
Batam (gokepri) – Rencana Indonesia dan Singapura mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung akan terwujud. Proyek ini rencananya akan dimulai pada 2024. Listrik sekitar 2 gigawatt akan dipasok ke Singapura melalui kabel bawah laut.
Apabila jadwal pembangunan berjalan sesuai rencana, Batam akan menjadi lokasi pertama di Indonesia yang memiliki pembangkit listrik tenaga surya komersial dengan skala besar.
Saat ini, Indonesia hanya memiliki beberapa pembangkit listrik tenaga surya, masing-masing dengan kapasitas kurang dari 50 megawatt.
Pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas sekitar 150 megawatt di Provinsi Jawa Barat diharapkan baru beroperasi pada Oktober 2023.
“Singapura lebih siap saat ini untuk menyerap listrik tenaga surya dalam skala besar,” ujar Rachmat Kaimuddin, Wakil Menteri di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang bertugas mengawasi proyek ini, dilansir dari The Straits Times, Selasa 11 Juli 2023.
Proyek ini digadang-gadang menguntungkan kedua negara. Singapura berupaya beralih dari gas alam ke sumber energi terbarukan, sementara Indonesia akan mendapatkan manfaat dari investasi asing yang mengembangkan PLTS.
“Harga gas tinggi dan volatil. Proyek pembangkit listrik tenaga surya Batam tidak hanya menawarkan harga yang kompetitif, tetapi juga membuat tarif listrik Singapura stabil dan dapat diprediksi. Bagi Indonesia, ini berarti peningkatan investasi,” ungkap Fabby Tumiwa, direktur eksekutif lembaga Institute for Essential Services Reform berbasis di Jakarta, kepada Straits Times.
Saat ini, Indonesia masih mengandalkan bahan bakar fosil yang terjangkau untuk menghasilkan listrik. Fabby mengatakan masyarakat Indonesia masih menikmati listrik berbasis batubara yang sangat terjangkau karena pemerintah mengatur harga batubara yang dijual ke pembangkit listrik, sehingga listrik tenaga surya kurang kompetitif saat ini.
Hal ini membuat Singapura menjadi pembeli ideal bagi produksi listrik dari PLYS. “Pembangkit listrik tenaga surya Batam diperkirakan akan memiliki 40 persen konten lokal – dengan komponen dan peralatan yang diperoleh dari lokal,” kata Rachmat, lulusan Massachusetts Institute of Technology.
Untuk proyek ini, konsorsium Indonesia yang terdiri dari Adaro Energy berbasis di Jakarta, TBS Energi Utama, dan Medco Energi akan bekerja sama dengan konsorsium Singapura yang melibatkan Keppel Corporation.
Adaro mengelola berbagai bisnis mulai dari pembangkit listrik hingga tambang emas, sementara TBS memiliki usaha patungan yang menjual sepeda motor listrik. Medco adalah perusahaan minyak dan gas.
Di Singapura, juru bicara Keppel mengatakan kepada Straits Times pada Jumat pekan lalu bahwa mereka mendukung proyek koridor hijau ini.
Semakin banyak investor asing di Indonesia yang mendanai produksi bahan dan perangkat pembangkit listrik tenaga surya, yang mengubah sinar matahari menjadi energi listrik.
Mereka tertarik dengan sumber daya alam yang melimpah di negara Indonesia dan kebijakan pemerintah yang mendukung, seperti pengurangan pajak penghasilan selama enam tahun pertama operasi dan pembebasan tarif impor.
Pemain terbaru adalah produsen modul surya berbasis di California, SEG Solar, yang mengumumkan pada bulan Juni bahwa mereka akan menghabiskan USD500 juta untuk mengembangkan fasilitas di Batang, Provinsi Jawa Tengah, untuk membuat panel surya.
“Indonesia menawarkan lingkungan yang mendukung dengan kebijakan yang menguntungkan, manfaat perpajakan, dan sumber daya silikon yang melimpah,” kata CEO SEG, Jim Wood, dalam sebuah pernyataan pada 23 Juni.
Indonesia memiliki apa yang diperlukan untuk mendukung pembuatan panel surya. Menurut data, Indonesia memiliki sumber daya pasir kuarsa sebesar 211,8 miliar ton, sumber daya bijih besi sebesar 700 juta ton, dan sumber daya bijih nikel sebesar 9,4 miliar ton.
Pemerintah Indonesia mengatakan komitmennya untuk mengembangkan rantai nilai panel surya nasional guna mendukung penerapan energi terbarukan di dalam negeri seiring dengan perlahan mengurangi ketergantungan pada listrik dari bahan bakar fosil tradisional.
Komaidi Notonegoro, direktur eksekutif lembaga ReforMiner Institute yang berbasis di Jakarta, menolak kritik bahwa ekspor listrik tenaga surya akan bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia.
“Proyek pembangkit listrik tenaga surya Batam akan memungkinkan Indonesia mendapatkan pendapatan penjualan yang layak dari Singapura, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk membangun pembangkit listrik lainnya di dalam negeri dengan optimal,” papar dia.
Baca Juga:
- Banjir Investasi Koridor Hijau Batam
- Korporasi-Korporasi yang Bersiap Ekspor Listrik Hijau ke Singapura
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News