Jalan Energi Hijau Indonesia-Singapura

Ekspor listrik singapura
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia (kanan) menandatangani MoU dengan Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kedua Bidang Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng (kiri) di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (13/6/2025). Foto: Straits Times/Arlina Arshad

JAKARTA (gokepri) – Singapura dan Indonesia menandatangani tiga kesepakatan energi bersih dan pembangunan berkelanjutan. Kemitraan ini menandai tonggak penting dalam kerja sama hijau kedua negara.

Penandatanganan nota kesepahaman ini berlangsung pada 13 Juni, dalam kunjungan Menteri Energi dan Ilmu Pengetahuan Singapura, Tan See Leng, ke Jakarta. Tan See Leng bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia, Bahlil Lahadalia, sepakat menandai kemajuan visi bersama kedua negara menuju masa depan rendah karbon dan tangguh.

Tan menyebut kesepakatan ini saling menguntungkan. “Penandatanganan hari ini bukan hanya simbolis. Ini cerminan nyata dari komitmen bersama untuk mewujudkan ide menjadi aksi dalam kemitraan dan kepercayaan,” ujarnya.

Menurut Tan, perjanjian ini menawarkan peluang saling menguntungkan di tengah tantangan iklim global dan ketidakpastian ekonomi. Tujuannya mengembangkan dan dekarbonisasi ekonomi kedua negara secara berkelanjutan, mendorong inovasi, serta membuka area pertumbuhan baru. “Ini adalah langkah konkret untuk mengukuhkan kerja sama jangka panjang,” tegasnya.

Perdagangan Listrik Lintas Batas dan CCS

Salah satu perjanjian utama menargetkan perdagangan listrik lintas batas. Ini merupakan kelanjutan dari kerangka kerja sama energi sebelumnya, dengan tujuan mengembangkan kebijakan, mekanisme regulasi, dan ketentuan komersial yang diperlukan dalam setahun.

Tan melihat proyek di bawah inisiatif ini dapat menarik investasi modal signifikan, meningkatkan pendapatan devisa, dan menambah penerimaan pajak tahunan. Ekspor listrik juga akan mempercepat pertumbuhan sektor manufaktur energi terbarukan Indonesia dan memperkuat rantai pasokannya secara lebih luas, menciptakan lapangan kerja, serta menarik investasi jangka panjang.

“Bersama, Singapura dan Indonesia, kami juga meletakkan fondasi untuk Asean Power Grid yang lebih terhubung dan masa depan energi yang lebih aman dan berkelanjutan,” jelasnya, merujuk pada inisiatif untuk menghubungkan sistem energi di Asia Tenggara.

Perjanjian lain berfokus pada kolaborasi dalam penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage- CCS). Sebuah kelompok kerja bersama akan dibentuk untuk menjajaki perjanjian bilateral yang mengikat secara hukum demi memfasilitasi implementasi proyek.

Tan menyebut CCS penting untuk dekarbonisasi aktivitas ekonomi yang sulit dikurangi emisinya di kedua negara. Langkah ini dapat menciptakan peluang bisnis besar bagi Indonesia, sekaligus menciptakan lapangan kerja dan menarik investasi.

“Ini bukan teknologi baru, tetapi jika Indonesia dan Singapura bisa berhasil mewujudkan CCS lintas batas ini, kita akan menjadi salah satu negara pertama di Asia yang melakukannya,” kata Tan. Asia Tenggara, tambahnya, memiliki potensi untuk menyimpan hingga 133 gigaton karbon dioksida secara permanen. Proyek Singapura sebesar 2 juta ton per tahun dapat menjadi pionir bagi Indonesia, yang bercita-cita menjadi pusat CCS regional.

Zona Industri Berkelanjutan di Kepri

Perjanjian ketiga mendukung pengembangan zona industri berkelanjutan (Sustainable Industrial Zone – SIZ) di kawasan Bintan, Batam, dan Karimun (BBK), yang berdekatan dengan Singapura. Gugus tugas bersama akan mengidentifikasi potensi industri yang akan dikembangkan di area tersebut.

“Ini dibangun di atas kerja sama bertahun-tahun antara Singapura dan Indonesia untuk menarik investasi ke BBK,” ungkap Tan. Komitmen baru terhadap proyek kerja sama energi dan karbon di BBK akan membantu mengkatalisasi lebih banyak aktivitas industri di Indonesia. Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) Singapura menyatakan, perjanjian SIZ menggarisbawahi pentingnya kejelasan regulasi bagi usaha energi terbarukan, yang pada gilirannya dapat menarik investasi hijau ke Indonesia. Rincian implementasi dan hasil yang diharapkan akan diumumkan kemudian.

Tan mengakhiri pidatonya dengan menggarisbawahi pentingnya kolaborasi regional. “Seperti pepatah, jika kita ingin pergi jauh, kita harus pergi bersama. Singapura tetap berkomitmen bekerja sama dengan Indonesia dan mitra lain untuk mendukung perjalanan menuju net zero,” ujarnya.

Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya kolaborasi, menyatakan hari ini sebagai momen bersejarah dalam memenuhi komitmen kerja sama energi hijau antara kedua pemerintah. Ia menekankan, tidak ada produk industri dapat tetap kompetitif secara global kecuali mengadopsi teknologi energi terbaru dan beroperasi mendekati standar industri hijau.

“Ada satu prinsip kunci: kami menyediakan listrik untuk saudara-saudara kami di negara tetangga, tetapi mereka juga harus berkolaborasi dengan kami membangun zona industri di Indonesia. Itulah arti kerja sama sejati,” pungkasnya.

Pemerintah Indonesia dan Singapura menyepakati ekspor listrik bersih 3,4 GW ke Singapura hingga 2035. Kesepakatan ini membuka potensi investasi hingga USD50 miliar dan 418 ribu lapangan kerja.

Potensi investasi yang diserap dari ketiga kesepakatan tersebut diperkirakan mencapai 30-50 miliar dolar AS untuk investasi pembangkit panel surya, serta 2,7 miliar dolar AS untuk manufaktur panel surya dan baterai. Kesepakatan ini juga berpotensi membuka 418 ribu lapangan kerja baru dari sektor manufaktur, konstruksi, operasi, serta pemeliharaan panel surya dan baterai. STRAITS TIMES/ANTARA

Baca Juga: Indonesia Ekspor Listrik ke Singapura hingga 2035

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait