Batam (gokepri.com) – Proses pembahasan Upah Minimum Kota (UMK) Batam tahun 2025 berlangsung kondusif meskipun terdapat perbedaan pendapat antara serikat pekerja, pengusaha dan pemerintah daerah. Rapat pembahasan itu dilakukan di Gedung Graha Kepri, Kota Batam, Jumat, (13/12/2024).
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kepri, Mangara Simarmata, mengatakan bahwa perbedaan pendapat itu akhirnya menemukan titik temu sehingga pembahasan UMK kabupaten/kota di Kepri tahun 2025 dapat diterima.
Mangara menyebutkan, penetapan UMK Batam dijadwalkan paling lambat Rabu 18 Desember 2024 dengan angka usulan sebesar Rp4.989.600.
Baca Juga: UMK Batam 2025: Buruh Desak Kenaikan, Pengusaha Tertekan Beban
“Saya kira ini sudah sesuai dengan aturan, yaitu kenaikan sebesar 6,5 persen sebagaimana diatur dalam Permenaker. Usulan ini akan kami teruskan kepada Gubernur Kepri untuk dipertimbangkan,” katanya.
Mangara berharap, Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, dapat mengambil keputusan yang bijak dengan mempertimbangkan daya saing daerah dalam menarik investasi.
“Suasana kondusif perusahaan dan daya saing harus tetap terjaga. Kita bersaing dengan banyak daerah lain untuk menarik investasi,” katanya.
Di sisi lain, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melalui perwakilannya, Masrial, menyatakan bahwa persoalan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) dinilai belum menemui titik terang.
“Kami berharap, sesuai dengan Permenaker, UMSK juga harus ada angkanya. Kalau untuk UMK saja bisa diusulkan, seharusnya Kadisnaker juga bisa mengusulkan angka untuk UMSK meskipun belum ada kesepakatan,” ujar Masrial.
Pihaknya mengusulkan kenaikan UMK sebesar 37 persen. Hal itu berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sebesar Rp6,1 juta. Usulan ini mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi Batam yang tumbuh positif.
Sementara itu, Ketua Apindo Batam, Rafki Rasyid menyebut, pembahasan upah ini masih menghadapi kendala teknis. Menurutnya, Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 belum memberikan petunjuk teknis (juknis) yang jelas terkait sektor, beban kerja, dan risiko kerja sebagai dasar penetapan UMSK.
“Harus ada juknis dulu sebelum bisa dibahas. Sekarang ini belum ada panduannya, jadi pembahasan tidak bisa terburu-buru,” kata Rafki.
Terkait UMK, Rafki mengakui bahwa angka Rp4,9 juta sudah menjadi keputusan pemerintah. Walaupun dinilai berat bagi pengusaha, pihaknya akan tetap patuh karena sudah menjadi aturan.
Rafki juga menyebut ada kekhawatiran pengusaha terhadap dampak kenaikan UMK terhadap sektor padat karya seperti garmen dan manufaktur. Menurutnya, dengan upah minimum yang tinggi, akan memengaruhi daya saing Batam.
“Kami juga mempertanyakan dasar kenaikan 6,5 persen ini, karena tidak ada penjelasan rinci dari pemerintah,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News