UMK Batam 2022: Buruh Minta Kenaikan 10 Persen, Disnaker Tunggu Data Mutakhir Ekonomi

UMK Batam 2022
Buruh di Batam menggelar unjuk rasa di Kantor Wali Kota Batam menuntut kenaikan upah minimum 2022 sebesar 10 persen, Selasa (26/10). (Foto: gokepri/Engesti)

Batam (gokepri.com) – Penetapan kenaikan upah minimum kota (UMK) 2022 di Batam masih terjadi tarik menarik. Buruh menuntut kenaikan upah 10 persen. Disnaker setempat menunggu data mutakhir sebagai acuan penetapan upah berdasarkan PP 36/2021.

Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam Rudi Sakyakirti mengungkapkan hingga awal November belum ada pertemuan untuk membahas penetapan upah minimum karena menunggu data perekonomian mutakhir dari Badan Pusat Statistik.

“Belum. Karena (penetapan) UMK sesuai dengan PP 36 dan semuanya tergantung statistik pertumbuhan ekonominya dan sebagainya,” kata dia saat dihubungi, Rabu (3/11).

|Baca Juga: Daftar UMK 2021 di Kepri: Batam Tertinggi, Tanjungpinang Terendah

Menurut Rudi, pembahasan upah minimum diadakan dalam waktu dekat. Penetapannya tetap mengacu PP 36/2021.

“Kami ambil secara nasional. Nanti daerah hadir. Sekarang belum ada pembahasan masih bicara-bicara saja,” katanya.

Sementara itu serikat pekerja punya hitungan sendiri UMK Batam 2022. Mereka meminta kenaikan upah sebesar 10 persen dari UMK Batam tahun ini yang sebesar Rp4.130.279.

Panglima Garda Metal FSPMI Kota Batam Suprapto mengatakan serikat meminta buruh dilibatkan dalam penetapan UMK Batam 2022 meski fungsi di Dewan Pengupahan sudah tidak ada.

“Kami sudah mempersiapkan data mengenai besaran UMK yang akan diusulkan pada pembahasan nanti,” ujar dia.

Serikat buruh meminta kenaikan sebesar 10 persen. Tuntutan itu sudah pernah disampaikan dalam aksi unjuk rasa di depan Kantor wali Kota Batam pada 26 Oktober lalu.

“Kami meminta UMK Batam naik 10 persen untuk tahun 2022. UMK harus sesuai kompetensi tapi di Batam ini enggak, semua disamaratakan padahal kan resiko kerjanya berbeda-beda dan mempunyai skill dan kompetensi yang berbeda-beda. Pemerintah harus lihat itu,” jelas dia.

Penetapan upah minimum mengacu pada amanat PP Nomor 36/2021 tentang pengupahan yang menjadi turunan dari UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Penetapan upah minimum 2022 bakal mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36/2021 tentang Pengupahan yang menggantikan PP Nomor 78/2015.

Poin penting dalam aturan baru itu yakni penghitungan upah minimum terbaru akan memakai sejumlah variabel baru.

Pada regulasi lama, kenaikan upah minimum mengacu pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun berjalan.

Kenaikan upah minimum tahun depan dihitung dengan mengacu pada upah minimum tahun berjalan, tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, batas atas, dan batas bawah upah minimum.

Batas atas upah minimum sendiri dihitung dengan mengalikan rata-rata konsumsi per kapita dan rata-rata anggota keluarga. Hasil dari perkalian itu lantas dibagi dengan jumlah rata-rata anggota rumah tangga yang bekerja.

Persentase kenaikan upah minimum berpotensi lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, seiring dengan diterapkannya metode kalkulasi baru perhitungan upah minimum.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengungkapkan hasil penghitungan sementara yang dilakukan OPSI dengan formulasi terbaru memperlihatkan kenaikan upah minimum berada di kisaran 1 sampai 2 persen.

Selain itu, kenaikan upah minimum berpotensi tak merata, karena inflasi dan pertumbuhan ekonomi tak merata di setiap provinsi.

“Yang terpenting sekarang, otoritas statistik segera merilis angka-angka variabel yang diperlukan, seperti tingkat konsumsi dan jumlah rata-rata anggota keluarga. Dengan variabel yang makin banyak, kemungkinan kenaikan lebih kecil dari pada saat PP Nomor 78/2015 diterapkan,” kata dia seperti dikutip dari Bisnis.com. (Engesti)

|Baca Juga: 

 

BAGIKAN