BATAM (gokepri.com) – Tindakan take down atau penghapusan berita dari media online dapat berdampak terhadap Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP).
Hal itu diungkap oleh Komisioner Bidang ASE Komisi Informasi Pusat Samrotunnajah Ismail, di Batam Selasa 23 Juli 2024. Menurut dia, keterbukaan informasi merupakan hak dasar masyarakat yang harus dijamin oleh pemerintah dan media.
“Indeks kemerdekaan pers adalah indikator IKIP juga. Kemerdekaan pers jadi salah satunya. Take down itu tidak masalah kalau menyangkut kesalahan. Tapi harus ada link up berita lainnya yang menjelaskan kenapa itu salah,” kata dia.
Baca Juga: Membedah Keterbukaan Informasi Publik, Komisi Informasi Sebut Skor IKIP Kepri Meningkat
Ia mengungkapkan bahwa seringkali berita yang dianggap sensitif atau mengkritik kebijakan pemerintah dihapus dengan alasan yang tidak transparan. Ia menekankan, pentingnya mekanisme yang jelas dan akuntabel dalam proses take down berita.
“Caranya bukan take down. Tapi dibuat link berita baru dan jelaskan kalau berita sebelumnya salah. Karena kan ada hak jawab. Kalau take down itu bisa menghilangkan barang bukti,” kata dia.
Berdasarkan catatan dia, skor IKIP secara nasional pada tahun 2021 mencapai 71,43 pada tahu 2022 skor IKIP mencapai 74.43 sementara tahun 2024 sedang berjalan.
“Kami menyadari, pelaksanaan IKIP 2021-2023 masih banyak kekurangan. Kami terus lakukan perbaikan baik dari sisi teknis dan subtansi pelaksanaan IKIP di tahun 2024,” kata dia.
Sementara untuk di Kepri, skor IKIP meningkat secara signifikan, pada tahun 2021 skor IKIP mencapai 75,15 , pada tahun 2022 mencapai 74,03 dan di tahun 2023 mencapai 76.36.
“Perbaikan secara teknis mungkin tidak bisa kami jelaskan namun secara substansi ada beberapa hal penyesuaian dan penyempurnaan mulai dari proses penyesuaian pada penilaian dimensi lingkungan fisik/politik, lingkungan ekonomi, dan lingkungan hukum melalui proses analytical hierarchy proses yang pada akhirnya ada perubahan bobot penilaian pada masing-masing dimensi,” kata dia.
Sedangkan pada 2024, konsep Informan Ahli Daerah menggunakan kolaborasi pentahelix yang terdiri dari 10 orang yaitu terdiri dari unsur pemerintah, akademisi, masyarakat, jurnalis, dan pelaku usaha dengan masing-masing unsur dua orang.
Penyesuaian atau penyempurnaan yang terakhir berkaitan dengan kuesioner IKIP. Pada tahun 2021 – 2013 kuesinoernya sebanyak 85 pertanyaan sedangkan pada tahun 2024 terdapat penyesuaian menjadi 77 pertanyaan.
“Penyempurnaan itu berkaitan dengan adanya pertanyaan yang memiliki kesamaan dan korelasi antara satu dengan lainnya sehingga diperlukan penyesuaian,” kata dia.
Adanya penyesuaian dan penyempurnaan pada IKIP 2024 ini menegaskan bahwa Komisi Informasi Pusat sangat serius dan berkomitmen dalam menghadirkan hasil IKIP yang berkualitas, akuntabel dan transparan tanpa penyajian data, fakta dan informasi yang tidak benar.
Ia mengatakan IKIP ini adalah alat untuk melihat, memotret dan memberikan gambaran terhadap pelaksanaan keterbukaan informasi publik secara nasional bukan menjadikan IKIP sebagai sarana untuk pemeringkatan, kompetisi antar provinsi.
“Oleh karena itu, saya berpesan, berharap dan menekankan kepada Informan Ahli Daerah untuk memberikan penilaian secara objektif dan proporsional,” kata dia.
Akademisi Kepri, Zamzami A Kasih mengatakan, pentingnya edukasi dan kesadaran masyarakat tentang hak mereka untuk mendapatkan informasi.
“Masyarakat perlu diedukasi mengenai hak-hak mereka sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Selain itu, pemerintah juga harus proaktif dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan masyarakat tanpa harus menunggu permintaan,” kata dia.
“Permasalahan Rempang itu jadi satu bukti bahwa keterbukaan informasi publik di Kepri masih kurang. Orang demo di BP Batam itu. Tapi tidak pernah dapat output yang baik,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Penulis: Engesti