Ketimpangan Upah TKA dan Pekerja Lokal di Sektor Hilirisasi Mineral

pekerja asing batam
Ilustrasi. Dua pekerja asing memeriksa pipa pengeboran siap pasar di Kabil, Batam. ANTARA FOTO

JAKARTA (gokepri) – Tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di sektor hilirisasi mineral di Indonesia mendapat gaji 7-10 kali lipat lebih tinggi dari pekerja lokal di lokasi yang sama. Ketimpangan upah ini ditemukan dalam studi kasus di Batam dan Konawe, Sulawesi Tenggara.

“Kalau kita bandingkan itu upahnya rata-rata sekitar 7 kali, saya pernah menghitung itu hampir 10 kali lipat,” kata pengamat ekonomi The Reform Initiative, Wildan Syafitri, Senin (3/2/2025).

Wildan mengatakan, perbedaan tingkat pendidikan menjadi alasan utama ketimpangan pendapatan antara pekerja lokal dan asing. Pekerja lokal masih sedikit yang bisa menempati posisi manajerial. “Saya kira kalau di Batam ini tenaga kerja (lokal) di posisi manajerial itu sudah cukup banyak, tapi di Konawe itu masih kecil karena memang disebabkan tingkat pendidikan yang masih rendah,” kata dia.

Gaji TKA
Pengamat Ekonomi The Reform Initiative Wildan Syafitri (kanan), dan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti (ketiga kiri) dalam diskusi hasil riset tantangan dan implikasi hilirisasi mineral di Jakarta, Senin (3/2/2025). (ANTARA/Muzdaffar Fauzan)

Menurut Wildan, jika pemerintah mau melakukan harmonisasi fasilitas pemurnian mineral (smelter) ke wilayah yang memiliki penduduk berpendidikan tinggi, atau masyarakat mau meningkatkan keterampilan, kesenjangan pendapatan bisa teratasi. “Seperti kalau di Jawa Timur, smelter di Gresik itu relatif TKA-nya, relatif lebih kecil,” kata dia.

Meski ada ketimpangan penghasilan, Wildan mengakui sektor hilirisasi membawa dampak besar terhadap kemajuan ekonomi daerah. Seperti di Batam dan Konawe yang bisa mempunyai pertumbuhan ekonomi hingga 22 persen. “Artinya dia (hilirisasi) bisa menjadi ujung tombak, jangan sampai ini tentu saja ada yang dikorbankan. Ini ujung tombak tapi yang dikorbankan adalah pekerja lokal,” ujar Wildan.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan masyarakat harus meningkatkan keterampilan agar bisa bersaing dengan tenaga kerja asing. Pemerintah juga diharapkan melakukan penguatan regulasi terkait ketenagakerjaan serta integrasi sistem antar kementerian/lembaga soal pengupahan. “Dilihat dari data BPS, hanya 12 persen saja TKI kita yang berpendidikan tinggi, 88 persen masih SMA ke bawah. Itu yang harus di-upgrade,” ujarnya. ANTARA

Baca Juga: Pekerja Asing Betah di Batam, 87 Persen Perpanjang Izin Kerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait