, Tirta Madu Didenda Rp10 Miliar

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit IV Bintan - Tanjungpinang memasang papan pengumuman berisi peringatan untuk tidak merusak hutan di Bintan, Kepulauan Riau. FOTO ANTARA/Nikolas Panama

BINTAN (gokepri) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menindak perkebunan sawit ilegal di Bintan. Praktik lancung yang membabat hutan produksi menjadi lahan sawit demi meraup cuan.

Perusahaan perkebunan sawit, PT Tirta Madu, mendapat sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena menggarap kawasan hutan produksi konversi secara ilegal di Desa Malang Rapat, Kabupaten Bintan. Luas lahan perkebunan kelapa sawit yang digarap oleh perusahaan tersebut mencapai 7.000 hektare, dan setelah dilakukan survei dan identifikasi, ternyata 4.000 hektare di antaranya masuk kawasan hutan produksi konversi.

“KLHK menindaklanjuti hasil temuan tersebut, tahap pertama denda dan tahap kedua menunggu sanksi,” ungkap Kepala KPHP Unit IV Bintan – Tanjungpinang, Ruah Alim Maha, Kamis 16 Februari 2023.

Sebagai tindak lanjut, KLHK menetapkan sanksi berupa pembayaran denda sebesar Rp10 miliar terhadap lahan hutan produksi konversi seluas 1.500 hektare yang dikelola untuk kepentingan bisnis perkebunan kelapa sawit. Denda tersebut sudah dibayar oleh pihak perusahaan dua tahun lalu.

Namun, untuk lahan hutan produksi konversi seluas 2.500 hektare yang juga dikelola oleh perusahaan, KLHK belum menetapkan sanksi. Tim KLHK dalam waktu dekat akan melakukan analisis berdasarkan survei dan identifikasi di kawasan hutan lindung produksi sehingga dapat menghitung nilai kerugian negara. Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit IV Bintan – Tanjungpinang, Ruah Alim Maha memprediksi bahwa nilai denda yang dikenakan pada tahap kedua akan lebih besar dari sanksi tahap pertama.

“Denda itu menjadi pendapatan negara pada sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP),” kata Ruah.

Perusahaan perkebunan sawit tersebut sudah mengajukan permohonan pelepasan hutan produksi konversi untuk perkebunan kelapa sawit sejak tahun 2015. Namun, sebagian permohonan tersebut baru dapat terealisasi pada tahun 2021 setelah pihak perusahaan membayar sanksi denda tersebut. Lahan seluas 1.500 hektare yang awalnya masuk kawasan hutan produksi konversi sudah dilepaskan untuk perkebunan kelapa sawit, sementara lahan hutan produksi konversi seluas 2.500 hektare berpotensi dilepaskan KLHK setelah pihak perusahaan membayar denda.

Ruah Alim Maha menambahkan bahwa pihak perusahaan memiliki etikat yang baik dalam penyelesaian permasalahan tersebut. Meski demikian, ia menegaskan bahwa denda yang dikenakan akan menjadi pendapatan negara pada sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan bahwa tergantung hasil analisis tim KLHK, kemungkinan permohonan pihak perusahaan dikabulkan jika memenuhi prosedur, seperti membayar denda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Baca Juga: 40 Persen Hutan Pulau Bintan Rusak, Alih Fungsi dan Pembalakan Liar Jadi Penyebab

Sumber: Antara
Penulis: Candra Gunawan

Pos terkait