JAKARTA (gokepri) – Sidang sengketa Pilwako Batam 2024 kembali digelar di MK. KPU Batam menilai dalil pelanggaran TSM yang diajukan pemohon tidak jelas. Sedang Bawaslu menyebut adanya keterlibatan ASN yang menguntungkan salah satu pasangan calon.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batam membantah adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwako) Batam 2024. Bantahan ini disampaikan kuasa hukum KPU, Anjar Nawar Yusky Eko Prasetyo, dalam sidang lanjutan Perkara Nomor 169/PHPU.WAKO-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (20/1/2025).
Sidang di Panel 2 ini dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra, didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani. Agenda sidang adalah mendengarkan jawaban termohon yakni KPU, keterangan pihak terkait, keterangan Bawaslu, dan pengesahan alat bukti.
Arya menjelaskan dalil pemohon terkait pelanggaran TSM dalam Pilwako Batam tidak jelas (obscuur). Pemohon mendalilkan pelanggaran TSM terjadi di seluruh kecamatan, tetapi dalam petitumnya hanya meminta pemungutan suara ulang (PSU) di delapan kecamatan. Pemohon juga tidak menyebutkan TPS mana saja yang terjadi pelanggaran TSM.
“Permohonan pemohon semakin rancu dan tidak jelas karena tidak menguraikan mengapa hanya 1.436 TPS yang harus dilakukan pemungutan suara ulang. Padahal, menurut Pasal 135 A ayat (1) Undang-Undang Pilkada, yang dimaksud masif adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilihan, bukan hanya sebagian,” kata Arya dalam siaran pers Mahkamah Konstitusi.
Terkait dalil pemohon tentang keberpihakan atau ketidaknetralan aparat pemerintah, Arya menjelaskan KPU bukanlah pihak yang berwenang menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut.
Kewenangan itu ada pada Bawaslu Kota Batam. Bawaslu Kota Batam juga tidak pernah menerbitkan rekomendasi atau putusan terkait dalil pemohon. “Sampai pelaksanaan pemungutan suara hingga penetapan hasil Pilwako Batam 2024, tidak ada rekomendasi dan/atau putusan Bawaslu mengenai sanksi administrasi pemilihan terkait peristiwa yang dipersoalkan pemohon,” ujar Arya.
Berdasarkan hal tersebut, Arya membantah dalil pemohon tentang pelanggaran TSM, khususnya terkait keberpihakan atau ketidaknetralan aparat pemerintah. KPU memohon kepada MK untuk menolak seluruh permohonan pemohon dan menyatakan Keputusan KPU tentang Penetapan Hasil Pilwako Batam 2024 tetap berlaku.
Senada dengan KPU, pihak terkait melalui kuasa hukumnya, Denny Indrayana, menyampaikan dalil pelanggaran TSM yang diajukan pemohon tidak memenuhi unsur-unsur TSM sebagaimana diatur dalam yurisprudensi MK, salah satunya Putusan MK No. 45/PHPU.D-VIII/2010.
Unsur TSM berdasarkan putusan tersebut meliputi persiapan dan perencanaan pelanggaran sejak awal, tersusun dari tingkatan paling atas hingga tingkat RT, terjadi di seluruh kecamatan, dan berdampak pada hasil secara menyeluruh.
“Unsur-unsurnya tidak terpenuhi dan permintaannya over-claimed,” kata Denny. Pihak terkait juga memohon kepada MK untuk menolak seluruh permohonan pemohon dan menyatakan sah Keputusan KPU tentang Penetapan Hasil Pilwako Batam 2024.
Keterlibatan Aparat
Sementara itu, Bawaslu Kota Batam, yang diwakili Jazuli, membenarkan adanya pemanfaatan jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menguntungkan dan mengampanyekan pihak terkait.
Bawaslu menyebutkan seorang lurah mengumpulkan kader Posyandu dan menyampaikan profil pasangan calon, dengan penekanan pada pihak terkait. Jazuli mengungkapkan ASN tersebut telah dilaporkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN), namun belum ada hasilnya.
Sebelumnya, pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam nomor urut 1, Nuryanto dan Hardi Selamat Hood, mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Wali Kota dan Wakil Wali Kota (PHPU Wako) Batam Tahun 2024 ke MK.
Dalam persidangan perdana di MK pada Kamis (9/1/2025), Nuryanto-Hardi melalui kuasa hukumnya, Erik Setiawan, meminta MK mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 2, Amaskar Achmad dan Li Claudia Chandra, yang merupakan pasangan calon peraih suara terbanyak Pilwako Batam 2024. Pemohon juga meminta MK menetapkan mereka sebagai pemenang Pilwako Batam 2024.
Alasan pemohon meminta MK menetapkan mereka sebagai pemenang Pilwako Batam 2024 sekaligus mendiskualifikasi pasangan Amaskar-Claudia adalah karena pasangan tersebut diduga melakukan pelanggaran TSM dalam Pilwalko Batam 2024. Erik menyebutkan selisih suara antara pemohon dan pasangan Amaskar-Claudia sebesar 134.887 terjadi akibat pelanggaran TSM tersebut.
Baca Juga:
Momen Unik di MK, Pantun Warnai Sidang Sengketa Pilkada Batam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News