Menggambar Harapan Aisha Illona Lewat Seni Lukis

Anak autisme
Aisha Illona Azaria Hapsari dan sang ibu, Sriyanti. Foto: gokepri/Muhammad Ravi

Aisha Illona Azaria Hapsari membuktikan anak-anak berkebutuhan khusus juga bisa memiliki bakat dan potensi. Dukungan orang tua dan lingkungan untuk menerima dan merangkul anak autisme sangat menentukan tumbuh kembang mereka.

Muhammad Ravi, Batam

Bacaan Lainnya

Anak bagaimanapun keadaannya tetaplah karunia Tuhan. Orangtua di mana pun tidak bisa menentukan anak seperti apa yang akan dilahirkan dan dibesarkan. Orangtua dan anak dengan autisme membutuhkan dukungan dari lingkungan yang memahami kondisi bahwa setiap orang punya keunikan masing-masing.

Seperti perjuangan Sriyanti. Memiliki anak spesial berkebutuhan khusus tidak memupus harapan Sriyanti dan suaminya untuk mengembangkan bakat Aisha Illona Azaria Hapsari. Anak kedua mereka ini mengidap autisme sejak 16 tahun lalu. Autism Spectrum Disorder (ASD) atau yang lebih sering dikenal dengan autisme adalah sebuah kondisi perkembangan otak yang mengalami gangguan sehingga memengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Perjalanan panjang harus dilalui oleh Yanti, sapaan akrabnya. Ia menggali minat dan bakat Aisha. Yanti menceritakan sejak kecil, Aisha setelah didiagnosa mengidap autisme pada umur 22 bulan, mulai menunjukkan minatnya dalam menggambar. Hal itu terlihat ketika Aisha mulai mencoret-coret apapun yang diinginkannya. Dari situ, Yanti dan suaminya mulai memfasilitasi Aisha untuk menggambar di media yang lebih cocok. Seperti membelikannya papan tulis, buku gambar, dan mewarnai sampai yang dia pakai sekarang.

Anak autisme
Sriyanti. Foto: gokepri/Muhammad Ravi

“Jadi dari umur 2 tahun Aisha udah terapi cuma kalau untuk sekolah nonformal. Kebetulan kami selalu berpindah-pindah, jadi Aisha dapat private teacher. Dari kecil dia sudah mulai kelihatan suka mencoret-coret, jadi saya belikan papan tulis. Seiring waktu dia suka mewarnai, ya sudah, kami siapkan krayon begitu sampai di titik ini,” kata Yanti saat ditemui di kediamannya, di Batam pada Senin, 13 November 2023.

Sejak pandemi Covid-19, kegiatan Yanti bersama Aisha di luar rumah berkurang. Sejak itu ia mulai mencari kegiatan untuk mengalihkan perhatian Aisha yang lebih sering menghabiskan waktu dengan bermain gawai pintar dan laptopnya. Untuk mengisi kegiatan Aisha yang kosong, ia mulai mengarahkannya untuk menggambar di media botol bekas sehingga menjadi barang bernilai guna. Seiring waktu, media botol yang digunakannya habis dan Yanti mulai mengarahkan anak keduanya itu untuk menggambar di piring dan tas milik Yanti pribadi untuk proses belajar menggambar Aisha.

“Jadi punya saya dulu di-trial belum berani punya orang kan. Ternyata bagus dan saya suka posting di Instagram-nya Aisha, eh ada yang suka dan ada yang pesan. Jadi seiring waktu beginilah, Aisha baru mulai konsen bulan Februari 2023,” jelas Yanti.

Baca Juga: 

Anak autisme
Aisha Illona Azaria Hapsari. Foto: gokepri/Muhammad Ravi

Proses Aisha sampai bisa menggambar merupakan hasil belajar sendiri alias otodidak. Yanti hanya mengarahkan dan memfasilitasi perlengkapan serta kebutuhan menggambar milik Aisha. “Dia diminta gambar apa saja dia bisa. Saya amazing juga, saya enggak pernah nyuruh dia gambar orang, ternyata dia juga bisa dan lucu. Secara spesifik Aisha tidak ada gambar yang dia suka tapi dia suka gambar yang cerah, colorfull. Misalnya dia disuruh gambar bunga yang colorfull, dia akan happy banget. Tapi dia menggambar masih melihat referensi dari Google,” kata Yanti.

Sekarang, Yanti memiliki impian bisa menemukan guru yang bisa mengajarkan Aisha untuk meluki dan menggambar. Dia menyebut mencari guru untuk anak spesial yang bisa transfer ilmu ke si anak tidaklah gampang, bahkan Yanti mengaku telah beberapa kali mencarikan Aisha guru, namun hanya dua kali pertemuan, guru-guru itu merasa tidak mampu untuk mengajari Aisha.

“Harapan saya untuk Aisha pasti sama seperti orang tua lain. Saat orang tuanya sudah tidak bisa meng-cover dia, mem-protect dia, inginnya dia mandiri. Saya berharap suatu saat Aisha bisa mengembangkan bakatnya itu, dengan siapapun yang menjaga Aisha nanti, dia sudah mandiri. Mungkin dia tidak tergantung sepenuhnya sama orang tapi cuma untuk mengawasi dia dan secara finansial mungkin dia bisa membiayai dirinya sendiri dari karya-karyanya,” kata Yanti.

Anak autisme
Foto: gokepri/Muhammad Ravi

Kini, Aisha dengan hasil karya tangan miliknya telah mampu membuahkan hasil. Hasil penjualan karyanya selalu didonasikan kembali kepada anak-anak berkebutuhan khusus seperti Aisha. Dengan hal itu, Yanti ingin mengajarkan kepada Aisha dan orang lain agar bisa memahami serta membantu antara sesama.

“Karena konsepsi saya dan suami, selagi kita masih punya rezeki, Aisha itu tanggungjawab kami, jadi kalau pun Aisha itu ada rezeki dari hasil karyanya sendiri, kami sudah sepakat dengan papanya, kami donasikan lagi. Selama ini kan masih di komunitas saya sendiri, itu pun tidak ada tarif. Jadi kadang, mereka aku pesan ini dong mbak untuk hiasan, kadang mereka kasihnya itu di atas perkiraan saya tapi mereka tahu ini enggak akan saya pakai. Jadi Aisha charity-nya kan, di Ig-nya saya selalu bikin Aisha berbagi,” lanjut Yanti.

Yanti menjelaskan bahwa setiap anak autisme itu adalah anak spesial dan unik dari anak yang lain. Dia juga membagikan pesan yang sama ketika ia dapatkan oleh seorang psikiater pertama yang mendiagnosa Aisha, untuk orang tua yang memiliki anak spesial sepertinya, agar terbuka ketika telah siap untuk berbagi.

“Jadi pesannya, saya enggak tau kamu butuh waktu berapa lama, mungkin sebulan, dua bulan, tiga bulan atau setahun. Cuma saat kamu sudah siap nanti terbukalah ke dunia tentang Aisha dan jangan pernah kamu menyembunyikan apapun tentang aisha karena itu akan meringankan hari-hari mu, kamu telah menjaga hatimu sendiri untuk tidak tersakiti,” sebut Yanti.

“Seiring waktu saya sadari itu, jadi saat saya terbuka orang akan menjaga saya dan enggak mungkin orang akan bercanda bersenda gurau disamping saya dan ini benar pesan yang harus saya ambil,” lanjutnya.

Yanti mengaku perjalanannya bersama Aisha tidak mudah. Jatuh bangun telah dirasakannya dalam mengarungi kehidupan untuk merawat dan membesarkan Aisha hingga kini. “Tergantung proses yang kita lewati, untuk Aisha jadi seperti ini juga enggak proses yang gampang, ya jatuh bangun lah namanya orang ada yang namanya naik turun, seperti itulah saya menghadapi Aisha,” ujar Yanti.

***

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait