Ada 686 Bencana dan Insiden di Kepri, Satlinmas Harus dapat Bekal Penanganan

Pembekalan penanganan kebencanaan untuk Satlinmas di Kabupaten Bintan, Selasa (12/11/2024). Foto: Istimewa

Bintan (gokepri.com) – Penata Penanggulangan Bencana Ahli Muda BPBD Kepri, Hardin Nafii menyebutkan, sepanjang tahun 2023, BPBD Kepri mencatat bencana dan insiden di seluruh Negeri Segantang Lada ini  mencapai 686 peristiwa.

Oleh sebab itu perlu kesiapsiagaan bencana untuk melindungi jiwa, mengurangi kerugian materi, serta meminimalkan gangguan terhadap kehidupan sehari-hari.

Bacaan Lainnya

“Kesiapsiagaan bencana adalah upaya bersama untuk mengurangi dampak buruk dari bencana dan memastikan bahwa masyarakat dapat merespon dan pulih dengan cepat dan efektif jika terjadi bencana,” kata Hardin, di Awandari Resort, Kelurahan Toapaya, Kabupaten Bintan, Selasa 12 November 2024.

Baca Juga: Satlinmas Karimun Dibekali Pelatihan Penanganan Bencana dan Kebakaran

Di Awandari, Hardin, bersama Roli Kuncoro dari Basarnas Kepri dan Masri Patera dari UPT Damkar Toapaya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Bintan memberi materi dalam Koordinasi Penyelenggaraan Kententraman, Ketertiban Umum dan Pelindungan Masyarakat, kegiatan diikuti anggota Satlinmas Bintan.

Kegiatan ini dibuka langsung Kasatpol PP dan Penanggulangan Kebakaran Kepri Hendri Kurniadi.

Pembekalan untuk Satlinmas Kabupaten Bintan, Selasa (12/11/2024). Foto: Istimewa

Di Kepri, kata Hardin, bencana dan insiden sepanjang lima tahun terakhir tertinggi terjadi di tahun 2022. Saat itu, BPBD Kepri mencata 711 bencana dan insiden. Sementara sepanjang 2019 ada 672 peristiwa, 2020 sebanyak 236 peristiwa dan 2021 sebanyak 459 bencana dan insiden.

Menurut Hardin, kesiapsiagaan itu penting sebagai tindakan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadi bencana untuk mengurangi dampaknya dan memastikan masyarakat siap menghadapi situasi darurat.

Tujuannya adalah untuk melindungi jiwa, mengurangi kerugian materi, serta meminimalkan gangguan terhadap kehidupan sehari-hari. Kesiapsiagaan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, organisasi non-pemerintah, serta individu.

“Dengan kesiapsiagaan kita mampu mengenali ancaman dan memprediksi sebelum terjadi bencana. Juga mampu mencegah bencana jika mungkin. Jika tidak, mampu mengurangi dampaknya , jika terjadi bencana mampu menanggulangi secara efektif dan setelah bencana terjadi, mampu pulih kembali,” kata Hardin.

Satlinmas Kabupaten Bintan mendapat pembekalan mengenai kebencanaan. Foto: Istimewa

Apalagi, kata Hardin, sesuai dengan salah satu tugas dan fungsinya membantu dalam penanganan bencana, anggota Satlinmas perlu mendapat pengetahuan tentang bencana. Karena itu, koordinasi untuk menambah pengetahuan dan kemampuan dalam penanganan bencana.

Hardin pun memaparkan potensi ancaman bencana di Kepri. Di antaranya banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem dan gelombang ekstrim. Kemudian ada abrasi pantai, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, tanah longsor, epidemi, wabah penyakit dan kegagalan teknologi.

Menurut Hardin, yang juga perlu dilakukan adalah kajian risiko bencana. Kajian risiko bencana ini merupakan proses analisis dan penilaian risiko yang digunakan untuk memahami potensi bencana di suatu daerah dan dampaknya terhadap masyarakat, lingkungan, serta infrastruktur.

Kajian risiko bencana ini, kata Hardin, dilakukan dengan melakukan perhitungan pada komponen bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity) masing-masing daerah.

Hardin pun menyampaikan komponen-komponen kajian risiko bencana. Di antaranya identifikasi bahaya, analisis kerentanan dan komponen kapasitas.

Identifikasi bahaya dilakukan untuk mengidentifikasi jenis bahaya yang mungkin terjadi di suatu wilayah, seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, atau kebakaran hutan. Kemudian untuk memahami sifat dan karakteristik bahaya tersebut, termasuk frekuensi, intensitas, dan lamanya kejadian.

Sementara kerentanan sangat penting untuk menganalisis faktor-faktor yang membuat masyarakat, infrastruktur, atau lingkungan lebih rentan terhadap bahaya. Faktor-faktor kerentanan dapat mencakup kondisi sosial-ekonomi, kepadatan penduduk, kondisi bangunan, dan akses ke layanan kesehatan.

Sementara komponen kapasitas untuk menilai kapasitas dan sumber daya yang dimiliki masyarakat atau pemerintah untuk menghadapi bencana, termasuk kemampuan dalam pencegahan, tanggap darurat, dan pemulihan. Kapasitas ini mencakup infrastruktur, sistem peringatan dini, pengetahuan masyarakat, serta kemampuan lembaga penanggulangan bencana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait