Apa Dampak Ekspor Listrik ke Singapura bagi Batam

totalenergies ekspor listrik
Chief Executive Singapore Energy Market Authority/EMA Puah Kok Keong memberikan Persetujuan Bersyarat (Conditional Approval/CA) kepada Global Head of Renewable Energy RGE William Goh dan Senior Vice President Renewables TotalEnergies Olivier Jouny untuk memasok 1 gigawatt tenaga surya dari Indonesia ke Singapura/Istimewa

BATAM (gokepri) – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam menyambut positif kebijakan ekspor listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT) dari Indonesia ke Singapura. Kebijakan ini dianggap sebagai peluang strategis dalam pengembangan sektor energi bersih di wilayah Batam dan Kepulauan Riau.

Ketua Apindo Kota Batam, Rafki Rasyid, menilai EBT adalah kebutuhan industri masa depan yang krusial. Batam, menurutnya, sudah berada di jalur yang tepat dengan mulai beralih ke sektor energi terbarukan. Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di beberapa pulau kecil di sekitar Batam akan memperkuat infrastruktur energi terbarukan yang mendukung ekspor listrik tersebut. Beberapa di antaranya Pulau Bulan, Waduk Tembesi dan Waduk Duriangkang.

Bacaan Lainnya

“Batam memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang besar. Jangan sampai kita terlambat dalam hal ini. Bahkan Batam sudah berencana membangun industri solar panel dari hulu hingga hilir,” ungkap Rafki, Senin (9/9).

Investasi di sektor EBT, lanjut Rafki, diperkirakan akan memberi dampak signifikan pada ekonomi lokal, terutama dalam peningkatan lapangan kerja dan penyerapan investasi.

“Apindo yang terdiri dari berbagai sektor usaha tentunya juga akan turut serta dalam memanfaatkan peluang yang ada di industri energi terbarukan ini. Ada banyak proyek yang dapat dikerjakan oleh pengusaha Batam,” tambahnya.

Pengembangan sektor EBT ini, menurut Rafki, tidak hanya akan dinikmati oleh perusahaan besar, tetapi juga memberikan manfaat bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Diversifikasi sektor industri di Batam juga akan semakin luas, tidak lagi bergantung hanya pada sektor elektronik.

“UMKM juga akan mendapatkan manfaat dari kehadiran industri energi terbarukan ini. Investasi di Batam akan lebih beragam,” jelasnya.

Dampak positif dari investasi EBT diharapkan akan mendorong perekonomian Batam secara keseluruhan, meningkatkan daya beli masyarakat, mengurangi tingkat pengangguran, serta menurunkan angka kemiskinan. Rafki optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Batam akan semakin kuat dengan adanya investasi di sektor ini.

“Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari investasi baru ini akan memberikan dampak yang nyata, termasuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tutup Rafki.

Baca: 

Diberitakan, langkah Indonesia untuk mengekspor listrik energi bersih ke Singapura makin dekat setelah pemerintah mengamankan perjanjian kerja sama.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan Indonesia siap mengekspor elektrifikasi hijau berbasis energi terbarukan (EBT) ke Singapura dengan kapasitas awal 3,4 gigawatt. Indonesia berencana mengekspor listrik ke Singapura dari pembangkit listrik EBT di Kepulauan Riau pada 2027 hingga 2035.

Pernyataan tersebut disampaikan Luhut dalam acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta pada Kamis 5 September 2024. Luhut menjelaskan perjanjian kerja sama perdagangan internasional terkait ekspor listrik hijau ke Singapura telah ditandatangani setelah melalui negosiasi dengan Pemerintah Singapura.

Menurut Luhut, penjualan listrik EBT ke Singapura telah mempertimbangkan kebutuhan elektrifikasi domestik Indonesia, sehingga tidak akan mengganggu pasokan listrik nasional. Pemerintah harus memastikan bahwa kebutuhan dalam negeri tetap terpenuhi sehingga idak ingin semua energi diekspor dan mengabaikan kebutuhan dalam negeri.

“Kita lihat lah itu yang paling baik. Kita juga harus lihat kebutuhan dalam negeri. Jangan semua kita ekspor. Nanti kita enggak punya,” kata Luhut.

Nilai proyek ekspor listrik hijau dan pengembangan industri panel surya antara Indonesia dan Singapura mencapai USD20 miliar atau setara dengan Rp308 triliun.

Menurut Luhut, proyek ini akan memperkuat pasokan listrik bersih bagi Singapura melalui pengembangan sistem penyimpanan energi baterai dan tenaga listrik dari panel surya yang diproduksi di Indonesia. Di sisi lain, bagi Indonesia, proyek ini penting dalam memastikan pangsa pasar ekspor energi hijau sekaligus mengembangkan industri dalam negeri.

“Kita memiliki silika, bahan baku panel surya, sehingga pengembangan industri panel surya ini sangat relevan. Selain mengekspor energi bersih ke Singapura, kita juga membangun basis industri yang menguntungkan kedua negara,” tambah Luhut.

Singapura Tambah Kuota Ekspor Listrik Hijau

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Tenaga Kerja Singapura, Tan See Leng, mengungkapkan negaranya akan meningkatkan impor listrik rendah karbon dari Indonesia. Ekspor listrik hijau dari Indonesia ke Singapura akan bertambah sebesar 1,4 gigawatt (GW), sehingga total ekspor listrik rendah karbon menjadi 3,4 GW.

“Proyek ini akan meningkatkan ekspor listrik rendah karbon sebesar 1,4 GW dari Indonesia,” ujar Tan. Ia menambahkan Energy Market Authority (EMA) Singapura telah memberikan persetujuan bersyarat kepada tujuh perusahaan untuk mengimpor listrik rendah karbon dari Indonesia.

Sebelumnya, Singapura telah memberikan izin kepada lima perusahaan, yaitu Pacific Metcoal Solar Energy, Adaro Solar International, EDP Renewables APAC, Venda RE, dan Kepel Energy. EMA juga akan menerbitkan lisensi bersyarat kepada perusahaan-perusahaan ini, yang menandakan proyek-proyek tersebut telah menunjukkan kemajuan signifikan dan memenuhi persyaratan ketat dari Indonesia dan Singapura.

“Saya juga dengan senang hati mengumumkan bahwa EMA akan memberikan persetujuan bersyarat tambahan kepada dua proyek lagi, yaitu dari Total Energies & RGE serta Shell Vena Energy Consortium,” ungkap Tan.

Baca: Energi Bersih untuk Batam, Kontrak Jual Beli Listrik PLTS Diteken

Dengan penambahan kuota ini, Singapura menargetkan untuk meningkatkan impor listrik hijau menjadi 6 GW pada 2035, sebagai bagian dari rencana besar negara tersebut dalam mempercepat transisi menuju energi terbarukan dan pengurangan emisi karbon.

Proyek ini diharapkan tidak hanya berkontribusi pada pencapaian target energi bersih kedua negara, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui investasi di sektor energi terbarukan dan penciptaan lapangan kerja baru di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pos terkait