JAKARTA (gokepri) — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat angka pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 73.992 pekerja pada periode 1 Januari hingga 10 Maret 2025. Angka ini didapat dari data pekerja yang tidak lagi menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dalam kurun waktu tersebut.
Sementara itu, jumlah pekerja yang mengajukan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan alasan PHK tercatat sebanyak 40.683 orang pada periode yang sama.
Data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan angka yang berbeda dan jauh lebih rendah. Kemnaker mencatat korban PHK mencapai 24.036 orang hingga 23 April 2025. Jawa Tengah, Daerah Khusus Jakarta, dan Riau menjadi provinsi dengan kasus PHK terbanyak sepanjang awal tahun 2025 ini.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkap, jumlah PHK hingga April 2025 tersebut sudah mencapai sepertiga dari total kasus PHK yang terjadi sepanjang tahun 2024, yang kala itu mencapai 77.965 orang. “Saat ini sudah terdata adalah sekitar 24.000, jadi sudah sepertiga lebih dari 2024,” kata Yassierli dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senin (5/5/2025).
Menanggapi data PHK yang tinggi di awal tahun ini, Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menilai kondisi tersebut perlu menjadi perhatian pemerintah. “Walaupun dalam sisi lain kita juga banyak pekerjaan-pekerjaan baru melalui investasi yang masuk, namun kita mesti menyadari bahwa kita juga harus menyiapkan 3 juta – 4 juta pekerjaan baru setiap tahunnya,” kata Shinta dalam konferensi pers Apindo di Jakarta, Selasa (13/5/2025).
Menurut Shinta, investasi yang masuk dan tumbuh saat ini belum sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang mencari lapangan pekerjaan. Untuk itu, Apindo mendorong revitalisasi industri padat karya, terlebih dalam kondisi masifnya kenaikan angka PHK. “Makanya sekarang kenapa kita perlu revitalisasi padat karya karena PHK ini menjadi satu perhatian yang sangat mengkhawatirkan buat kita,” terang Shinta.
Apindo juga membeberkan hasil survei mereka pada Maret 2025 mengenai alasan perusahaan melakukan pengurangan karyawan. Faktor utama meliputi penurunan permintaan (69,4%), kenaikan biaya produksi (43,3%), perubahan regulasi ketenagakerjaan atau upah minimum (33,2%), tekanan produk impor (21,4%), dan faktor teknologi informasi (20,9%).
Selain itu, berdasarkan survei kondisi usaha, Apindo mencatat sebanyak 67,1% perusahaan tidak berencana melakukan investasi baru dalam satu tahun ke depan. BISNIS.COM
Baca Juga: Kemenperin Jamin Tak Ada PHK Panasonic di Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News