Ekspor Pasir Laut Bisa Tambah PNBP Rp1.122 Triliun, Apa Dampaknya bagi Nelayan?

Kebijakan ekspor pasir laut 2024
Ilustrasi - Sebuah kapal tunda menarik tongkang berisi pasir laut yang akan dibawa ke Singapura, di perairan Kepulauan Riau, beberapa waktu lalu). ANTARA FOTO/Joko Sulistyo

JAKARTA (gokepri) – Indonesia diperkirakan dapat meraih PNBP Rp1.122 triliun dari ekspor pasir laut sedimentasi. Namun, ada potensi dampak negatif terhadap nelayan dan kedaulatan.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati, mengungkapkan nilai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tersebut diperoleh dari perhitungan total kebutuhan material untuk diekspor yang diperkirakan mencapai 17,23 miliar meter kubik.

Bacaan Lainnya

Angka ini dihitung dari total potensi volume hasil sedimentasi dari tujuh lokasi pengerukan sebesar 17,65 miliar meter kubik dikurangi kebutuhan material reklamasi dalam negeri sebanyak 421 juta meter kubik.

Dengan menggunakan harga patokan luar negeri sebesar Rp186.000 per meter kubik, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.6/2024, dan PNBP sebesar 35%, total PNBP yang diterima diperkirakan mencapai Rp1.122 triliun.

“Artinya, PNBP yang diterima negara dapat mencapai Rp1.000 triliun. Ini adalah asumsi perhitungan,” kata Susan dalam konferensi pers pada Jumat (20/9/2024).

Sementara itu, PNBP dari penggunaan pasir laut untuk reklamasi dalam negeri diperkirakan mencapai Rp11,7 triliun, dengan asumsi kebutuhan material reklamasi sebanyak 421 juta meter kubik menggunakan harga patokan Rp93.000 per meter kubik dan PNBP sebesar 30%.

Meskipun potensi bisnis ini sangat menggiurkan, Susan mempertanyakan dampaknya terhadap kedaulatan dan kesejahteraan nelayan. Dia mengingatkan bahwa PNBP yang diterima harus dirasakan manfaatnya oleh para nelayan dan tidak hanya berakhir pada angka statistik.

“Artinya PNBP itu jadi nonsense kalau kemudian kita bicara hanya sebatas pada angka. Karena pada terapannya, kedaulatan dan kesejahteraan nelayan sangat jauh,” ujarnya.

Baca: 

Presiden Joko Widodo (Jokowi), di akhir masa jabatannya, membuka kembali keran ekspor pasir laut hasil sedimentasi dengan syarat kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Keputusan ini mencabut larangan ekspor pasir laut yang telah berlaku selama kurang lebih 20 tahun. Namun, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan bahwa yang diekspor adalah sedimen laut, bukan pasir laut.

“Jangan lupa, bukan pasir laut ini. Ini kan sedimen yang dapat mengganggu pelayaran. Jadi inti dari peraturan pemerintahnya kan itu,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim saat ditemui di Subang, Rabu (18/9/2024). BISNIS INDONESIA

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait