BATAM (gokepri) – Korban kekerasan sering menghadapi kesulitan dalam mendapatkan akses visum dan pendampingan yang layak. Untuk menjawab kebutuhan ini, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Batam menggandeng tiga rumah sakit.
Upaya ini guna mempermudah proses visum sekaligus memberikan pendampingan kepada korban. Langkah ini diharapkan tidak hanya memperkuat penanganan hukum, tetapi juga membantu pemulihan psikologis korban, terutama perempuan dan anak-anak.
Tiga rumah sakit itu yakni RSUD Embung Fatimah, Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kepri, dan Rumah Sakit Awal Bros. “UPTD juga menyediakan mobil yang siap mengantar korban untuk menjalani visum,” kata Kepala UPTD PPA Batam, Dedy Suryadi, Kamis 28 November 2024.
Data Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Batam mencatat, dari Januari hingga Oktober 2024, terdapat 178 kasus kekerasan terhadap anak di Batam.
Sebagian besar kasus adalah kekerasan seksual dengan jumlah 124 kasus. Kekerasan fisik tercatat sebanyak 26 kasus, kekerasan psikis 4 kasus, trafficking 1 kasus, dan lainnya 23 kasus. Sebagian besar korban adalah anak perempuan (150 orang), sementara anak laki-laki berjumlah 28 orang.
Baca: Rumah Melati, Upaya Menurunkan Kekerasan Perempuan dan Anak
Sementara itu, kekerasan terhadap perempuan tercatat sebanyak 27 kasus. Rinciannya, kekerasan fisik 7 kasus, psikis 5 kasus, seksual 4 kasus, penelantaran 1 kasus, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 2 kasus, dan lainnya 8 kasus.
Dedy menegaskan pentingnya visum dalam penanganan kasus kekerasan. Visum tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hukum, tetapi juga bagian dari proses penyembuhan psikologis korban. “Saat visum dilakukan, korban tidak akan sendiri. Tim kami siap mendampingi dan memberikan pengertian agar korban merasa aman dan tidak semakin tertekan,” ujarnya.
Ia menambahkan pendampingan sangat penting untuk mengurangi rasa takut atau malu yang mungkin dirasakan korban.
“Yang diperiksa adalah bagian-bagian sensitif. Oleh karena itu, kehadiran pendamping diperlukan untuk mendukung keberanian korban,” jelasnya.
Meski beberapa kasus terjadi di masa lampau sehingga visum tidak memungkinkan, UPTD PPA tetap memberikan asesmen melalui identifikasi masalah secara mendalam.
“Kami mengevaluasi kejadian berdasarkan waktu, tempat, dan suasana. Misalnya, kondisi korban saat itu, lokasi kejadian, dan siapa saja yang ada di tempat tersebut. Informasi ini akan digunakan dalam laporan yang diajukan ke ranah hukum,” kata Dedy.
Dedy berharap kerja sama dengan tiga rumah sakit ini dapat mempercepat dan mengoptimalkan penanganan kasus kekerasan, khususnya yang melibatkan perempuan dan anak-anak. ANTARA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News