JAKARTA (gokepri) — Pemerintah terus berupaya menekan angka kematian akibat penyakit jantung. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melepas 27 dokter spesialis untuk mengikuti program fellowship di Cina dan Jepang.
Acara pelepasan yang berlangsung di Kantor Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan, Jakarta, Senin, 6 Januari, ditandai dengan penyerahan Letter of Acceptance (LoA) dan Letter of Guarantee (LoG) kepada para peserta.
Budi menekankan pentingnya program ini untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis jantung di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan, 550 ribu orang meninggal setiap tahun akibat penyakit kardiovaskular. “Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian tertinggi. Kita ingin secepatnya menyiapkan layanan untuk menyelamatkan ratusan ribu masyarakat. Kita harus mempersiapkan peralatan, sumber daya manusia kesehatan, dan pembiayaannya di tingkat puskesmas, rumah sakit, hingga upaya promotif preventif,” kata Budi dalam siaran pers Kemenkes.
Penguatan layanan kardiovaskular difokuskan di 514 kabupaten/kota. Idealnya, penanganan penyakit jantung dilakukan kurang dari dua jam. Waktu yang singkat ini seringkali membuat rujukan ke provinsi tidak memungkinkan. Karena itu, rumah sakit di kabupaten/kota harus memiliki peralatan dan sumber daya manusia yang memadai.
Namun, data Kemenkes menunjukkan 372 dari 514 kabupaten/kota belum memiliki peralatan atau tenaga medis untuk layanan seperti kateterisasi jantung atau trombektomi. Ini mencerminkan kebutuhan dokter spesialis untuk pemerataan akses kesehatan. “Ini tantangan serius. Program fellowship ini langkah strategis mengatasi kekurangan dokter spesialis jantung dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan jantung,” ujar Budi.
Kali ini, Kemenkes memberangkatkan 27 dokter spesialis: 22 spesialis kardiologi intervensi dan 5 spesialis neurologi intervensi. Program ini didanai Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), hasil kolaborasi Kemenkes dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Para peserta akan menjalani pendidikan intensif selama setahun di rumah sakit ternama di RRT dan Jepang, seperti Fudan University Zhongshan Hospital, Zhongda Hospital, dan Sapporo Cardiovascular Center. Tujuannya memperdalam keahlian peserta dalam diagnosis, pengobatan, dan teknologi terkini penanganan penyakit jantung.
Sebagai gambaran, 28 kabupaten/kota di Indonesia sudah memiliki alat catheterization laboratory (cath lab) tetapi kekurangan tenaga medis. Sebaliknya, 6 kabupaten/kota punya tenaga medis, tetapi belum didukung fasilitas memadai. Program fellowship ini diharapkan menjadi solusi mengatasi kesenjangan tersebut.
“Setelah program ini, bagikan pengalaman Anda. Sampaikan kekurangan agar bisa diperbaiki, dan bagikan juga hal-hal baiknya agar yang lain tahu dan berani mencoba. Tujuan terpenting adalah menyelamatkan masyarakat,” pesan Budi.
Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan, Yuli Farianti, menjelaskan program fellowship ini bukan yang pertama. Pada 2024, tahap pertama memberangkatkan 16 dokter ke Tiongkok. Program ini didukung kerja sama dengan mitra internasional, termasuk lembaga pendidikan tinggi dan rumah sakit.
Pemerintah akan terus memantau efektivitas program ini. Dengan kuota total 47 fellowship kardiologi intervensi dan 5 fellowship neurologi intervensi di luar negeri setiap tahun, diharapkan kesenjangan layanan kesehatan semakin teratasi.
Bagi peserta, program ini peluang sekaligus tanggung jawab besar. Bayushi Eka Putra, peserta dari RSUD Berkah Pandeglang yang akan fellowship di Sapporo Cardiovascular Center, mengatakan, “Ini kesempatan memperdalam keahlian sekaligus berkontribusi lebih besar kepada masyarakat.”
Pemerintah optimistis upaya ini mempercepat transformasi sistem kesehatan di Indonesia, memastikan pelayanan kesehatan berkualitas tidak lagi menjadi hak istimewa.
Baca Juga:
Tak Hanya Murah Meriah, Tempe Kaya Manfaat untuk Kesehatan Jantung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News