DPR Melawan Putusan MK, Muhammadiyah: Menimbulkan Disharmoni Sistem Tata Negara

Putusan MK Usia Calon Kepala Daerah
Rapat kerja pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 (RUU Pilkada) di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). ANTARA/Melalusa Susthira K.

JAKARTA (gokepri) – PP Muhammadiyah mengkritik DPR yang melanjutkan pembahasan RUU Pilkada. Tindakan tersebut mengabaikan keputusan Mahkamah Konstitusi. DPR diminta untuk menghormati keputusan MK dan mengutamakan kepentingan negara.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengungkapkan kesulitan memahami langkah DPR RI yang melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada. Ia menilai tindakan tersebut sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) dan Undang-Undang.

“DPR sebagai lembaga legislatif seharusnya menghormati lembaga yudikatif, termasuk Mahkamah Konstitusi, dengan setinggi-tingginya,” kata Mu’ti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Sebelumnya, MK mengeluarkan putusan terbaru mengenai syarat ambang batas pencalonan dan persyaratan calon kepala daerah, yang dianggap sebagai angin segar bagi PDIP untuk berlaga di Pilkada DKI Jakarta.

Namun, sehari setelah keputusan MK, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kembali menggulirkan RUU Pilkada yang dinilai berpotensi mengoreksi putusan MK tersebut.

Mu’ti mengatakan, DPR sebagai representasi rakyat seharusnya mengutamakan dasar-dasar bernegara yang mengedepankan kebenaran, kebaikan, dan kepentingan negara serta rakyat, ketimbang kepentingan politik kekuasaan semata.

“DPR seharusnya tidak bertindak bertentangan dengan keputusan MK terkait persyaratan calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan dengan melanjutkan pembahasan RUU Pilkada 2024,” tegasnya.

Langkah DPR ini, lanjut Mu’ti, berpotensi menimbulkan disharmoni dalam sistem ketatanegaraan serta bisa menjadi sumber masalah serius dalam Pilkada 2024.

Kritik PP Muhammadiyah DPR

Baca: 

“Selain itu, tindakan ini dapat memicu reaksi publik yang berdampak pada suasana kebangsaan yang tidak kondusif,” tambahnya.

Mu’ti juga mendorong DPR dan pemerintah untuk lebih sensitif terhadap arus massa, akademisi, dan mahasiswa yang turun ke jalan menyampaikan aspirasi mengenai penegakan hukum dan perundang-undangan.

“Perlu sikap arif dan bijaksana agar arus massa tidak menimbulkan masalah kebangsaan dan kenegaraan yang semakin meluas,” pungkasnya. ANTARA

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait