Desa Wisata Ekang Anculai Jadi Percontohan Nasional

Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno di Desa Wisata Ekang Anculai
Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno di Desa Wisata Ekang Anculai, Bintan, Sabtu (23/1/2021).

Bintan (gokepri.com) – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menilai Desa Wisata Ekang Anculai sebagai desa wisata berkualitas. Karena mengedepankan asas keberlanjutan lingkungan, membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat, dan mengedepankan kearifan lokal. Ia ingin menjadikan desa di Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan ini sebagai percontohan bagi daerah lain.

“Desa Wisata Ekang Anculai ini adalah prototipe yang ingin saya angkat agar direplikasi di daerah-daerah lain. Dengan kearifan lokal yang juga melibatkan masyarakat,” jelas Sandiaga dalam kunjungannya ke Bintan, Sabtu (23/1/2021).

Sandiaga mendukung upaya Kepri mengembangkan Desa Wisata Ekang Anculai sebagai daya tarik wisata baru. Pengembangan desa wisata ini dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Terlebih, di masa pandemi Covid-19, wisata berbasis alam menjadi pilihan utama bagi wisatawan.

“Jika kita bisa mereposisi wisatawan nusantara yang menjadi fokus pengembangan, maka desa-desa wisata seperti Ekang Anculai ini potensinya luar biasa. Bisa untuk menggerakkan ekonomi, membuka lapangan kerja, melestarikan alam, dan memberikan pengalaman storynomic,” katanya.

Selain itu, Sandiaga juga mendukung rencana pengembangan wisata alam mangrove di Desa Wisata Ekang Anculai. “Daerah yang mengelola mangrove itu kualitas oksigennya terbaik, sehingga sangat direkomendasikan untuk berwisata ke sini,” ujarnya.

Sementara itu, Pengelola Desa Wisata Ekang Anculai, I Wayan Santika mengatakan, desa wisata itu sebelumnya adalah bekas lahan perkebunan karet. Pihaknya tengah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri untuk melaksanakan proyek ekowisata mangrove.

Baca juga: Imbas Virus Corona, Kunjungan Wisatawan ke Batam dan Bintan Anjlok

“Wisata mangrove ini adalah rencana jangka pendek kami. Kami sudah mendapat surat keterangan (SK) melalui kelompok tani untuk mengelola hutan kemasyarakatan,” ujar Wayan.

Wayan juga menyebutkan, sebelum pandemi Covid-19, sebagian besar tamu yang berkunjung ke desa wisata ini adalah wisatawan mancanegara. Banyak dari mereka berasal dari Prancis dengan durasi tinggal mulai dari dua hingga 28 hari.

“Hampir 70 persen tamu yang datang ke desa ini adalah dari mancanegara. Terutama dari Prancis yang masuk melalui Singapura,” sebut Wayan. (wan)

BAGIKAN