Skema Baru Subsidi BBM Lewat Bantuan Langsung Tunai

Penghentian Pertalite 1 September
Seorang pengendara mengatre BBM Pertalite di SPBU. Foto: Humas Pertamina Patra Niaga

JAKARTA (gokepri) – Pemerintah mempertimbangkan skema baru subsidi energi lewat Bantuan Langsung Tunai (BLT) agar lebih tepat sasaran. Subsidi BBM dinilai kerap dinikmati orang kaya dan dunia usaha, sehingga perlu penyesuaian demi efisiensi anggaran.

Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Bambang Brodjonegoro, mengusulkan perubahan skema subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT). Menurutnya, subsidi BBM saat ini tidak lagi efektif dan sering kali salah sasaran.

Bacaan Lainnya

“Subsidi BBM berbasis harga, yaitu perbedaan antara biaya produksi dan harga jual. Saat harga jual di bawah biaya produksi, pemerintah harus memberikan subsidi. Namun, penerima subsidi ini tidak selalu yang membutuhkan,” jelas Bambang dalam konferensi pers di Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024, Jakarta, Senin 4 November 2024.

Bambang menilai skema BLT akan lebih tepat sasaran. Subsidi BBM saat ini justru dinikmati oleh masyarakat mampu, yang memadati pom bensin untuk mendapatkan BBM bersubsidi dengan harga lebih murah.

“Di pom bensin, sering terjadi antrean panjang, karena semua ingin mendapatkan BBM bersubsidi. Subsidi ini seharusnya hanya dinikmati oleh mereka yang benar-benar membutuhkan,” tambahnya.

Baca: Suhadi: BUMD Kepri Terus Disubsidi, Tapi Tetap Merugi

Bambang juga menyoroti masalah akurasi data penerima subsidi. Meskipun data BLT tidak 100 persen akurat, tingkat akurasinya jauh lebih tinggi dibandingkan subsidi BBM. Dengan bantuan langsung, daya beli masyarakat bisa tetap terjaga tanpa mengganggu stabilitas harga.

“Bantuan langsung bertujuan menjaga daya beli masyarakat dari dampak kenaikan harga BBM, agar tidak terjadi inflasi,” ucap Bambang.

Ia juga menambahkan, reformasi subsidi BBM ini akan mendukung transisi energi baru dan terbarukan (EBT).

Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) menyatakan perubahan skema subsidi BBM dapat terealisasi jika pemerintah memiliki kemauan politik yang kuat.

Baca: Praktik Penimbunan Solar Subsidi Masih Terjadi, Polda Kepri Tangkap Seorang Pelaku

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan subsidi energi senilai Rp100 triliun berpotensi tidak tepat sasaran dari total anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini sebesar Rp435 triliun. Bahlil menyebutkan sekitar 20-30 persen subsidi BBM dan listrik bisa saja salah sasaran.

“Pemerintah mengalokasikan subsidi ini untuk masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Kita tidak ingin subsidi yang seharusnya untuk mereka yang kurang mampu malah diterima oleh mereka yang ekonomi sudah mapan,” ujar Bahlil.

Bahlil juga menyebut laporan dari PLN, Pertamina, dan BPH Migas menunjukkan adanya potensi subsidi BBM dan listrik yang salah sasaran. Presiden Prabowo Subianto telah meminta pihaknya membentuk tim untuk mengkaji dan mencari solusi agar penyaluran subsidi tepat sasaran.

Pada 2022, Kementerian Keuangan mengungkapkan data soal penyaluran subsidi energi yang salah sasaran. Menurut Kementerian Keuangan yang mengutip data Badan Pusat Statistik, sebanyak 89 persen subsidi solar dinikmati dunia usaha dan hanya 11 persen yang dirasakan kalangan rumah tangga. Dari seluruh rumah tangga yang menikmatinya, 95 persen merupakan rumah tangga mampu. Rumah tangga miskin, seperti petani dan nelayan, cuma menikmati 5 persennya.

Dari total Rp143 triliun anggaran subisidi solar, sebesar Rp127 triliun dimanfaatkan orang kaya dan dunia usaha.

Begitu pula dengan Pertalite. Sebanyak 80 persen dinikmati rumah tangga mampu dan hanya 20 persen dirasakan rumah tangga miskin. Adapun elpiji 3 kilogram untuk masyarakat tidak mampu, sebanyak 68 persen dinikmati masyarakat mampu.

Tahun 2025, anggaran subsidi pada pemerintahan Prabowo mencapai Rp307 triliun. Jumlah ini meliputi subsidi energi sebesar Rp203,4 triliun dan nonenergi Rp104,6 triliun.

Pemerintah mengalokasikan subsidi BBM dan elpiji sebesar p113,6 triliun dengan volume 8,2 juta metrik ton dan 19,41 juta kiloliter. Sementara itu, subsidi untuk solar sebesar Rp1.000 per liter dengan volume 18,89 juta kiloliter. ANTARA, TEMPO

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait