Kementerian Kesehatan Susun 3 Inovasi untuk Perangi TBC

inovasi perangi TBC
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam High Level Meeting TBC Innovation di Bali, Senin (11/11/2024). Foto: kemkes.go.id

Bali (gokepri.com) – Kementerian Kesehatan menargetkan deteksi 1 juta kasus tuberkulosis (TBC) di 2025 demi mengejar target eliminasi TBC pada tahun 2030. Untuk mencapai target ambisius itu, Kemenkes menyusun tiga inovasi untuk memerangi TBC.

Hal itu dipaparkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers Pertemuan Tingkat Tinggi Inovasi Tuberkulosis (High Level Meeting TBC Innovation) yang digelar di Bali pada Senin 11 November 2024.

Bacaan Lainnya

“Target kami tahun depan, kita bisa menemukan sekitar 1 juta kasus. Dari 1.060.000 yang ditemukan, saya ingin 1 jutanya kita diagnosis,” ujarnya, dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan.

Baca Juga: Dinkes Batam Serius Tangani TBC, Jemput Bola hingga Libatkan Lintas Sektor

Tiga inovasi yang disusun ini bertujuan mendorong pemerataan akses pengobatan, peningkatan kesadaran masyarakat, serta pemanfaatan teknologi untuk diagnosis lebih cepat dan akurat.

Inisiatif pertama adalah meningkatkan dan mengembangkan sistem surveilans. Ke depan metode skrining TBC akan diperluas. Tidak hanya menggunakan alat TCM, yang juga digunakan untuk pemeriksaan diabetes, tetapi juga alat PCR yang sebelumnya dipakai untuk tes Covid-19.

“Skrining TBC itu susah karena harus diambil dari batuk, sekarang dengan teknologi PCR, lagi kita coba di Jawa Barat di-swab bukan di hidung, tapi di tenggorokan,” kata Budi.

Selain menggunakan alat PCR, Menkes juga sedang menguji teknologi terbaru USG, yang biasanya digunakan untuk memeriksa kondisi janin dan deteksi dini kanker payudara. Teknologi ini akan dicoba untuk identifikasi pneumonia atau TBC.

“Ternyata sekarang dengan dibantu AI, (USG) bisa untuk identifikasi pneumonia atau TBC,” ujarnya.

Sedangkan inisiatif kedua, yakni memperkuat aspek terapeutik atau pengobatan. Durasi pengobatan TBC yang cukup lama, yakni sekitar 6 bulan membuat banyak orang tak menyelesaikan proses pengobatan.

“Untuk obat, saya tertarik (Indonesia) ikut clinical trial yang sekali suntik. Jadi obat minum kalau bisa diganti dengan sekali suntik, atau juga alternatif keduanya obatnya diturunin dari 6 bulan ke 1 bulan,” kata dia.

Inisiatif ketiga adalah pengembangan vaksin TBC. Menkes menyebutkan, Indonesia telah terlibat dalam clinical trial vaksin TBC M72, tetapi tingkat keberhasilannya sangat rendah. Ke depannya Indonesia akan mengikuti clinical trial berbagai jenis vaksin TBC lainnya.

“Kombinasi vaksin dan pengobatan bila kita lakukan dengan baik bisa menjadi game charger yang sukses. Mari Indonesia ikut berpartisipasi dalam clinical trial di banyak jenis vaksin. Jadi, kalau gagal satu bisa dicoba yang lainnya,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait