Banjarmasin (gokepri.com) — Dalam diskusi publik “KUHP dalam Perspektif Kemerdekaan Pers”, Ahli hukum Bagir Manan mengajak wartawan dan media massa menjunjung tinggi etika publik. Jangan sampai awak media bertindak sebaliknya. Praktisi pers perlu memberikan contoh-contoh terbaik ke masyarakat.
“Ini yang menjadi perhatian kita bersama. Jangan sampai sebagai orang dan instrumen yang mendorong perubahan kita tak mampu menunjukkan contoh yang baik dalam beretika. Pers itu harus betul-betul benar dan menjadi contoh dalam beretika, termasuk dalam menjalankan fungsinya,” ungkapnya.
Bagir menambahkan pers yang bermartabat harus memiliki empat modal utama. Keempatnya adalah tetap loyal, setia, dan taat menjalankan prinsip jurnalisme demokratis, pers menjaga independensi, serta terakhir adalah pers tetap menjaga dirinya sebagai institusi publik.
Pers sendiri memiliki beragam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Tidak sekadar menyampaikan informasi, pers pun berfungsi lebih jauh dalam membentuk pendapat atau opini di masyarakat. wartawan dan media massa jangan terlena oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kemerdekaan Pers. Soalnya dalam undang-undang itu tidak pernah diatur secara jelas hukum pers. Insan pers diajaknya untuk tak sekadar menikmati kemerdekaan pers tapi lupa mengisinya dengan jurnalisme berkualitas.
“Seolah-olah jika wartawan dan pers akan diatur oleh hukum, maka wartawan acapkali bangga berlindung di UU Pers yang menyebutkan pers sepenuhnya pengaturan pers oleh pers sendiri. Padahal jika tanpa ada UU pers akan terjadi ‘kebebasan’ menggunakan kekuasaannya. Padahal kekuasaan tanpa batas itu cenderung korup,” cetus mantan Ketua Dewan Pers ini.
Bagir menyebut kemerdekaan pers harus mendapat perhatian. Pertama, perluasan cakupan tindak pidana yang dapat dikenakan kepada pers. Kedua, ancaman pidana yang lebih berat. Dalam telaahnya, Bagir mencatat ada 19 pasal di KUHP yang dapat menjerat pers ke ranah pidana dari hasil publikasinya yang terkait informasi kepada masyarakat. Tidak jarang, saat ini media dan wartawan kehilangan kemerdekaan pers karena terlalu menikmati kemerdekaan pers itu sendiri. Padahal kemerdekaan pers itu harus senantiasa dipelihara dan diperjuangkan.
Maka, menurut Bagir, pers harus menjaga kemerdekaannya. Yang pertama, pers harus sadar bahwa dirinya sebagai pranata publik. Kedua, pers menjunjung tinggi etika. Ketiga, perluasan wawasan wartawan agar pers dapat menjadi agen pembangunan, mata publik, pengawas, dan publik garda depan. Keempat, pers harus memiliki hati nurani.