JAKARTA (gokepri) – Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Era Politik, Khafidlul Ulum, menilai keputusan DPR RI menunda Rapat Paripurna Pengesahan RUU Pilkada bertujuan untuk meredam amarah di masyarakat.
“Cukup berbahaya jika hasil revisi UU Pilkada disahkan. Maka DPR melakukan manuver untuk menundanya sebentar agar kemarahan rakyat agak sedikit mereda sehingga masyarakat terkecoh,” kata Khafidlul dalam siaran pers, Kamis 22 Agustus 2024.
Khafidlul mengungkapkan kejanggalan penundaan rapat paripurna ini, mengingat dalam pembahasan RUU Pilkada pada Rabu (21/8), hampir semua fraksi, kecuali PDI Perjuangan, sepakat untuk membawa pembahasan tersebut ke rapat paripurna. Namun, mayoritas anggota DPR justru tidak hadir dalam rapat paripurna tersebut.
“Jika fraksi-fraksi hadir seperti saat pembahasan RUU Pilkada sebelumnya, besar kemungkinan RUU tersebut akan disahkan menjadi undang-undang,” katanya.
Ia menambahkan, penundaan rapat bukanlah solusi akhir dari polemik RUU Pilkada. Khafidlul mengingatkan bahwa DPR bisa saja mengesahkan RUU tersebut kapan saja, bahkan tanpa sepengetahuan publik.
“DPR bisa mengesahkan RUU kapan saja, tidak pandang pagi, siang, sore, malam, bahkan tengah malam atau dini hari. Kita masih ingat Undang-Undang Ibu Kota Nusantara disahkan pada tengah malam,” kata Khafidlul.
Baca: DPR Melawan Putusan MK, Muhammadiyah: Menimbulkan Disharmoni Sistem Tata Negara
Oleh karena itu, Khafidlul mengimbau masyarakat untuk terus memantau dan mengkritisi proses pembahasan RUU Pilkada agar tidak disahkan secara diam-diam.
Sebelumnya, demonstrasi digelar oleh massa untuk menolak upaya DPR RI mengesahkan RUU Pilkada menjadi undang-undang dalam rapat paripurna. Namun, rapat tersebut ditunda karena jumlah peserta tidak mencapai kuorum, dengan hanya 86 dari 575 anggota DPR yang hadir.
Sesuai Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, Pasal 281 ayat (1) menyatakan bahwa ketua rapat dapat membuka rapat apabila telah hadir lebih dari setengah jumlah anggota rapat yang terdiri atas lebih dari setengah unsur fraksi. Ayat (2) menyebutkan bahwa jika kuorum tidak tercapai, ketua rapat harus mengumumkan penundaan pembukaan rapat. Penundaan ini, menurut ayat (3), dilakukan dalam waktu paling lama 30 menit. ANTARA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News