Kesepakatan Gencatan Senjata Bawa Harapan bagi Warga Palestina

Gencatan senjata Gaza
Warga Palestina merayakan di jalan-jalan Gaza yang terkepung oleh Israel, sementara keluarga sandera Israel dan teman-teman mereka juga merayakan kesepakatan tersebut di jalan-jalan Tel Aviv. FOTO: AFIF AMIREH/NYTIMES, AVISHAG SHAAR-YASHUV/NYTIMES

DOHA (gokepri) – Setelah 15 bulan dilanda konflik berdarah yang menghancurkan Gaza dan memicu ketegangan di Timur Tengah, secercah harapan muncul. Para negosiator telah mencapai kesepakatan gencatan senjata yang akan mulai berlaku pada 19 Januari.

Kesepakatan ini mencakup gencatan senjata awal selama enam minggu, dengan penarikan bertahap pasukan Israel dari Jalur Gaza. Konflik tersebut telah menewaskan puluhan ribu orang. Sandera yang ditahan oleh Hamas, kelompok yang menguasai Gaza, akan dibebaskan sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina oleh Israel.

Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, dalam konferensi pers di Doha, mengumumkan gencatan senjata akan dimulai pada 19 Januari. Ia menambahkan para negosiator bekerja sama dengan Israel dan Hamas untuk memastikan implementasi kesepakatan ini.

“Kesepakatan ini akan menghentikan pertempuran di Gaza, memberikan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan bagi warga Palestina, dan mempertemukan kembali para sandera dengan keluarga mereka setelah lebih dari 15 bulan,” ujar Presiden AS Joe Biden di Washington.

Namun, di tengah kabar baik ini, warga Gaza masih melaporkan adanya serangan udara Israel pada malam 15 Januari. Menurut otoritas kesehatan setempat, lebih dari 46 ribu orang telah tewas selama konflik.

Serangan di Gaza City dan wilayah utara Gaza pada hari itu menewaskan setidaknya 32 orang, menurut petugas medis. Seorang pejabat Palestina yang dekat dengan pembicaraan mengatakan para mediator berusaha mendorong kedua pihak menghentikan serangan sebelum gencatan senjata resmi dimulai pada 19 Januari.

Kabar kesepakatan ini disambut dengan perayaan oleh warga Palestina di jalan-jalan Gaza. Mereka yang telah lama menghadapi kekurangan makanan, air, tempat tinggal, dan bahan bakar tumpah ruah ke jalan di Khan Younis, bersorak, membunyikan klakson, melambaikan bendera Palestina, dan menari. “Saya bahagia, ya, saya menangis, tetapi ini adalah air mata kebahagiaan,” kata Ghada, seorang ibu lima anak yang kehilangan tempat tinggal.

Gencatan senjata Gaza
Warga Palestina dan jurnalis menyambut kabar kesepakatan gencatan senjata dengan Israel di Kota Gaza, 15 Januari. FOTO: REUTERS

Di Tel Aviv, keluarga sandera Israel dan teman-teman mereka juga menyambut kabar ini dengan sukacita. Dalam pernyataan bersama, mereka mengungkapkan “kegembiraan dan kelegaan luar biasa atas kesepakatan untuk membawa orang-orang tercinta kami pulang.”

Penerimaan resmi Israel terhadap kesepakatan ini masih menunggu persetujuan dari kabinet keamanan dan pemerintah, yang akan dilakukan melalui pemungutan suara pada 16 Januari, kata seorang pejabat Israel.

Kesepakatan ini diperkirakan akan disetujui, meskipun ada penolakan dari beberapa pihak garis keras dalam koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, salah satu penentang keras, kembali mengecam kesepakatan ini pada 15 Januari.

Dalam pernyataan di media sosial yang mengumumkan gencatan senjata, Hamas menyebut kesepakatan ini sebagai “pencapaian bagi rakyat kami” dan “titik balik.”

Meredakan Ketegangan

Gencatan senjata Gaza
Warga Palestina merayakan di sebuah kamp pengungsian di Deir el-Balah, Jalur Gaza bagian tengah, 15 Januari. FOTO: AFP

Jika berjalan lancar, gencatan senjata ini diharapkan menghentikan pertempuran yang telah menghancurkan sebagian besar Gaza dan menyebabkan mayoritas dari 2,3 juta penduduknya mengungsi. Langkah ini juga diharapkan meredakan ketegangan di kawasan Timur Tengah yang meluas.

Konflik di Gaza telah memicu ketegangan di Tepi Barat, Lebanon, Suriah, Yaman, dan Irak, serta meningkatkan kekhawatiran akan konflik yang lebih besar di kawasan.

Tahap pertama kesepakatan ini mencakup pembebasan 33 sandera Israel, termasuk semua perempuan, anak-anak, dan pria berusia di atas 50 tahun. Dua sandera Amerika termasuk di antara mereka yang akan dibebaskan pada tahap pertama, menurut sumber yang terlibat dalam negosiasi. Dua di antaranya adalah Keith Siegel dan Sagui Dekel-Chen.

Kesepakatan ini juga menyerukan peningkatan besar-besaran bantuan kemanusiaan ke Gaza. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan bahwa “prioritas saat ini adalah meringankan penderitaan luar biasa akibat konflik ini.”

Gencatan senjata Gaza
Siaran langsung konferensi pers Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani terlihat di salah satu jalan di Khan Younis, Jalur Gaza bagian selatan, 15 Januari. FOTO: AFP

PBB dan Komite Palang Merah Internasional menyatakan kesiapan untuk memperluas operasi bantuan mereka secara masif. Kesepakatan ini merupakan hasil negosiasi panjang yang difasilitasi oleh mediator Mesir dan Qatar, dengan dukungan Amerika Serikat.

Kesepakatan ini tercapai hanya beberapa hari sebelum pelantikan Presiden terpilih AS Donald Trump pada 20 Januari.

Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi menyambut baik kesepakatan ini dalam sebuah unggahan di platform media sosial X. Pemimpin dan pejabat dari Turki, Inggris, PBB, Yordania, Jerman, dan Uni Emirat Arab juga memberikan dukungan.

Di media sosial Truth miliknya, Trump menyatakan bahwa kesepakatan ini tidak akan tercapai tanpa kemenangannya dalam pemilu AS pada November lalu.

Utusan Timur Tengah Trump, Steve Witkoff, hadir di Qatar bersama utusan Gedung Putih selama pembicaraan. Seorang pejabat senior pemerintahan Biden mengatakan kehadiran Witkoff sangat penting dalam mencapai kesepakatan setelah 96 jam negosiasi intensif.

Biden menyebut tim dari kedua pemerintahan “berbicara dengan satu suara,” meskipun implementasi kesepakatan ini sebagian besar akan ditangani oleh pemerintahan Trump.

Jalan Berliku ke Depan

Jalan menuju perdamaian masih penuh tantangan. Keluarga sandera Israel masih khawatir kesepakatan ini mungkin tidak sepenuhnya terlaksana dan beberapa sandera bisa saja tertinggal di Gaza.

Negosiasi untuk tahap kedua kesepakatan akan dimulai pada hari ke-16 tahap pertama. Tahap ini diperkirakan mencakup pembebasan semua sandera yang tersisa, gencatan senjata permanen, dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza. Tahap ketiga diharapkan mencakup pengembalian semua jenazah dan dimulainya rekonstruksi Gaza di bawah pengawasan Mesir, Qatar dan PBB.

Trump menyatakan akan memanfaatkan momentum kesepakatan ini untuk memperluas Abraham Accords—kesepakatan yang ditengahi AS selama masa kepresidenannya sebelumnya, yang menormalisasi hubungan Israel dengan beberapa negara Arab.

Jika semua berjalan lancar, tantangan besar tetap ada, termasuk mencapai kesepakatan antara Palestina, negara-negara Arab, dan Israel mengenai visi untuk Gaza pasca-perang. Hal ini mencakup jaminan keamanan bagi Israel serta investasi miliaran dolar untuk rekonstruksi Gaza.

Salah satu pertanyaan yang belum terjawab adalah siapa yang akan memimpin Gaza setelah perang.

Israel menolak keterlibatan Hamas, yang telah memerintah Gaza sejak 2007 dan secara resmi berkomitmen pada penghancuran Israel. Namun, Israel juga menolak kekuasaan Otoritas Palestina, badan yang dibentuk di bawah Perjanjian Oslo tiga dekade lalu, yang hanya memiliki wewenang terbatas di Tepi Barat.

Pasukan Israel menyerbu Gaza setelah kelompok bersenjata yang dipimpin Hamas menyerang komunitas di dekat perbatasan Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan itu menewaskan 1.200 orang dan menculik lebih dari 250 sandera.

Sejak itu, perang di Gaza telah menewaskan lebih dari 46 ribu orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Ratusan ribu orang yang kehilangan tempat tinggal kini berjuang melewati musim dingin di tenda-tenda dan tempat penampungan darurat. REUTERS

Baca Juga:
Sedikitnya 1.000 Masjid di Gaza Hancur akibat Serangan Brutal Israel

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait