JAKARTA (gokepri.com) – Perbedaan regulasi dan kebijakan antar daerah terkait penambangan pasir kuarsa menjadi sorotan Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI). Ketua Umum HIPKI Ady Indra Pawennari, menilai selisih Harga Patokan Mineral (HPM) di berbagai provinsi mengurangi daya saing investasi sektor tambang tersebut.
“Saat ini HPM Pasir Kuarsa di Lingga dan Natuna, Kepri, ditetapkan Rp250 ribu per ton. Sedangkan di Ketapang, Kalimantan Barat, hanya Rp26.415 per ton, dan di Sambas Rp66.038 per ton. Perbedaannya bisa mencapai 946 persen,” jelas Ady usai bertemu Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi BKPM, Todotua Pasaribu, Senin (3/2/2025).
Menurut Ady, perbedaan ini tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang mengatur HPM harus merujuk pada harga di mulut tambang.
Baca Juga: HIPKI Gandeng Kadin, Wujudkan Hilirisasi dan Tata Kelola Pasir Kuarsa
“Seharusnya jika semua daerah mengacu pada aturan yang ada, HPM pasir kuarsa akan relatif seragam atau setidaknya tidak berbeda terlalu jauh,” tambahnya.
Selain perbedaan HPM, Ady juga menyoroti proses perizinan tambang yang memakan waktu hingga 2-3 tahun. Hal ini dinilai tidak sejalan dengan kebutuhan investor yang menginginkan suplai bahan baku yang besar dan kontinyu.
“Pemerintah perlu mempercepat proses perizinan dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) ke IUP Operasi Produksi, tentu tanpa melanggar aturan yang ada,” tuturnya.
Dalam pertemuan itu, Ady yang juga Chief Executive Officer (CEO) PT Multi Mineral Indonesia ini turut menyampaikan harapan agar pemerintah segera menetapkan Harga Patokan Ekspor (HPE) untuk pasir kuarsa.
“Penetapan HPE sangat penting agar ekspor pasir kuarsa lebih terkontrol dan dapat mendukung pertumbuhan sektor ini secara berkelanjutan,” ujarnya.
Turut hadir dalam pertemuan itu Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal, Nurul Ichwan dan Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal, Tirta Nugraha Mursitama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News