Batam (gokepri) – Kebijakan pemerintah memulai hilirisasi komoditas pasir kuarsa atau silika di Pulau Rempang menawarkan kesempatan bagi Batam. Kota ini akan mempunyai industri hilirisasi kuarsa terbesar di Indonesia. Namun, investasi harus mampu menyejahterakan masyarakat di sekitar sentra hilirisasi.
Arah kebijakan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah dengan hilirisasi kuarsa di Pulau Rempang diungkap pengamat ekonomi Suyono Saputra.
Hal itu berkaitan dengan rencana investasi perusahaan asal China Xinyi Group yang digandeng oleh PT Makmur Elok Graha. Xinyi akan membangun hilirisasi pasir kuarsa atau silika menjadi kaca. Seperti nikel, Jokowi berencana melarang ekspor pasir kuarsa karena memiliki industri turunan yang besar.
MEG menggandeng Xinyi Glass Holding untuk membangun hilirisasi kuarsa di Pulau Rempang dengan investasi hingga USD11 miliar atau setara Rp172 triliun.
“Ini akan jadi yang pertama dan terbesar di Indonesia,” ujar Suyono yang juga dosen ekonomi Universitas Internasional Batam. Ia menerangkan, Produk turunan yang bakal dihasilkan antara lain bahan baku kaca hingga barang jadi kaca untuk otomotif dan panel surya untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Pasar global untuk kedua produk tersebut masih sangat besar pada masa datang.
Sumber pasir kuarsa juga masih sangat besar. Di Kepri ada di Lingga dan Natuna, termasuk juga pasir laut Kepri dengan kandungan silika hingga 94% terhampar di endapan hingga miliaran kubik menunggu untuk digarap.
“Jika nanti berkembang, smelter kuarsa di Rempang tentu butuh tenaga kerja yang banyak. Selain tenaga kerja asal China, tenaga kerja lokal tentu harus juga diperhatikan,” tegas Suyono.
“Seperti halnya smelter di daerah lain, dampak ekologi juga harus menjadi prioritas agar manfaat ekonomi yang ingin dicapai justru berdampak negatif terhadap lingkungan sekitar.”
Selain Rempang, Xinyi Glass Holding sebenarnya sudah menjalin kesepakatan dengan pengelola KEK JIIPE di Gresik, Jatim, dan pada September 2022 lalu, Xinyi juga menjajaki rencana membangun smelter di Bangka Belitung, daerah dengan cadangan kuarsa yang besar.
Suyono menambahkan ada tiga sektor hilirisasi industri yang sedang digesa pemerintahan Joko Widodo. Pertama, hilirisasi berbasis agro. Kedua, berbasis tambang mineral, dan ketiga, berbasis migas dan batubara.
Yang selalu jadi perdebatan sampai sekarang, lanjut dia, adalah apa manfaatnya hilirisasi bagi Indonesia. “Manfaat paling utama adalah kedaulatan industri nasional. Mengapa? Selama beberapa dekade terakhir kita selalu dikenal sebagai pemasok bahan mentah terbesar, baik sawit, batubara, mineral, dan migas. Kita bangga? Dulu iya. Sekarang harusnya tidak bangga lagi,” ujar dia.
“Ternyata kita bisa memperoleh manfaat yang jauh lebih besar ketika bahan baku tadi diolah menjadi barang jadi di Indonesia. Itulah yang disebut hilirisasi. Mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi, dari industri hulu menuju industri hilir.”
“Investasi masuk ke daerah sumber bahan baku tadi, pabrik pemurnian (smelter) berkembang, lapangan kerja terbuka, dan akhirnya ekonomi daerah tumbuh. Nilai tawar Indonesia semakin besar terhadap negara maju. Dengan hilirisasi ini, Indonesia tengah bersiap menuju negara maju.”
Begitu juga dengan rencana PT Makmur Elok Graha (MEG) membangun hilirisasi pasir kuarsa atau silika menjadi kaca. Seperti nikel, Jokowi berencana melarang ekspor pasir kuarsa karena memiliki industri turunan yang besar.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah menggaet investasi sebesar USD11,5 miliar saat kunjungan Presiden Joko Widodo ke Chengdu, China, pada 27—28 Juli 2023.
Menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam video keterangan pers, Jumat (28/7), Presiden Jokowi menyaksikan langsung penandatanganan nota kesepahaman investasi antara perusahaan kaca Xinyi Glass dengan pemerintah Indonesia.
“Xinyi ini perusahaan terbesar di dunia pemain kaca. Market share-nya 20 persen lebih, kurang lebih sekitar 26 persen market share dari perusahaan ini,” kata Bahlil. Bahlil mengatakan Xinyi telah berkomitmen untuk membangun industri di Rempang, Batam, dan akan menjadi pabrik kedua terbesar di dunia setelah China.
Menurut Bahlil, pabrik Xinyi tersebut nantinya akan menjadi wujud hilirisasi dari pabrik kuarsa dan beberapa bahan baku lain yang ada di Indonesia. “Kalau kita sudah sukses membangun ekosistem hilirisasi dari nikel, sekarang mulai kira dorong ke pasir kuarsa. Nanti output produknya akan dilakukan hampir 95 persen untuk ekspor, karena pasarnya adalah pasar luar negeri,” ujarnya.
Bahlil menambahkan bahwa pabrik Xinyi di Batam nantinya juga akan memproduksi panel surya yang bakal diperuntukkan pasar ekspor. “Total investasinya 11,5 billion USD dan mereka sebenarnya telah melakukan investasi tahap pertama di kawasan JIIPE tahun lalu sebesar 700 juta USD,” katanya. Bahlil merujuk pada pabrik PT Xinyi Glass Indonesia yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur.
Sementara itu, warga di Pulau Rempang, Batam, menolak rencana relokasi dan penggusuran 16 kampung tua atau kampung adat untuk proyek Rempang Eco City. Warga mendukung upaya pemerintah mengembangkan ekonomi, tetapi mereka tetap tegas menolak rencana relokasi dan penggusuran kampung tua.
Hilirisasi Tidak Akan Berhenti
Presiden Joko Widodo menegaskan kembali bahwa pemerintah tidak akan menghentikan program hilirisasi industri terhadap bahan-bahan mineral. Setelah pemerintah memutuskan untuk menghentikan ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah, pemerintah akan melanjutkan hal serupa untuk bahan mineral lainnya seperti tembaga dan bauksit.
“Hilirisasi tidak akan berhenti. Hilirisasi setelah nikel stop kemudian masuk ke tembaga, ke copper, nanti masuk lagi ke bauksit, dan seterusnya,” ujar Presiden Jokowi dalam keterangannya di hadapan awak media di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta, pada Kamis, 10 Agustus 2023.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa tidak ada negara maupun organisasi internasional mana pun yang bisa menghentikan keinginan Indonesia untuk melakukan hilirisasi. Presiden meyakini bahwa hilirisasi tersebut akan mendongkrak nilai tambah di dalam negeri.
“Memang siapa pun, negara mana pun, organisasi internasional apa pun, saya kira enggak hisa menghentikan keinginan kita untuk industrialisasi, untuk hilirisasi dari ekspor barang mentah ke barang setengah jadi atau barang jadi karena kita ingin nilai tambah ada di dalam negeri,” tegasnya.
Baca Juga:
- Hilirisasi, Kedaulatan Industri dan Rempang
- Riwayat Panjang Perjanjian Pulau Rempang
- Investasi Jumbo di Rempang Rp172 Triliun, Ciptakan 30.000 Lapangan Kerja
- Oleh-Oleh Jokowi dari China, Investasi USD11,5 Miliar Masuk Rempang
- Xinyi Glass Bangun Pabrik Kaca dan Panel Surya di Batam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News