
Jakarta (gokepri) – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berencana mengeluarkan aturan harga rumah subsidi terbaru pada bulan Juni 2023.
Haryo Bekti Matoyoedo, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR, mengungkapkan proses pembentukan aturan baru mengenai harga jual rumah subsidi sedang berlangsung, meskipun menghadapi tantangan yang rumit antara kementerian-kementerian terkait. Oleh karena itu, pemerintah memerlukan waktu yang lebih lama untuk menerbitkan aturan tersebut.
Penyesuaian harga rumah subsidi agar sejalan dengan inflasi telah direncanakan sejak tahun lalu. Namun, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang diikuti oleh Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR untuk merealisasikannya belum juga ditandatangani.
Baca Juga: Survei BI: Kenaikan Harga Properti Batam Tertinggi Kedua di Indonesia
“Hal ini telah berjalan cukup lama dan sudah mendekati akhir. Kami berharap dari hasil pembicaraan dengan Kementerian Keuangan, PMK akan diterbitkan pada bulan Juni,” kata Haryo di Jakarta, pada Kamis 25 Mei 2023.
Dalam konteks ini, Kementerian PUPR mengakomodasi masukan dari pengembang rumah subsidi untuk menghitung nilai jual bebas PPN. Haryo menegaskan bahwa PUPR telah melakukan diskusi perhitungan dan dipastikan akan diterbitkan pada bulan Juni mendatang.
Sebagai informasi, selama tiga tahun terakhir, para pengembang telah menunggu penyesuaian harga rumah subsidi yang belum sejalan dengan kenaikan harga bahan bangunan dan harga BBM.
Batasan harga rumah subsidi saat ini diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) Nomor 242/KPTS/M/2020 pada Maret 2020.
Sementara itu, penyesuaian harga rumah subsidi terbaru diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022 yang menetapkan jenis rumah yang memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas bebas PPN.
Beberapa asosiasi pengembang telah melakukan perundingan dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sebagai pengatur kebijakan terkait penyesuaian harga rumah subsidi. BKF menawarkan kenaikan sebesar 5 persen, sementara usulan dan kesepakatan bersama Kementerian PUPR sejak awal adalah 7 persen.
Pada kenyataannya, angka tersebut masih lebih rendah dari usulan para pengembang, yaitu 13 persen. Namun, pengembang menganggap kenaikan sebesar 7 persen lebih baik daripada mempertahankan harga dengan kondisi saat ini.
Sebelumnya, Fitrah Nur, Direktur Rumah Umum dan Komersial (RUK), merespons desakan para pengembang rumah subsidi untuk segera melakukan penyesuaian, mengingat biaya produksi yang semakin tinggi dalam tiga tahun terakhir.
Menurutnya, PUPR telah memberikan insentif melalui Peraturan Menteri (Permen) No.7 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Bantuan Pembangunan Perumahan Dan Penyediaan Rumah Khusus. Insentif yang dimaksud yakni, kemudahan pengembangan site plan di mana PUPR akan mengembangkan 50 persen Prasarana Sarana Utilitas Umum (PSU).
“Itu bisa mengcover kekurangan dari harga rumah, kita bisa bantu PSU 50 persen dari kapasitas site plan dan kami bisa masuk ke persampahan sekarang bisa masuk juga air bersih,” ujarnya.
Tak hanya itu, Kementerian PUPR juga mengaku siap memberikan bantuan untuk jalan akses perumahan. Namun, Pemda setempat perlu memastikan bahwa delineasi merupakan kawasan perumahan. Dengan demikian, menurutnya sudah banyak opsi yang ditawarkan untuk membantu para pengembang rumah subsidi yang kesulitan.
“Dulu itu cuma jalan lingkungan saja, dan itu cuma 30 persen kapasitas site plan, jadi kalau ada 500 unit dia 30 persennya, kalau sekarang kita bisa 250 unitnya kita bantu,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: Bisnis.com