BATAM (gokepri) – Perizinan terpusat masih menghambat investasi yang akan masuk ke Batam. Himpunan Kawasan Industri (HKI) berharap pemerintah merevisi regulasi perizinan untuk kembalikan daya saing.
Himpunan Kawasan Industri (HKI) Batam-Karimun mendorong pemerintah segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 dan PP Nomor 41 Tahun 2021. Usulan ini muncul sebagai respons atas hambatan struktural dalam sistem perizinan dan tata kelola kawasan perdagangan bebas yang dinilai belum efektif mendorong arus investasi dan ekspansi industri di Batam.
Koordinator HKI Batam-Karimun, Adhy Prasetyo Wibowo, mengatakan penyempurnaan regulasi akan berpotensi mendorong daya saing Batam di tengah dinamika ekonomi regional dan global yang semakin kompetitif. “HKI menilai, revisi kedua aturan ini sangat krusial untuk memperkuat daya saing kawasan industri dan mempercepat realisasi investasi, khususnya di wilayah strategis seperti Batam,” ujarnya, Selasa (27/5).
Menurut Adhy, implementasi kedua PP tersebut masih menghadirkan kendala signifikan di lapangan. Salah satu sorotan utama adalah sistem perizinan terpusat melalui Online Single Submission (OSS) berbasis risiko yang belum mengakomodasi karakteristik khusus Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) seperti Batam.
Sebagai kawasan KPBPB, Batam memerlukan perlakuan regulasi yang berbeda dari wilayah umum. Namun, hingga saat ini, BP Batam sebagai pengelola kawasan belum memiliki kewenangan penuh dalam menerbitkan sertifikat standar maupun melakukan verifikasi teknis perizinan lingkungan. Dampaknya, beberapa kawasan industri di Batam menghadapi hambatan serius dalam pengajuan adendum Amdal dan penerbitan izin operasional. Ketergantungan pada otoritas pusat memperlambat proses, menunda ekspansi usaha dan pembangunan infrastruktur industri.
“Kondisi ini menciptakan ketidakpastian bagi investor dan menurunkan daya saing Batam sebagai destinasi investasi regional,” ungkap Adhy.
HKI mendorong agar kewenangan perizinan, seperti izin lingkungan (Amdal) untuk Penanaman Modal Asing (PMA), serta Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) darat dan laut, dapat dipusatkan di bawah otoritas BP Batam. Langkah ini dinilai krusial mengingat Batam, dengan status KPBPB, memegang peran strategis sebagai mercusuar investasi nasional.
Idealnya, regulasi dirancang untuk memberikan fleksibilitas bagi kawasan KPBPB guna menjalankan proses perizinan secara mandiri, terutama dalam aspek teknis dan lingkungan. HKI menilai pendelegasian kewenangan perizinan kepada BP Batam akan mempercepat proses bisnis dan mendorong pertumbuhan industri yang lebih inklusif. Penarikan kewenangan perizinan strategis ke kementerian dan lembaga di tingkat pusat justru mengikis keistimewaan Batam sebagai KPBPB. Ketimpangan ini berpotensi menjadi hambatan serius bagi daya saing Batam dalam menghadapi kompetisi regional di kawasan Asia Tenggara.
“Tanpa reformasi regulasi yang kontekstual, Batam akan kehilangan momentum dalam menghadapi persaingan regional. Vietnam, Malaysia, dan Thailand telah melangkah lebih progresif dengan sistem perizinan terdesentralisasi yang mendukung efisiensi dan kepastian hukum. Indonesia tidak boleh tertinggal,” tegas Adhy.
HKI juga mencatat keberhasilan reformasi ekonomi tidak cukup hanya melalui penyederhanaan izin secara administratif. Pemerintah perlu menyelaraskan regulasi dengan karakteristik kawasan, memperjelas struktur kewenangan, dan memastikan sistem digital OSS benar-benar inklusif serta adaptif terhadap berbagai jenis kawasan industri.
Lebih lanjut, Adhy menyampaikan, potensi Batam sebagai pusat industri dan logistik nasional tidak akan optimal tanpa dukungan regulasi yang responsif. Dengan posisi geografis strategis, infrastruktur yang kompetitif, dan dukungan SDM industri, Batam memiliki kapasitas besar untuk menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Pemerintah harus menjadikan Batam sebagai model kawasan industri masa depan yang efisien, kompetitif, dan terintegrasi. Revisi PP 5/2021 dan PP 41/2021 menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem usaha yang mampu menjawab tantangan global dan menarik investasi berkualitas tinggi.
“Investor yang beroperasi di Batam pada umumnya merupakan pelaku usaha yang patuh terhadap regulasi. Mereka siap memenuhi ketentuan yang berlaku, sepanjang proses perizinan—terutama perizinan dasar yang menjadi syarat operasional—dapat dilakukan secara efisien dan dipermudah,” ujarnya.
HKI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis pemerintah dalam proses perumusan kebijakan dan penyempurnaan regulasi. Dunia usaha berharap pemerintah segera menyelesaikan proses revisi dua peraturan penting ini, demi menciptakan iklim investasi yang sehat, kompetitif, dan mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Baca Juga: Percepat Investasi, Kepala BP Batam Audiensi dengan Presiden Prabowo
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News