KOTA PADANG (gokepri) – Pada 22 Oktober 2025, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengumumkan penurunan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi hingga 20 persen. Langkah ini menjadi sejarah sekaligus tonggak awal dalam mewujudkan ketahanan pangan sekaligus cita-cita Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.
Penurunan HET pupuk bersubsidi ini merupakan arahan dari Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan agar tidak ada lagi petani yang kesulitan dalam menebus pupuk subsidi karena alasan keterbatasan biaya.
Dalam kebijakan ini, terjadi penurunan drastis semua jenis pupuk bersubsidi. Rinciannya, urea yang awalnya dijual Rp2.250 per kilogram menjadi Rp1.800, NPK dari Rp2.300 per kilogram turun menjadi Rp1.840. Kemudian NPK kakao dari Rp3.300 per kilogram turun menjadi Rp2.640, ZA khusus tebu dari Rp1.700 per kilogram menjadi Rp1.360 dan pupuk organik dari Rp800 per kilogram menjadi Rp640.
Kebijakan pro rakyat ini disambut antusias petani di Indonesia, tak terkecuali bagi Reza Esfan yakni seorang petani di Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.
Reza yang juga merupakan ketua kelompok tani setempat mengaku bahagia setelah mengetahui HET pupuk subsidi turun signifikan. Kabar baik itu langsung ia sampaikan ulang kepada para anggota kelompok tani lainnya.
“Alhamdulillah karena Presiden programnya ketahanan pangan, harga pupuk subsidi saat ini sudah turun dan petani sangat terbantu,” kata Reza.

Reza mengatakan biasanya untuk satu karung pupuk dengan bobot 50 kilogram, ia harus menebus dengan harga Rp140 ribu untuk pupuk jenis ponska, dan Rp135 ribu untuk pupuk jenis urea. Namun, setelah HET pupuk subsidi turun, kini ia bersama petani lainnya cukup mengeluarkan uang sebesar Rp90 ribu untuk urea dan Rp92 ribu untuk jenis ponska per karungnya.
Sebelum ini, para petani di daerah tersebut memang mengeluhkan harga pupuk yang tinggi. Bahkan, tak jarang ketika musim panen tiba, harga gabah di tingkat petani sering anjlok sehingga banyak di antara mereka yang justru merugi.
“Kami sangat bersyukur harga pupuk subsidi ini turun sehingga meringankan pengeluaran petani,” ujarnya.
Selain penurunan HET, distribusi pupuk subsidi di Nagari Sumpur juga tergolong lancar. Setiap petani yang ingin menebus atau mendapatkan pupuk subsidi harus tergabung dalam kelompok tani. Biasanya, setiap akhir tahun kelompok tani akan menyusun rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) guna memetakan jumlah kebutuhan pupuk pada tahun berikutnya.
Sembari menaburkan pupuk campuran jenis urea dan ponska yang telah ia takar sendiri ke areal persawahan, Reza bercerita para petani di nagari tersebut memang bergantung pada pupuk. Sebab, meskipun Nagari Sumpur termasuk daerah yang subur karena berada di pinggiran Danau Singkarak dan tak pernah kekurangan air, namun pupuk tetap dibutuhkan.
“Daerah ini memang sangat subur. Tetapi kami di sini tetap membutuhkan pupuk ponska untuk membantu meningkatkan hasil panen,” ujarnya.
Di hamparan sawah hijau yang berbatasan langsung dengan danau tektonik tersebut, Reza bersama ribuan kepala keluarga lainnya selama bertahun-tahun konsisten menjaga pasokan beras di Tanah Minangkabau. Perpaduan antara tanah yang subur dan ditopang bantuan pupuk, menjadi kekuatan Sumatera Barat selama ini yang dikenal sebagai daerah penghasil beras dengan kualitas terbaik.
Alokasi pupuk

Manager Penjualan Wilayah Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau PT Pupuk Indonesia (Persero) Fajar Ahmad mengatakan pada 2025 Ranah Minang mendapatkan alokasi pupuk subsidi sebesar 243.421 ton yang terdiri atas empat jenis yakni urea, NPK, NPK Kakao dan organik.
Untuk pupuk jenis urea, Provinsi Sumatera Barat menerima alokasi sebesar 114.267 ton, NPK 126.694 ton, NPK Kakao 1.310 ton dan 1.150 ton pupuk organik. Hingga 10 November 2025, Pupuk Indonesia mencatat realisasi dan distribusi pupuk subsidi sudah mencapai 188.197 ton atau setara 77 persen dari target yang ditetapkan. Sementara untuk 23 persen petani yang hingga kini belum melakukan penebusan pupuk bersubsidi, ditargetkan hingga akhir Desember 2025 sudah mengambil jatah masing-masing ke kios-kios resmi.
Dari evaluasi dan monitoring yang dilakukan Pupuk Indonesia, terdapat beberapa alasan, hingga pertengahan November, masih ada petani yang belum menebus pupuk bersubsidi. Pertama, perbedaan jumlah masa tanam dalam satu tahun. Di sebagian daerah ada petani yang bisa bercocok tanam satu hingga tiga kali. Sementara, di daerah lainnya terutama sawah tadah hujan, petani hanya satu kali melakukan penanaman.
Sehingga di daerah-daerah yang umumnya melakukan masa panen satu hingga tiga kali dalam setahun, serapan pupuk subsidi menjadi jauh lebih tinggi bila dibandingkan daerah yang hanya satu kali melakukan masa panen seperti di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
“Khusus di Kabupaten Kepulauan Mentawai, di sana memang petaninya tidak banyak yang berkorelasi dengan kebutuhan pupuk,” ujarnya.
Selain Kabupaten Kepulauan Mentawai, Pupuk Indonesia juga mencatat pada 2025 serapan pupuk subsidi di Kabupaten Tanah Datar tergolong rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh sejumlah areal pertanian yang masih dalam tahap pemulihan serta infrastruktur irigasi yang rusak akibat dihantam banjir lahar dingin pada medio Mei 2024.
Meskipun demikian, ia memastikan Pupuk Indonesia tetap menyiapkan stok di masing-masing distributor maupun kios di daerah Kabupaten Tanah Datar. Tujuannya ketika lahan pertanian sudah bisa digarap, maka petani bisa menebus langsung tanpa harus menunggu di tahun berikutnya.
Menyusul turunnya HET pupuk subsidi, Pupuk Indonesia khususnya wilayah Sumatera Barat melakukan berbagai cara agar serapan pupuk lebih cepat terealisasi kepada penerima manfaat dalam hal ini petani. Kegiatan sosialisasi ke tingkat akar rumput dan penyuluh menjadi strategi tersendiri untuk memastikan distribusi tepat sasaran.
“Kita akan mengoptimalkan distribusi pupuk subsidi agar serapan tahun ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya 190 ribu ton,” ujar Fajar.

Fajar mengatakan turunnya harga pupuk bersubsidi beberapa waktu lalu merupakan komitmen nyata dari Presiden dalam memastikan ketahanan pangan yang tertuang dalam program Asta Cita. Upaya ini diharapkan tidak hanya menegaskan swasembada pangan tetapi bagaimana menyejahterakan para petani di Tanah Air.
Menurut dia, alokasi pupuk subsidi yang diterima Sumatera Barat pada 2025 bisa bertambah pada 2026 karena masih banyak petani yang belum terdaftar di RDKK. Saat ini pihaknya mencatat terdapat sekitar 300 ribu petani aktif yang tercantum dalam data RDKK.
Sementara itu, Pakar Pertanian dari Universitas Andalas Prof Rudi Febriamansyah mengatakan pada dasarnya kebijakan penurunan HET pupuk subsidi memang sudah seharusnya ditetapkan oleh pemerintah untuk meringankan beban petani di Tanah Air.
Sebab, tidak mungkin membiarkan sistem atau hukum pasar tetap berlaku bagi para petani dalam hal pembelian pupuk. Sementara harga padi, harga beras ataupun gabah tidak mungkin terlalu tinggi untuk dilepaskan ke pasaran.
“Jika terdapat kebijakan untuk harga jual, tentu mesti ada kebijakan harga untuk bahan baku,” kata Rudi.
Terkait penurunan HET pupuk subsidi hingga 20 persen yang merupakan persentase tertinggi sepanjang sejarah, ia menilai secara hukum ekonomi, hal itu jelas menunjukkan keberpihakan kepada petani sebab berdampak baik pada biaya produksi yang menjadi lebih rendah.
Termasuk pula untuk target lebih jauh yakni swasembada pangan nasional, tentu begitu bergantung pada upaya pemerintah dalam pengawasan terhadap distribusi serta penggunaan pupuk subsidi tersebut.
Bahkan, ia menilai jika memanfaatkan koperasi-koperasi sebagai jalur distribusi, maka produksi pangan diprediksi dapat menjadi lebih tinggi. Jika pada zaman orde baru terdapat Koperasi Unit Desa (KUD), mungkin saat ini bisa dilakukan hal serupa melalui Koperasi Merah Putih.
Menurut dia, saat ini tinggal bagaimana pemerintah dan pihak-pihak terkait benar-benar mengawal agar HET pupuk bersubsidi itu sesuai hingga sampai di tangan petani.
Jalur distribusi sering kali menjadi masalah sehingga harga menjadi berbeda di satu daerah dengan daerah lainnya. Untuk itu, jalur distribusi inilah yang juga mesti dikawal dengan baik.
SUMBER: ANTARA
Baca Juga: INFOGRAFIS: Produksi Beras Capai Rekor Tertinggi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News









