BATAM (gokepri) — Pekerja di dua sektor industri berisiko tinggi di Batam akan menerima upah minimum sektoral atau UMS sebesar Rp5.374.672 per bulan mulai 1 Januari 2026. Besaran itu ditetapkan Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad berdasarkan rekomendasi Pemerintah Kota Batam.
Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) Batam 2026 tersebut hanya berlaku bagi pekerja di industri kapal dan bangunan terapung—sektor yang dinilai memiliki risiko keselamatan dan kesehatan kerja lebih tinggi dibanding sektor lainnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, Yudi Suprapto, mengatakan rekomendasi UMSK disusun melalui pembahasan intensif bersama serikat pekerja dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), serta melibatkan unsur pemerintah dan kepolisian.
“Kami duduk bersama semua pihak. Setelah ada kesepakatan, rekomendasi itu kami sampaikan kepada Gubernur Kepri pada 24 Desember 2025,” ujar Yudi di Batam, Senin, 29 Desember 2025.
Dalam rekomendasi tersebut, Wali Kota Batam mengusulkan dua sektor penerima UMSK, yakni industri kapal dan perahu serta jasa reparasi bangunan terapung, serta industri bangunan lepas pantai dan bangunan terapung. Kedua sektor itu ditetapkan dengan nilai penyesuaian yang menghasilkan UMSK Rp5,37 juta.
Angka tersebut sekitar Rp17 ribu lebih tinggi dibandingkan Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2026 yang ditetapkan sebesar Rp5.357.982. Meski selisihnya tipis, pemerintah menilai penetapan UMSK penting sebagai bentuk pengakuan atas risiko kerja yang dihadapi pekerja sektor tersebut.

Keputusan gubernur juga menegaskan perusahaan yang telah membayar upah di atas ketentuan UMSK dilarang menurunkan besaran gaji pekerjanya. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjaga kepastian dan perlindungan penghasilan pekerja.
Pemerintah Kota Batam menyebut penetapan UMSK 2026 merupakan hasil kompromi antara kepentingan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha, sekaligus bagian dari upaya menjaga iklim industri tetap kondusif di tengah tekanan ekonomi global.
Sebelumnya diberitakan, pembatalan Upah Minimum Sektoral Kota Batam 2026 memicu kekecewaan buruh. Serikat pekerja menilai pemerintah abai pada perlindungan upah sektor berisiko tinggi.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam, Yapet Ramon, mengatakan ketiadaan UMSK menjadi pukulan berat bagi buruh. Menurut dia, UMSK adalah instrumen pembeda upah berdasarkan risiko dan beban kerja.
“UMSK itu prinsipnya membagi upah berdasarkan risiko dan beban kerja. Pekerjaan berisiko tinggi tentu tidak bisa disamakan dengan yang risikonya ringan,” kata Yapet, Selasa 23 Desember 2025.
Ia mencontohkan pekerjaan konstruksi di ketinggian dan sektor yang bersentuhan dengan bahan kimia berbahaya. Seluruh sektor berisiko tersebut, kata dia, terdapat di Batam sebagai kota industri.
“Batam itu lengkap. Sangat disayangkan, bertahun-tahun buruh menginginkan upah berkeadilan, tapi tidak pernah terwujud,” ujarnya.
Baca Juga: Alasan Batam Tak Terapkan Upah Minimum Sektoral
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News








