BATAM (gokepri) – Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat diperkirakan mendorong relokasi pabrik China ke Batam, membuka peluang investasi besar. Namun, Batam harus siap bersaing dengan negara tetangga.
Donald Trump, pengusaha sekaligus politikus Partai Republik, terpilih sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat setelah memenangi Pemilu AS dengan mengalahkan Kamala Haris dari Partai Demokrat. Trump, 78 tahun, akan menjabat hingga 2028 bersama wakil presiden James David Vance, menggantikan pasangan Joe Biden dan Kamala Haris.
Dengan perolehan 295 suara elektoral dan 72.572.358 suara populer, Trump mengungguli Haris yang mendapat 226 suara elektoral dan 67.848.491 suara populer.
Kemenangan Donald Trump dalam Pilpres Amerika 2024 diyakini akan memberikan keuntungan besar bagi Batam. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China diprediksi semakin intensif, yang mendorong perusahaan China untuk merelokasi pabrik-pabriknya ke Batam.
Hal ini dipicu oleh kebijakan Trump yang akan mengenakan tarif impor untuk produk asal China. Sentimen positif ini menjadi kesempatan untuk Batam, karena produk China yang masuk ke Amerika akan dikenakan tarif 60%.
Baca: Trump Kembali ke Gedung Putih, Bagaimana Rekam Jejaknya?
“Ini peluang besar bagi Batam, Bintan, dan Karimun untuk menarik investasi dari relokasi pabrik-pabrik China,” kata Ketua Bidang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia, Tjaw Hioeng, pada Kamis (7/11/2024).
Kondisi serupa sebelumnya juga pernah terjadi di Batam sebelum pandemi Covid-19, ketika Trump masih menjabat sebagai Presiden AS. Saat itu, tarif impor produk China dikenakan 20%, yang membuat kawasan industri Batam penuh.
“Tarif impor yang tinggi menyebabkan banyak perusahaan di China relokasi ke Asia Tenggara untuk menghindari tarif tersebut. Dengan terpilihnya Trump kembali, lebih banyak perusahaan China akan merelokasi ke kawasan ini,” jelasnya.
Meski peluang besar, Batam saat ini menghadapi persaingan ketat dari Singapura dan Johor, Malaysia, yang membentuk aliansi Special Economic Zone (SEZ). Selain itu, Vietnam dan Myanmar juga menjadi pesaing dengan hubungan erat mereka dengan China.
“Ini momentum yang tepat untuk menarik investasi baru. Namun, Batam harus siap dengan infrastruktur yang baik, regulasi perizinan yang mudah, dan insentif fiskal yang pro-investor,” tambahnya.
Baca: Donald Trump Menang Pilpres AS 2024
Secara geografis, Batam diuntungkan dengan posisinya yang strategis di Selat Malaka, sementara Vietnam harus berputar jauh untuk mencapai selat tersebut. Meski demikian, negara-negara seperti China menawarkan stabilitas karena tidak adanya aksi demonstrasi buruh.
Namun, Batam perlu memperbaiki beberapa hal, seperti tingginya ongkos logistik dan ketidaktersediaan industri pendukung untuk komponen. Hal ini membuat investor harus mendatangkan bahan baku dari luar, yang menaikkan biaya produksi.
Tjaw mengungkapkan bahwa sektor non-migas Batam akan semakin berkembang, terutama dengan banyaknya industri ramah lingkungan yang bermunculan. Namun, ia mencatat bahwa investor masih cenderung menunggu kebijakan pemerintah baru di bawah Prabowo Subianto.
“Dengan perang dagang yang terus berlanjut, Batam masih sangat potensial bagi investor, terutama di bidang semikonduktor dan energi baru terbarukan (EBT) seperti panel surya,” ujarnya.
Tjaw berharap, dengan terus berlanjutnya perang dagang, Batam dapat terus menjadi tujuan investasi yang menarik jika kebijakan perizinan dan insentif terus diperbaiki.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid, menyatakan pihaknya belum dapat berspekulasi mengenai dampak kebijakan Trump terhadap ekonomi Batam.
“Jika kebijakan lama diterapkan, tarif tinggi akan menghambat perekonomian global. Negara-negara seperti China akan terbatas ruang geraknya,” kata Rafki.
Ia menambahkan bahwa industri China kemungkinan akan keluar atau berinvestasi di negara lain yang tidak terkena tarif tinggi. Batam bisa memanfaatkan peluang ini untuk menarik lebih banyak investasi, tetapi dengan hati-hati agar tidak hanya menjadi tempat untuk mencap produk sebagai “produk lokal.”
“Batam harus mendapatkan manfaat nyata dari investasi ini, seperti pengurangan pengangguran dan adopsi teknologi baru yang dibawa investor,” jelasnya.
Rafki juga mencatat bahwa kebijakan Trump bisa berubah, mengingat situasi global yang terus berkembang. “Kebijakan Trump mungkin lebih longgar di masa depan,” tuturnya.
Berdasarkan data BP Batam, investasi di Batam menunjukkan tren positif. Pada semester pertama 2024, investasi tumbuh 55,70%, dengan total nilai investasi mencapai Rp 12,31 triliun. BISNIS INDONESIA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News