Jakarta (gokepri.com) – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Batam Syailendra Reza Irwansyah Rezeki dan anggota Bosar Hasibuan. Keduanya terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Pembacaan sanksi dalam perkara 02-PKE-DKPP/II/2020 ini dilakukan di Ruang Sidang , Gedung Treasury Learning Center (TLC), Jalan KH. Wahid Hasyim Nomor 117, Jakarta Pusat, Rabu (11/3/2020) pukul 13.30 WIB.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Teradu I, Syailendra Reza Irwansyah Rezeki selaku Ketua Bawaslu Kota Batam dan Teradu II, Bosar Hasibuan selaku Anggota Bawaslu Kota Batam sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis sekaligus Plt Ketua DKPP, Prof. Muhammad sebagaimana dilansir situs DKPP.
Tiga Teradu lainnya Anggota Bawaslu Kota Batam yaitu Helmi Rachmayani, Mangihut Rajaguguk, dan Nopialdi, masing-masing dijatuhi sanksi peringatan oleh Majelis DKPP. Perkara nomor 02-PKE-DKPP/II/2020 ini diadukan oleh H. Syamsuri, caleg PAN untuk DPRD Provinsi Kepri dari dapil Kepri 4 (Batam Kota, Lubukbaja, Bengkong, dan Batuampar).
Anggota DKPP, Ida Budhiati mengatakan tindakan para Teradu yang tidak menindaklanjuti laporan perpindahan suara PAN ke salah satu calegnya saat pleno di Kecamatan Batam Kota tidak dapat dibenarkan dengan alasan telah dilakukan perbaikan.
“Para Teradu seharusnya lebih cermat dalam menangani laporan dari Pengadu dengan memperhatikan prinsip keadilan bagi setiap peserta pemilu,” tegas Ida saat membacakan pertimbangan putusan.
Teradu I dan II (Syailendra dan Bosar) sebagai Ketua dan Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kota Batam memiliki tanggung jawab lebih besar dalam menentukan jenis pelanggaran pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 2 Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018.
Keterangan Teradu I di dalam persidangan yang mengatakan tidak ada di tempat saat Pengadu melaporkan adanya pelanggaran tidak didukung oleh bukti yang kuat. Dengan itu, Teradu terbukti melakukan melanggar Pasal 6 ayat 20c, Pasal 6 ayat 30c dan Pasal 15 huruf e.
“Serta melanggar Pasal 17 huruf a dan b Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,” sambung mantan Komisioner KPU RI periode 2012-2017 ini.
https://www.facebook.com/medsosdkpp/videos/2586950258221519/
Dalam perkara ini, penggugat melaporkan perkara perpindahan suara Partai Amanat Nasional (PAN) sebanyak 200 suara ke caleg DPRD Kepri dari Partai Amanat Nasional (PAN) nomor urut 10 atas nama Yudi Kurnain pada Kamis, 9 Mei 2019, saat Pleno Kecamatan Batam Kota, namun tidak ditindaklanjuti para Tergugat. Dengan adanya perpindahan tersebut, perolehan suara YK menjadi lebih unggul dibanding Syamsuri dan merebut kursi untuk DPRD Provinsi Kepri dapil Kepri 4.
Pihak Syamsuri yang merasa dizalimi melakukan protes kepada Panwascam Batamkota, tapi tidak ditindaklajuti. Namun saksi Salim (Ketua Panwascam Batam Kota) mengatakan sudah dilakukan sinkronisasi.
Syamsuri menyebutkan, perolehan suara PAN sudah sesuai dengan formulir C1 dan dituangkan di formulir DAA1 (Kelurahan Belian). Namun saat rekap penghitungan dan perolehan suara tingkat Kecamatan Batam Kota, perolehan suara Partai PAN berubah. Di plano suara Partai PAN yang semula 408 berkurang 200 dan pindah ke caleg YK yang semula mendapat 1.328 suara menjadi 1.728 suara. Sementara perolehan suara Syamsuri hilang 10 suara, pindah ke caleg lain di PAN.
Dengan adanya perpindahan suara itu, Syamsuri sangat kecewa, karena formulir C1 yang menjadi dasar perolehan suara tidak dipakai saat pleno tingkat kecamatan. Hal itu dilakukan setelah adanya rekomendasi dari Bawaslu Batam yang meminta untuk langsung membuka plano. Sehingga rekap perolehan dan penghitungan suara tidak lagi berdasarkan formulir C1.
Terkait rekomendasi Bawaslu Batam yang ditandatangani Mangihut itu, ketua majelis mempertanyakan dasar hukumnya sehingga membuat rekomendasi dengan langsung membuka plano saat rekap perolehan dan penghitungan suara tersebut tanpa terlebih dahulu membuka formulir C1.
“Apa dasar saudara mengeluarkan rekomendasi itu, ada persentasenya mungkin,” kata ketua majelis.
Namun Mangihut tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Ia hanya menjawab karena banyaknya panwascam yang saat itu melapor dan keluhan panwascam saat merekap melalui formulir C1.
Kuasa hukum penggunggat Toto Sumito menjelaskan, pada hari itu juga tanggal 9 Mei sekitar pukul 16.00 WIB kliennya (Syamsuri) dan saksi Edi Absar mendatangi kantor Bawaslu Batam di lantai 3 dan bertemu dengan Ketua Bawaslu Batam Reza untuk melaporkan perubahan suara Partai PAN tersebut. Reza mengatakan, laporan tersebut tidak dapat dilanjutkan dan agar diselesaikan di internal partai saja atau secara kekeluargaan.
Lalu Edi turun ke lantai 2 dan bertemu dengan Mangihut yang mengatakan agar Edi kembali menemui Reza, agar Reza menerima laporan tersebut.
Namun saat ketua majelis mengkonfrontir dengan keterangan Syamsuri, Reza mengaku saat itu tidak berada di kantor Bawaslu dan tidak ketemu dengan Syamsuri. Sementara Mangihut membenarkan bila ia saat itu bertemu dengan Syamsuri dan saksi Edi. Helmi juga saat itu ada di kantor. Reza pun kembali bersikukuh tak bertemu dengan Syamsuri.
Akhirnya, laporan dugaan pidana pemilu itu diterima pihak Bawaslu. Hanya saja bukti tanda terima laporan tidak ada kopnya, yang terkesan asal-asalan. Sejak laporan itu masuk tanggal 9 Mei, Syamsuri kerap menanyakan kelanjutan proses laporannya itu.
Terungkap di sidang pemeriksaan, setelah Syamsuri membuat laporan tidak ada hasil pleno yang dilakukan 5 komisioner atas laporan tersebut. Meski begitu laporan diproses, namun tidak kunjung beres dan tidak ada kejelasan sampai dimana prosesnya.
Sampai akhirnya tanggal 29 status laporan itu dinyatakan selesai dan tanggal 31 ditempelkan di papan kantor Bawaslu Batam, tapi tidak diberitahukan kepada Syamsuri.
Lalu Mangihut meminta Syamsuri melaporkan dugaan pelanggaran administrasinya ke Bawaslu RI, padahal laporan masih diproses di Bawaslu Batam. Maka tanggal 28, Syamsuri pergi ke Bawaslu RI di Jakarta. Laporannya diterima, namun dinyatakan kadaluarsa oleh Bawaslu RI. Bawaslu RI bahkan menyatakan, seharusnya perkara itu diselesaikan Bawaslu Kota Batam.
Atas ketidakjelaskan penanganan laporan di Bawaslu Batam itu menyebabkan, laporan ke Bawaslu RI kadaluarsa, Syamsuri merasa dizalimi jajaran Bawaslu Batam. Ia menduga ada konspirasi dan penjegalan terhadap dirinya untuk menjadi anggota DPRD Kepri.
Saksi Edi mengungkapkan, Reza pernah mengatakan pada dirinya, jika Syamsuri itu tetangga Reza, namun tidak ada ‘say hello’. “Dia (Reza) bilang (Syamsuri) tidak ada say hello lah,” kata Edi. Setelah majelis mengkonfrontir keterangan tersebut, Reza menampiknya. Wajahnya menatap kosong ke depan. (nan)