Batam (gokepri.com) – Suasana berbeda terlihat di halaman parkir Badan Pengusahaan (BP) Batam pada Jumat (6/3/2020) pagi. Tak terlihat lagi sesaknya kendaraan yang biasa berjajar di tempat itu. Berganti dengan ratusan orang berbaris membentuk shaf-shaf sambil khusyuk salat dan berdoa.
Ratusan orang itu adalah para pegawai dan warga muslim Batam yang tengah menunaikan salat istisqa. Ibadah ini mereka laksanakan untuk memohon turunnya hujan kepada Allah SWT di saat Batam sedang dilanda kemarau panjang dan kekeringan, terutama dalam beberapa bulan terakhir.
“Harapan kami Batam segera turun hujan dan tidak kekeringan,” kata Deputi IV Anggota Bidang Pengusahaan BP Batam, Syahril Japarin, Jumat (6/3/2020).
Yang lebih dikhawatirkan dari dampak kemarau panjang dan kekeringan adalah ancaman krisis air bersih di seluruh Batam. Jika kemarau panjang dan kekeringan terus terjadi, ketersediaan air baku yang ada di waduk-waduk penampungan bakal menipis dan diprediksi hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan air sampai tiga bulan ke depan.
Saat ini ada lima waduk yang difungsikan maksimal untuk memenuhi kebutuhan air bagi sekitar 1,2 juta warga Batam. Yakni Waduk Duriangkang dengan daya tampung 78.560.000 m3, Muka Kuning 13.147.000 m3, Sei Ladi 9.448.000 m3, Sei Harapan 3.637.000 m3, dan Nongsa 24.000 m3. Namun ketersediaan air baku dari kelimanya tidak akan bertahan lama.
Waduk terbesar adalah Duriangkang, memenuhi kebutuhan air bagi 80 persen warga Batam dengan 228.900 pelanggan. Pengolahan air baku di Waduk Duriangkang dilakukan melalui tiga Instalasi Pengolahan Air (IPA). Yakni IPA Duriangkang dengan kapasitas 2.200 liter per detik, IPA Tanjungpiayu dengan kapasitas 200 liter per detik, dan IPA Mukakuning dengan kapasitas 300 liter per detik.
Kini debit air di waduk tersebut terus menyusut. Per 5 Maret 2020, penyusutan volume air baku telah mencapai minus 3,05 meter dari permukaan. Apabila tidak ada upaya apapun, maka mesin pompa yang ada di Waduk Duriangkang otomatis akan mati dengan sendirinya.