Terkikis Pesisir Ngenang Diterjang Abrasi

abrasi di batam
Pulau Kubung, Kelurahan Ngenang, Batam, 20 April 2024. Foto: gokepri/Muhammad Ravi

Pulau-pulau kecil di Kelurahan Ngenang, Kecamatan Nongsa, Batam, rusak tergerus abrasi. Gelombang yang ditimbulkan kapal feri mempercepat kerusakan. Pulau rusak, mengancam permukiman dan tangkapan nelayan berkurang.

Penulis: Muhammad Ravi

Bidin tak pernah tenang ketika melihat kapal feri melintas dengan cepat. Nelayan dari Pulau Todak ini menyaksikan setiap gelombang besar dari kapal feri memukul bibir pulau-pulau. Pulaunya tergerus.

Dari atas kapal, tampak jelas tanah merah kekuningan di sepanjang Pulau Kubung yang terkikis akibat hantaman gelombang. Abrasi di Ngenang bukan hanya karena petaka iklim naiknya permukaan air laut.

“Abrasi juga disebabkan oleh ulah manusia, seperti kegiatan transportasi laut di selat Kelurahan Ngenang,” duga Bidin, dari atas kapalnya, Sabtu, 20 April 2024.

Baca Juga:

abrasi di batam
Salah satu pulau di gugusan Pulau Ngenang, Batam, 20 April. Foto: gokepri/Muhammad Ravi

Bidin menuturkan arus gelombang yang terjadi akibat tekanan kapal feri lebih besar dibandingkan dengan speedboat atau kapal cepat. Tekanan yang lebih besar ini mengakibatkan arus gelombang laut menghantam bibir pulau, memperparah abrasi.

Dari depan Pulau Kubung, kapal feri yang mengangkut penumpang dari Tanjungpinang melintasi selat. Tak berselang lama, gelombang dari kapal menggoyang kapal Bidin sebelum menghantam tepian pulau.

“Kami sudah beberapa kali mengimbau pelayaran supaya melintasi di sekitar pulau dengan pelan-pelan supaya tidak ada ombak, supaya tidak ada yang namanya abrasi,” jelas Bidin.

Namun, menurut Bidin, masih ada kapal yang tidak mengindahkan keinginan masyarakat dan tidak mengikuti prosedur yang telah disepakati.

Selain mengakibatkan abrasi, arus gelombang laut yang diakibatkan lintasan kapal feri juga mengganggu aktivitas nelayan di sekitar pulau. Nelayan terpaksa mencari tempat yang lebih aman untuk menangkap ikan. “Tempat yang aman belum tentu juga ada ikan, nelayan juga takut ombak dari kapal feri yang lewat,” sebut Bidin.

abrasi di batam
Kapal feri melintas di sebuah pulau, Kelurahan Ngenang, Batam, 20 April. Foto: gokepri/Muhammad Ravi

Kepala Wilayah Kerja Pelabuhan Telaga Punggur KSOP Batam, Djoko Wiwin, mengatakan pihaknya telah melakukan sosialisasi dan mediasi antara penduduk pulau dan pengelola operator kapal untuk menengahi permasalahan tersebut. Operator kapal pun menyetujui untuk mengurangi kecepatannya ketika melintasi pulau-pulau tersebut. “Kemungkinan kami enggak tahu (kapal feri mengurangi kecepatan), karena di lapangan tidak selalu mengikuti kapal,” ungkap Wiwin.

Wiwin mengakui gelombang kapal feri memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan kapal lain, seperti kapal kargo, dan hal ini memperparah abrasi. Ditambah lagi dengan naiknya air laut ketika pasang mengakibatkan gelombang yang lebih besar menuju pulau dan rumah-rumah masyarakat yang bermukim di pesisir pulau.

“Ketika air surut mungkin bisa enggak terasa, ketika air pasang gelombang itu lebih tinggi lagi,” kata Wiwin.

abrasi di batam
Permukiman di pesisir Pulau Kubung, Batam, 20 April. Foto: gokepri/Muhammad Ravi

Meski demikian, KSOP Batam belum memiliki regulasi atau aturan untuk kecepatan aman kapal melintasi pulau-pulau tersebut. Wiwin hanya mengacu pada aturan di Singapura, yaitu sekitar 12 knot untuk kecepatan normal dan 22 knot untuk kecepatan maksimal.

Saat waktu normal setidaknya ada 20 lintasan per hari kapal feru untuk rute Batam-Tanjungpinang dengan dua operator, Marina dan Baruna.

“Operator sudah kami peringatkan juga apabila masih ada komplain dari penduduk, mereka bertanggung jawab terhadap kerusakan tersebut,” tegas Wiwin.

abrasi di batam
Salah satu pulau di gugusan Ngenang, Batam, 20 April. Foto: gokepri/Muhammad Ravi

Manajemen Kapal Oceana Dragon 06, Yos Marizal, mengatakan kapalnya sudah menurunkan kecepatan ketika melintasi selat di antara pulau-pulau yang mengalami abrasi.

Yos menyampaikan kapalnya sudah tidak melaju pada alur yang disepakati dan membutuhkan waktu cukup lama untuk kembali melaju pada batas yang telah ditentukan. “Enggak ada (kapal feri melaju cepat). Kalau kita laju, sudah ribut penduduk,” kata dia Senin 22 April.

“Kalau kami sudah slow, kalau kita kuat pas cuaca jelek pasti sudah ributlah orang sana, jadi kapal itu dari syahbandar pas itu cuma handle, jalan begitu aja, mau 5 menit kapal di tengah,” kata dia, Senin 22 April.

Yos mengatakan kapal melaju dengan kecepatan 6 sampai 7 knot, lebih lambat dibandingkan dengan batas 12 knot yang mengacu pada Singapura. “Saya sudah tanya kapten, di sana cuma jalan 6 sampai 7 knot saja. Kalau kapal lajut, penduduk Pulau Kubung pasti telpon saya. Kapten sudah tahu di sekitar pulau itu harus pelan,” papar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain diĀ Google News

Pos terkait