Batam (gokepri.com) – Puluhan warga Kampung Sembulang Hulu, Rempang, kembali melakukan aksi penolakan dengan kapal dan perahu di atas laut terhadap relokasi untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City, Senin 20 Mei 2024.
Dalam aksi itu, warga yang berprofesi sehari-hari sebagai nelayan membentangkan spanduk penolakan di wilayah perairan tempat mereka mencari nafkah.
Seorang nelayan, Miswadi, menjelaskan bahwa pemilihan aksi di atas laut adalah untuk menegaskan bahwa laut adalah sumber penghidupan bagi mereka. Mereka menolak adanya gangguan yang dapat merusak ekosistem laut yang menjadi mata pencaharian utama mereka.
Baca Juga: Relokasi Warga Rempang, 83 Keluarga Sudah Tempati Hunian Sementara
“Seharusnya pemerintah memperhatikan kami masyarakat kecil ini. Tengok alat tangkap kami kan sangat sederhana. Kalau jadi investasi, lalu pasir diambil kami tak tahu mau buat apalagi,” ujar Miswadi, Senin (20/5/2024).
Para warga juga menegaskan penolakan terhadap rencana Perkumpulan Rempang Galang Bersatu (PRGB), yang dianggap sebagai sebuah rencana relokasi. Mereka menilai bahwa rencana tersebut tidak memperhitungkan keinginan dan kebutuhan sebagai penduduk yang telah lama menempati kampung tersebut.
“Dia kan mengatasnamakan masyarakat Rempang. Tapi pernah mereka melibatkan kami, datang dan berkomunikasi. Tidak ada,” katanya.
Menurut Miswandi, mereka tahuptahu sudah membentuk organisasi mengatasnamakan warga Rempang.
“Tapi kami sendiri orang Rempang, tidak tahu masalah itu. Jadi kami terkejut, kapan itu terbentuk,” lanjut Miswadi.
Untuk diketahui, Badan Pengusahaan (BP) Batam akan membangun pemukiman berkonsep melayu di kawasan Tanjung Banon sebagai bagian dari kompensasi untuk warga yang akan direlokasi.
Bahkan, BP Batam kini juga telah membangun empat rumah contoh bernuansa melayu di kawasan Tanjung Banon tersebut.
Miswadi mengatakan jika memang program itu adalah keinginan pemerintah, seharusnya pembangunan itu direalisasikan di tempat tinggal mereka saat ini tanpa memaksa mereka untuk pindah.
“Maksud kami tidak mau digeser. Kalau mau menata, oke. Tapi tata di kampung-kampung kami, jangan tata di Tanjung Banon. Berarti kalau ditata di Tanjung Banon sama aja dengan penggusuran,” kata Miswadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Penulis: Muhammad Ravi