Gencarkan Sosialisasi, Penerapan Fuel Card Pertalite di Batam Ditunda

Fuel Card Batam ditunda
Kepala Disperindag Batam Gustian Riau memegang kartu kendali atau fuel card 5.0. Ia mengumumkan pendaftaran kartu kendali ini dibuka untuk tahap kedua, Senin (2/12/2024). Foto: Gokepri.com/Engesti Fedro

BATAM (gokepri) — Pemerintah Kota Batam menunda penerapan kartu kendali Fuel Card 5.0 untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite yang semula direncanakan mulai Maret 2025.

Penundaan ini merupakan respons atas keresahan masyarakat. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Batam, Gustian Riau, menyatakan pihaknya tidak ingin polemik berkepanjangan terkait Fuel Card.

“Kami hentikan sementara dulu. Kami tidak mau ada polemik terus menerus terkait Fuel Card ini. Jadi kami putuskan untuk menunda sementara dulu,” ujarnya, Sabtu 25 Januari 2025.

Meskipun program ini mendapat perhatian dari pemerintah pusat dan daerah lain sebagai upaya memastikan BBM bersubsidi tepat sasaran, Disperindag akan lebih dulu memasifkan sosialisasi.

“Mempertimbangkan respons dan tanggapan yang cukup beragam dari berbagai kalangan, serta berdasarkan hasil evaluasi yang kami lakukan, sementara ini kami bersepakat untuk menunda pelaksanaan, sampai masyarakat benar-benar memahami tujuan dari Fuel Card 5.0 ini,” kata Gustian.

Ia menambahkan pihaknya akan terus memperkenalkan inovasi kartu kendali BBM bersubsidi ini dan merespons keresahan masyarakat dengan baik.

“Penyebarluasan informasi mendetail mengenai Fuel Card ini akan kami gencarkan kembali,” ujarnya.

Gustian menjelaskan perbedaan Fuel Card dan QR Code MyPertamina. QR Code MyPertamina merupakan bagian dari cara mendata kendaraan penerima BBM subsidi, sedangkan Fuel Card adalah alat pengendali saat pembelian BBM subsidi.

“Sehingga Fuel Card hadir untuk memastikan BBM tepat sasaran, dan meminimalisir terjadinya penyelewengan,” kata Gustian.

Menuai Polemik

Diberitakan, penerapan Fuel Card 5.0 untuk pembelian BBM bersubsidi jenis Pertalite di Batam memicu polemik. Kebijakan ini dinilai tumpang tindih dengan sistem QR Code Pertamina.

Sejumlah anggota DPRD Batam menilai kebijakan Fuel Card 5.0 belum matang dan berpotensi menimbulkan masalah baru, alih-alih menyelesaikan persoalan distribusi BBM bersubsidi.

Anggota DPRD Batam, Ruslan Sinaga, mengungkapkan kekhawatirannya. Menurutnya, program Fuel Card ini justru menciptakan kebingungan dan keresahan. “Keputusan Disperindag membuat Fuel Card ini meresahkan kami,” ujarnya.

Keresahan ini didasari oleh beberapa faktor. Pertama, belum adanya Peraturan Wali Kota (Perwako) yang mendasari kebijakan ini. Kedua, keterlibatan tiga bank dalam program ini dinilai membingungkan dan berpotensi menimbulkan inefisiensi. Ketiga, dan yang paling disorot, adalah adanya biaya administrasi yang dibebankan kepada masyarakat.

“Seharusnya ada Perwako sebelum Fuel Card ini dijalankan. Ini menyangkut kepentingan masyarakat luas. Tanpa dasar hukum yang kuat, kebijakan ini rentan dipersoalkan, bahkan berpotensi diperiksa KPK,” kata Ruslan.

fuel card batam
Anggota DPRD Batam, Ruslan Sinaga. GOKEPRI/Engesti Fedro

a menilai kebijakan ini menyulitkan warga, terutama mereka yang tidak memiliki akses mudah ke bank-bank yang ditunjuk. Biaya administrasi sebesar Rp20 ribu per bulan juga dianggap memberatkan, terutama bagi penerima subsidi BBM yang seharusnya terbantu.

“Uang Rp20 ribu itu lari ke mana? Ke APBD atau pihak lain? Seharusnya urusan ini diserahkan ke Pertamina. Disperindag cukup mengawasi. Ini bukan ranah mereka,” tegas Ruslan. DPRD Batam berencana memanggil Disperindag untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna meminta penjelasan detail terkait kebijakan ini.

Adapun sejumlah warga Batam keberatan dengan biaya bulanan Rp20 ribu dan merasa keberatan dengan adanya dua sistem, barcode Pertamina dan Fuel Card. “Kenapa bebannya ke masyarakat? Kenapa bukan ke Pertamina, pemilik SPBU, atau pemerintah? Ini kan program pemerintah. Pungutan ini terasa seperti pemalakan,” ujar Ali, warga Tiban. Ia mempertanyakan manfaat kerjasama dengan bank jika akhirnya masyarakat yang menanggung biaya admin.

Masrizal, warga Batuaji, juga senada. “Misalnya mau isi Rp150 ribu, harus bayar Rp170 ribu. Kenapa harus tiga bank? Potongan Rp20 ribu itu sangat berarti bagi kami,” ujarnya.

Ia membandingkan dengan Fuel Card 3.0 untuk solar yang dinilai lebih berhasil karena penggunanya relatif sedikit dan didominasi pengusaha. Sementara Pertalite, penggunanya mayoritas masyarakat umum.

Baca Juga: Batam Uji Coba Fuel Card 5.0, Sebanyak 23 Ribu Kartu Siap Digunakan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

 

Pos terkait