Jakarta (gokepri.com) – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan selisih suara atas permohonan sengketa yang diajukan Pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri, Isdianto-Suryani (INSANI). Pertanyaan ini diajukan Majelis Konstitusi dalam sidang pemeriksaan pendahuluan sengketa Pilkada Kepri di MK, Kamis (28/1/2021) hari ini.
“Selisihnya berapa itu, memenuhi Pasal 158 nggak?” tanya Ketua Majelis Hakim MK, Arief Hidayat kepada pemohon.
Sebagaimana diketahui, terdapat tiga paslon yang berlaga pada Pilgub Kepri 2020. Yakni nomor urut 1 Soerya Respationo-Iman Sutiawan, nomor urut 2 Isdianto-Suryani, dan nomor urut 3 Ansar Ahmad-Marlin Agustina.
Berdasarkan penetapan rekapitulasi oleh KPU Kepri, perolehan suara INSANI hanya nangkring di urutan kedua setelah Ansar-Marlin. Perolehan suara Ansar-Marlin unggul dengan 308.553 suara. Sedangkan INSANI hanya 280.160 suara dan Soerya-Iman 183.317 suara.
Pasal 158 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 mengatur terkait dengan ketentuan pengajuan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara. Pada huruf a menyebutkan bahwa “Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.”
Jika mengacu Keputusan KPU RI Nomor 40/PL.01.4-Kpt/03/KPU/II/2018, jumlah penduduk di Provinsi Kepri sebanyak 1.873.274 jiwa. Artinya, perbedaan perolehan suara antara pemohon dengan paslon peraih suara terbanyak adalah maksimal 2% dari total suara sah.
KPU Provinsi Kepri menetapkan suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir sebanyak 772.030 suara. Sehingga selisih untuk dapat mengajukan permohonan sengketa hasil ke MK adalah 2% x 772.030 = 15.441 suara. Sementara selisih perolehan suara antara paslon peraih suara terbanyak Ansar-Marlin dengan INSANI adalah 308.553 – 280.160 = 28.393 suara (3,68%).
Menjawab pertanyaan Majelis Konstitusi, kuasa hukum Tim INSANI menyatakan bahwa pihaknya tidak menjadikan selisih angka sebagai patokan. “Kami tidak melihat pada angka, tapi ada pelanggaran pada prosesnya,” jawab Kuasa Hukum INSANI. (wan)