Gambar Peringatan Darurat Ramai di Media Sosial Setelah DPR Abaikan Putusan MK

Peringatan Darurat
X (Twitter)

BATAM (gokepri) – Gambar peringatan darurat ramai bermunculan di media sosial setelah DPR RI dan Pemerintah menolak mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Lambang Burung Garuda berlatar belakang biru dongker menjadi simbol protes yang banyak diunggah warganet.

Warganet beramai-ramai memasang foto profil atau mengunggah status dengan lambang Garuda tersebut. Fenomena ini dimulai dari unggahan akun Instagram dan X seperti @narasinewsroom, @najwashihab, @matanajwa, dan @narasi.tv. Unggahan tersebut tidak menyertakan keterangan tertulis, hanya gambar Burung Garuda dengan tulisan “peringatan darurat.”

Beberapa tokoh publik juga turut memasang peringatan darurat ini, di antaranya Pandji Pragiwaksono. Di akun Instagram dan X miliknya, Pandji mengunggah gambar Burung Garuda dengan latar belakang biru dongker dan menyertakan keterangan, “Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan. Presidennya Gemoy, Pemerintahnya Goyang,” yang dikutip dari Tempo, Rabu, 21 Agustus 2024.

Komika Bintang Emon dan sutradara film Joko Anwar juga mengunggah peringatan serupa di akun Instagram mereka. Selain itu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, turut menyebarkan gambar peringatan darurat di akun X miliknya.

Viralnya peringatan darurat ini terjadi setelah DPR RI membahas revisi Undang-Undang Pilkada sebagai respons terhadap dua putusan MK, yakni Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Dua putusan yang diterbitkan pada 20 Agustus kemarin memupus skenario kotak kosong di Pilkada 2024 serta menutup peluang Kaesang Pangarep untuk dicalonkan di Pilgub.

Baca: 

Pada hari yang sama, Panitia Kerja DPR RI menyepakati draf RUU Pilkada dalam pembahasan kilat. Namun, DPR menolak untuk mengakomodasi Putusan MK dalam draf tersebut. Putusan MK memutuskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon. Alih-alih mengikuti Putusan MK, DPR justru memilih untuk merujuk pada Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024. Putusan MA ini menyebutkan bahwa batas usia 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati atau wali kota dihitung sejak pelantikan kepala daerah terpilih.

Keputusan ini memicu kontroversi karena dianggap memberi keuntungan bagi Kaesang untuk maju di Pilkada. Saat ini, usia Kaesang 29 tahun, dan ia akan genap berusia 30 tahun pada Desember 2024, atau empat bulan setelah masa pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dibuka. Meski begitu, DPR RI tetap menyetujui Putusan MA yang dinilai menguntungkan Kaesang.

“Setuju ya, merujuk pada Putusan Mahkamah Agung, ya? Lanjut?” tanya Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi, saat memimpin rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada di kompleks parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, pada 21 Agustus 2024.

Rumusan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) nomor 72 yang disetujui Panja RUU Pilkada menyebutkan bahwa usia paling rendah untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur adalah 30 tahun, serta 25 tahun untuk calon bupati, calon wakil bupati, calon wali kota, dan calon wakil wali kota dihitung sejak pelantikan pasangan terpilih.

Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah bagi partai politik. Melalui putusan ini, partai politik atau gabungan partai yang tidak memiliki kursi di DPRD tetap bisa mencalonkan calon gubernur dan wakil gubernur selama memenuhi perolehan suara yang disyaratkan MK. Ada empat klasifikasi besaran suara sah berdasarkan putusan MK, yakni 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen, dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait. Untuk Jakarta, syarat besaran suara sah adalah 7,5 persen, yang memberikan peluang bagi PDIP dan Anies Baswedan untuk maju di Pilkada Jakarta.

Namun, ketentuan ini hanya dimasukkan dalam draf Pasal 40 RUU Pilkada untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD. Dalam Daftar Inventarisasi Masalah yang dibacakan dalam rapat Panja RUU Pilkada, partai politik yang memiliki kursi di parlemen daerah tetap harus mengikuti syarat lama ambang batas Pilkada. Akibatnya, PDIP dan Anies terancam tidak bisa mengikuti Pilkada.

“Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan,” demikian bunyi ketentuan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait