Teriakan Kejujuran Saldi Isra, Hakim MK Asal Solok Dalam Sengketa Pilpres 2024

Hakim Konstitusi Saldi Isra saat mengadili sengketa pilpres 2024. (antara)

Karimun (gokepri.com) – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyampaikan hasil putusannya terkait sengketa pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 pada Senin, 22 April 2024.

Dalam putusannya, hakim MK menolak permohonan yang diajukan paslon 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon 02, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Hanya saja, dari delapan hakim yang menyidangkan sengketa pilpres tersebut, terdapat tiga hakim yang memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Tiga hakim yang menyampaikan dissenting opinion itu adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat.

Kendati pada akhirnya MK tetap menolak permohonan sengketa pilpres 2024, namun dissenting opinion yang disampaikan ketiga hakim MK tersebut akan menjadi cacatan dalam sejarah di Indonesia.

Sebab, sebagaimana diketahui dalam memutuskan perkara pilpres sejak pemilu 2004, 2009, 2014 hingga 2019, baru kali ini hakim MK memberikan dissenting opinion dalam memutus sengketa pilpres.

Dari ketiga hakim MK yang menyampaikan dissenting opinion itu, Saldi Isra merupakan salah satu hakim yang patut diulik.

Dalam menyampaikan dissenting opinion, Saldi Isra mengatakan pendapatnya secara panjang lebar dengan lantang, tegas dan jelas.

Sebelum menyampaikan dalilnya, hakim Saldi membuka mukadimah dengan menyampaikan terkait pemilu yang jujur dan adil sebagai bagian dari azas prinsip fundamental pemilu yang diatur dalam UUD 1945.

Menurut dia, pemilu jujur dan adil sesuai dengan kehendak konstitusi adalah pemilu yang diikuti dengan sikap yang penuh ketulusan dan tidak berbohong, tidak curang dan tidak memanipulasi dengan jalan apapun.

“Pemilu jujur dan adil adalah pemilu yang diikuti dengan sikap apa adanya,” ujar Saldi Isra.

Dimana antara pemilih dan calon yang dipilih sama sekali tidak terikat oleh sebuah praktek transaksi politik yang tidak didasarkan pada sikap dan tindakan yang menciderai kejujuran dan keadilan pemilu, sehingga bermuara para rusaknya pemilu yang berintegritas.

Saldi menyebut, ada dua hal yang membuatnya mengambil haluan untuk berbeda pandangan dengan pendapat mayoritas majelis hakim, yaitu pertama persoalan dalam penyaluran dana bantuan sosial yang dianggap menjadi alat untuk memenangkan salah satu paslon.

Kedua, perlihal ketelibatan aparat negara, pejabat negara atau penyelenggara negara di sejumlah daerah.

Selain memberikan pendapat berbeda terkait sengketa pilpres 2024, Saldi sebelumnya juga menyatakan dissenting opinion terhadap syarat putusan usia capres-cawapres yang sangat fenomenal itu.

Sosok Saldi Ira

Lalu siapa sosok Saldi yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi?

Prof Dr Saldi Isra lahir pada 20 Agustus 1968 di Paninggahan, Solok, Sumatera Barat. Ia adalah seorang ahli hukum dan profesor hukum Indonesia.

Saldi Isra menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2023–2028.

Pada 11 April 2017, ia menjadi Hakim Konstitusi Republik Indonesia, salah satu dari dua pengadilan tertinggi di Indonesia.

Sebelum menjadi hakim konstitusi, ia adalah seorang profesor hukum tata negara di Universitas Andalas.

Sepanjang karier akademisnya, ia menerima penghargaan sehubungan dengan upayanya melawan korupsi di Indonesia.

Saldi lahir dari pasangan Ismail dan Ratina. Sekolah dasar hingga menengah ditempuh di kampung halamannya.

Setelah dua kali gagal Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) pada tahun 1988 dan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) tahun 1989, akhirnya ia diterima di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat pada tahun 1990.

Setelah menjadi Mahasiswa Teladan Berprestasi Utama I Universitas Andalas pada tahun 1994, ia meraih gelar Sarjana Hukum dengan predikat lulus Summa Cum Laude pada tahun yang sama.

Pendidikan jenjang pascasarjana ia tuntaskan dengan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya (2001) dan gelar Doktor di Universitas Gadjah Mada (2009, predikat lulus Cum Laude).

Pada tahun 2010, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas. Sejak masih berstatus mahasiswa S-1 ia menekuni bidang kepenulisan.

Pengangkatan sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi

Pada tanggal 27 Januari 2017, Mahkamah Konstitusi memberhentikan salah satu hakimnya, Patrialis Akbar, setelah ia ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pada tanggal 21 Februari, Presiden Joko Widodo menunjuk sebuah komite untuk memilih penggantinya. Panitia membuat daftar 45 kandidat dan kemudian mewawancarai 12 kandidat terpilih.

Pada tanggal 3 April, komite merekomendasikan tiga kandidat kepada presiden, dan Saldi adalah pilihan pertama. Beberapa hari kemudian, Jokowi mengumumkan pemilihan Saldi, dan pada tanggal 11 April ia dilantik di Istana Merdeka. (*)

Penulis: Ilfitra/ wikipedia

Pos terkait